CakNun.com
Maiyahan Cak Nun dan KiaiKanjeng ke-4113

GP Ansor Kalipang Ngalap Berkah dan Sinau Bareng

Liputan Sinau Bareng Mbah Nun dan KiaiKanjeng di Lapangan Desa Kalipang Sugio Lamongan, Minggu 22 September 2019
Helmi Mustofa
Waktu baca ± 6 menit

Sinau Bareng tadi malam digelar di lapangan Desa Kalipang Kecamatan Sugio Kabupaten Lamongan. GP Ansor ranting Kalipang menyelenggarakan Sinau Bareng ini dalam rangka memeringati Harlah GP Ansor ke-85 dan Harlah NU ke-93.

Merupakan suatu keluwesan bahwa dua harlah tersebut diperingati tadi malam 22 September 2019 sementara Harlah GP Ansor itu sendiri aslinya di bulan April, kalau tak salah, dan harlah NU di akhir bulan Januari. GP Ansor Kalipang seakan mengajarkan untuk memeringati sesuatu momentum penting bisa (atau seharusnya) kapan saja.

Lapangan desa ini keadaannya pecah-pecah dan tak rata sehingga banyak jeglongan di sana sini dan tampaknya telah lama tidak memungkinkan untuk dipakai pertandingan sepakbola, namun dia masih memungkinkan untuk pertemuan-pertemuan atau aktivitas seperti Sinau Bareng tadi malam. Panggung KiaiKanjeng sejak sore bersibuk persiapan. Menjelang maghrib lighting telah dicoba. Beberapa warna menyorot ke berbagai titik, atas tengah maupun bawah.

Saat KiaiKanjeng melakukan cek sound, baris terdepan sudah mulai ditempati. Padahal acara masih lama untuk dimulai. Artinya, hampir tiga jam sebelumnya mereka sudah duduk anteng di atas lemek yang mereka bawa. Konon, jamaah yang biasa tampak di barisan depan Sinau Bareng ini sampai punya grup WA tersendiri.

Mbah Nun dan KiaiKanjeng sangat serius mempersiapkan Sinau Bareng. Ilmu dan kegembiraan disiapkan, dirasakan dari menit ke menit, dan ditata terus setiap detik menjelang dan selama berlangsung acara. Di antaranya, untuk teman-teman Ansor yang sedang memeringati ultahnya ini Mbah Nun meminta Mbak Nia dan KiaiKanjeng membawakan lagu yang dulu populer di kalangan NU. Lihat pada news pendek sebelumnya. Ini sekaligus berarti KiaiKanjeng mengajak warga Nahdliyin untuk nguri-nguri khasanahnya yang mungkin sudah jarang didengat atau diingat.

Di atas panggung, Mbah Nun ditemani Pak Camat, Kapolsek, Danramil, Bu Lurah, teman-teman GP Ansor Kalipang, pengurus NU Sugio, maupun beberapa kyai dan tokoh masyarakat. Jamaah mengalir sejak sore, dan usai maghrib makin banyak. Usai isya rangkaian acara sudah dimulai, ada shalawatan, pembacaan ayat suci al-Qur’an, dan beberapa sambutan. Pukul 20.30 Mbah Nun dan rombongan beliau-beliau bergerak menuju panggung.

Di atas panggung pula, Mbah Nun dan bapak-bapak narasumber memandang para jamaah yang telah memenuhi lapangan Kalipang ini dan bersiap mengikuti Sinau Bareng. Sebagian jamaah mengambil tempat di sisi kanan dan kiri panggung, bahkan sebagian lain juga ada yang di belakang panggung di bawah-bawah pohon atau di atas semak-semak. Di mana nyaman di dapat di situ mereka mengambil tempat untuk menyimak Sinau Bareng. Di kanan dan kiri panggung juga berdiri layar besar yang membantu mereka yang berada jauh di belakang untuk bisa menyaksikan suasana yang berlangsung di panggung maupun di area jamaah.

Seperti pada Sinau Bareng sebelum-sebelumnya, yang berlangsung adalah ilmu dan kegembiraan yang didapat tidak secara kognitif, melainkan melalui mencipta laku. Berbagai workshop bersama KiaiKanjeng. Juga tadi malam Mbah Nun minta perwakilan Pagar Nusa untuk memeragakan gerakan dasar pencak silat Pagar Nusa. Di situ kemudian Mbah Nun memaknakan untuk mereka dan semua yang hadir apa arti pencak dan apa arti silat dan sejak kapan kata silat dipakai.

Bukan hanya itu, selain Pagar Nusa, teman-teman dari perguruan lain juga diajak naik. Ada Tapak Suci, Kera Putih, dan ada satu lagi yang mengaku “merdeka” (tidak mewakili perguruan apapun). Kontan ini ekspresi persaudaraan dan kebersamaan antar perguruan maupun nonperguruan. Kemudian Mbah Nun minta mereka semua saat lagu Padhangmbulan dan Suket Teki dihadirkan berjoget dengan basis gerakan dari gerakan pencak masing-masing.

Sebuah momen mencipta tahadduts bin ni’mah dan memaksimalkan berkah Allah berlangsung ketika Mbah Nun menginisiatifi membeli makanan dan minuman para pengasong dan meminta para pengasong itu membagikan makanan dan minuman mereka ke jamaah. Bapak-bapak yang di atas panggung diajak berpartisipasi. Beberapa saat berlangsung proses ini sembari diiringi shalawat dari KiaiKanjeng.

Untuk kesekian kalinya Mbah Nun mengingatkan untuk tidak menganggap remeh semua workshop maupun peristiwa yang berlangsung di Sinau Bareng, sebab itu praktik nyata dari ngelmu iku kalakone kanthi laku. Ini semua adalah laku. Mbah Nun juga mengatakan ini adalah praktik ‘amal yang berarti kerja, gerak, dan tandang. Ilmu tidak boleh hanya kognitif, ia harus dan akan maksimal jika ditempuh dengan ‘amal.

Sementara itu menyangkut hal-hal ke-NU-an dalam momen teman-teman GP Ansor Kalipang memeringati Harlah GP Ansor ke-85 dan Harlah NU ke-93, Mbah Nun memercayakan kepada Kyai Muzammil untuk menyampaikan paparan-paparan yang penting dan relevan.

Lainnya

Fiqih Tanpa Aqidah, Bumi Tanpa Langit

Fiqih Tanpa Aqidah, Bumi Tanpa Langit

Setelah Wirid Wabal yang dipandu Hendra dan Ibrahim, Kenduri Cinta edisi Maret 2016 yang mengangkat “Fiqih Tanpa Aqidah, Bumi Tanpa Langit” kemudian dimulai dengan sesi prolog.

Kenduri Cinta
Kenduri Cinta
Hilwin Nisa
Hilwin Nisa

Tidak

Tidak
KiaiKanjeng of the Unhidden Hand

KiaiKanjeng of the Unhidden Hand

Sejak jum’at siang (8/5) KiaiKanjeng sudah berada di Jakarta untuk malamnya menghadiri Kenduri Cinta, setelah menjalani rangkaian Maiyahan di Jawa Timur, mulai tanggal 4 Mei 2015 di Universitas Airlangga Surabaya, kemudian 5 Mei 2015 di Universitas PGRI Adibuana Surabaya, dilanjutkan tanggal 6 Mei-nya di Sidoarjo.

Kenduri Cinta
Kenduri Cinta