Ijazah Padhangmbulan: Kesaksian terhadap Kesetiaan dan Kesederhanaan
Masih ingat salah satu poin pembuka yang disampaikan Mbah Nun saat 26 Tahun Padhangmbulan? Hendaknya kita tidak berhenti pada pesona buah yang dihasilkan oleh sebuah pohon. Di sisi lain, kita perlu menghitung fungsi daun, ranting, batang dan seterusnya.
Semua bagian dari pohon memiliki peran dan fungsi masing-masing. Termasuk sebagai struktur yang “tidak tampak”, akar sebuah pohon menopang peran dan fungsi yang cukup vital.
Akar memang tersembunyi, berada di dalam tanah, bahkan dalam kadar tertentu, jangan sampai ia kelihatan. Ia tidak boleh ditiadakan, atau dianggap tidak ada. Meskipun faktanya, akar yang sembunyi sering kalah “populer” dibandingkan buah.
Padhangmbulan malam nanti (Senin,11/11/2019), melalui Ijazah Padhangmbulan, kembali mengajak kita belajar dan terus memelajari akar dari Ibu Maiyah.
Di tengah perjuangan keluarga Bani Muhammad, ketika Ayah Muhammad dan Ibu Halimah nyengkuyung proses pendidikan, ekonomi, sosial, budaya — ditemani oleh orang-orang yang hatinya dekat dan setia dengan perjuangan itu.
Mereka adalah manusia akar: orang-orang kecil, yang selalu tampak kecil, dianggap kecil serta hidup sebagai orang kecil sehingga sering ditiadakan. Pada konteks ini kita tetap waspada terhadap kata “kecil”, karena sejatinya mereka adalah orang-orang besar yang berjiwa besar.
Adalah sahabat-sahabat Mbah Nun, konco angon, konco balbalan, yang tetap otentik, apa adanya — di tengah kepalsuan sikap zaman yang menghitung pamrih “ada apanya” — serta tidak silau oleh nama besar.
Beliau yang tersambung dengan Ijazah Padhangmbulan adalah mereka yang wushul terhadap kesaksian, kesederhanaan dan kesetiaan terhadap proses perjuangan Ayah Muhammad dan Ibu Halimah.
Tidak berlebihan kiranya, Ijazah Padhangmbulan adalah sikap birrul waalidain, meneruskan jariyah Ayah dan Ibu, serta kesetiaan menemani sesama manusia di hadapan Allah dalam rengkuhan kasih sayang Rasulullah.