Ijazah Maiyah
Kepada Tiga Pujangga
Masyarakat Maiyah akan mempersembakan Ijazah Maiyah kepada tiga Pujangga Nusantara, Guru Besar Universitas Semesta Maiyah, melalui forum ‘Kenduri Cinta’ pada 12 Juli 2019. Kemudian Ijazah Maiyah juga dipersembahkan kepada Pujangga dan Guru Besar yang lain di forum ‘Masuisani’ (Maiyah Sumur Ilmu dan Sawah Nilai) Denpasar Bali pada 5 Agustus 2019.
Kandungan Ijazah Maiyah bukan jumlah materi yang memadai, melainkan rasa cinta, penghormatan yang mendalam, serta rasa terima kasih atas keteladanan hidup para beliau hingga usia sepuhnya. “Wa amma bini’mati robbika fahaddits”.
Pertimbangan dan kriteria Ijazah Maiyah tidak sama dengan berbagai Penghargaan atau Award yang biasa diberikan di luar Maiyah. Ijazah Maiyah bukan berpedoman kepada ketokohan seseorang. Bukan kebesaran. Bukan kehebatan. Bukan prestasi kasat mata keduniaan. Beberapa tahun silam Ijazah Maiyah dipersembakan kepada 12 orang yang kebanyakan nama mereka tidak dikenal oleh publik, terlebih-lebih lagi lapisan mainstream dan kaum elite – dengan pertimbangan “pelaksanaan kebenaran, kesungguhan, otentisitas, kesetiaan dan keikhlasan kepada diri dan kehidupannya sebagaimana yang Allah swt niscayakan”.
Sekumpulan orang, kebanyakan kaum muda dan sangat muda, yang menyebut dirinya Masyarakat Maiyah, berhimpun memasuki satu gelombang yang bernama Maiyah, karena sama-sama merasa kelaparan nilai dan kehausan makna di Negeri dan Bumi tempat tinggalnya.
Mereka bersyukur pelan-pelan menemukan manusia-manusia yang memiliki maqam untuk layak diberi penghormatan. Terutama karena beliau-beliau itu terbukti mampu mempertahankan hidupnya sampai sepuh dari arus besar Peradaban di mana Allah swt sangat disepelekan, meskipun nama-Nya selalu disebut-sebut, dikibar-kibarkan, dan firman-firman-Nya dibaca serta dilombakan.
Ijazah Maiyah tidak penting bagi selain Masyarakat Maiyah sendiri. Ijazah Maiyah ini dipersembakan dengan (mengutip Pengantar Ijazah Maiyah): “memohon maaf bahwa peristiwa takzim ini diketahui dan berlaku hanya di lingkup sangat kecil, yakni Masyarakat Maiyah, yang tidak dikenal oleh Indonesia, apalagi dunia”.
“Peristiwa ini tidak ada gemanya kecuali di dalam jiwa kami sendiri Masyarakat Maiyah. Semua yang dilakukan oleh Maiyah selama seperempat abad di puluhan ribu titik Tanah Air, tidak dikenal, tidak berperan dan tidak menyumbang nilai apapun bagi bangsa besar serta Negara dahsyat yang bernama Indonesia, beserta media-medianya yang gemerlap dan gegap gempita”.
Bahkan Masyarakat Maiyah sendiri tidak mampu dan memang tidak pernah menghitung berapa jumlah mereka, mengerjakan kehidupan dan belajar bersama di berapa Simpul, Lingkaran, Segmen, Cipratan atau Sapuan. Dunia dan Negeri kampung halaman mereka tak mengenal mereka, kecuali sejumlah orang yang di dalam jiwanya terdapat dinamika gelombang yang sama.
Tidak ada pemimpin Maiyah kecuali masing-masing Pelaku Maiyah atas dirinya sendiri-sendiri maupun bersama, agar selamat di hadapan Allah swt dan syukur punya kualitas dan kelayakan untuk dicintai oleh-Nya. Mbah Nun sendiri bukanlah tokoh Maiyah, melainkan sekadar seperti Kiai Talang, yang menampung rahmat hujan dan menyalurkannya ke bumi sekitarnya.
Para Pelaku Maiyah, yang beralamat di Jannatul Maiyah, hidup di wilayah yang Allah swt menyebutnya sebagai Akhirat. Dunia hanyalah tahap audisi dan ujian untuk memperoleh hak kependudukan permanen di Akhirat, yang sudah berlangsung sejak setiap makhluk dilahirkan, diadakan atau diselenggarakan.
Setiap Pelaku Maiyah memimpin dirinya masing-masing (“kullukum ro’in wa kullu ro’in mas`ulun ‘an ro’iyyatihi”) menjalani ujian Allah swt, memelihara diri dari yang tidak disukai oleh Allah swt.
Thariqat atau metode pembelajaran hidup utama Maiyah adalah pelatihan bersyukur dan peningkatan kemampuan menikmati apa saja yang dianugerahkan oleh Allah swt. Sehingga mampu berjuang dengan diri dan hartanya, melalui keluarga, masyarakat dan Negerinya, menyumbang keindahan dunia serta memaksimalkan manfaat bagi sebanyak mungkin manusia (“khoirunnasi anfa’ahum linnas”).
Maka dalam dinamika kehidupan sehari-sehari, di samping pada momentum tertentu mempersembahkan Ijazah Maiyah kepada para Uswatun Hasanah – setiap pelaku Maiyah menggali, mendasari dan membangun dirinya sendiri-sendiri bersama keluarganya serta bersama seluruh Masyarakat Maiyah: senantiasa mendaki nilai ke langit keabadian Allah, sehingga diam-diam mereka menemukan Ijazah Maiyah pada kehidupan mereka masing-masing dan bersama-sama.
Yogya, 7 Juli 2019
Emha Ainun Nadjib