Empat Amniyat, Bergembira dan Menikmati
Fakta kehidupan ini bukan hanya lingkaran, melainkan bulatan, itupun dalam bulatan dalam bulatan dalam bulatan sampai tak terhingga.
Tidak benar-benar berbentuk bulatan. Itu hanya jangkauan pandang keterbatasan persepsi dan determinasi manusia. Kata, bahasa dan apapun alat manusia, tidak akan mampu menjangkau fakta alam ciptaan Tuhan. Apalagi Tuhan itu sendiri.
Framing atau terminologi “Berlaku Nilai, Berlaku Pasar, Berlaku Istana atau Kuasa”, sama sekali tidak dan belum memadai untuk menggambarkan kebulatan dan kemenyeluruhan kehidupan.
Ia hanya sketsa simbolik di awal pandangan kerja akal manusia. Ia sekedar kamera buram meneropong langit yang dahsyat dengan misteri benda-benda alam semesta yang tak kan terjangkau oleh manusia meskipun ia sudah menjadi warga Sorga pada suatu waktu.
Terhadap keburaman pandang kemanusiaan itu Maiyah tidak berobsesi untuk berpendapat bahwa solusinya adalah mendaki ke puncak pengetahuan dan inti ilmu, melainkan berpegang pada “beriman kepada yang tak terjangkau”. Meskipun Maiyah sudah mereformasi dan merevolusi segala jenis pandang ilmu dan pengetahuan sehingga “membatalkan kebenaran” yang dipegang oleh ummat manusia selama berabad-abad — tetapi Maiyah tidak menebak diri pada cara berpikir bahwa “segala sesuatu yang tidak bisa dicapai dan dibuktikan oleh metode pandang ilmu adalah bukan sesuatu, bukan fakta, bukan kebenaran”.
Pencarian ilmu dan pengetahuan Maiyah tidak berpuncak pada ketinggian ilmu dan pengetahuan, melainkan pada kerendahan hati di hadapan kebanyakan fakta alam dan kehidupan yang mustahil dipahami oleh manusia “.
Manusia Maiyah tidak menikmati kelucuan “menaklukkan Tuhan” atau “membuktikan ada atau tiadanya Tuhan sehingga menyimpulkan bahwa Tuhan ada atau tidak ada”.
Orang Maiyah meyakini dan memegang teguh informasi “Wama uutitum minal ‘ilmi illa qalila”, dan tidak mengurusi orang yang tidak mempercayai dan tidak memegangnya.
Orang Maiyah menikmati “La tudrikuhul abshar wa Huwa yudrikul abshar wa Huwal Lathiful Khobir” tanpa berkeberatan terhadap yang tidak menikmatinya atau bahkan yang mengejek dan membodoh-bodohkannya.
Orang Maiyah mengasyiki bersama saudara-saudaranya “Robbana ma kholaqta hadza bathila” tanpa membenci siapapun yang berpikir atau berlaku sebaliknya, melainkan bahkan tidak tega hati kepada mereka dan selalu siap mengasihi dan menyantuni hati mereka.
Di dalam dan di seputar, di kandungan dan di keterkandungan “Manusia Nilai, Manusia Pasar, Manusia Istana” terdapat gradasi, variabel, dari, kepada, pada, tentang, adapun, dipandang dari, memandang ke, serta beribu wilayah kreativitas, simulasi, pengandaian, simulasi, detailing, pengembangan dan berbagai tak terbatas lebih luas dan mendalam lagi — sebenarnya hanya berangkat dari empati dan kasih sayang hati saya kepada semua anak cucu Maiyah. Ada empat Amniyat, jangkauan, cita-cita, tujuan.
Pertama, saya gelisah jangan sampai para pejalan Maiyah mengalami salah pandang, keliru analisis, tidak tepat metode, atas segala yang berlangsung di sekelilingnya, dari skala nasional maupun mondial — yang saya khawatirkan akan menimbulkan kesedihan, frustrasi, keputusasaan, keprihatinan, kemarahan dan apapun yang merugikan diri mereka sendiri. Padahal mereka sebenarnya tetap berada dalam posisi kreatif tapi tenteram, ijtihadiyah tapi muthmainnah.
Kedua, anak cucuku Maiyah bersama keluarganya, perlu saling menuntun untuk mengetahui, memahami dan menerima dirinya, kehidupannya berserta semendasar mungkin prinsip kemakhlukan yang ditentukan oleh Allah — demi ia beserta keluarganya. Mereka tidak perlu tertekan oleh sesuatu yang tidak semestinya menekan. Tidak dibikin menderita oleh sesuatu yang kemudian dipahami bahwa itu tidak selayaknya membuatmu sekeluarga menderita.
Ketiga, alhamdulillah wa syukru lillah apabila Beliau berkenan menjadikan anak cucu Maiyah yang sudah ajeg menthariqati dirinya sebagai Al-Mutahabbina Fillah akan menjadi pengelola zaman beberapa langkah di depan kalian. Perkenan Allah dipertimbangkan berdasarkan kesungguhan kalian belajar dan berlatih menjadi manusia utuh, seimbang, pandai bersyukur, menemukan ketaatan yang nikmat kepadaNya.
Keempat, lebih alhamdulillah lagi dan piutang dari Allah dilimpahkan kepada seluruh ummat manusia di dunia untuk pada akhirnya menemukan formula husnul khathimahnya, dipandu oleh para pelaku Maiyah di berbagai wilayah di muka bumi. Sejarah dunia dipenuhi oleh generasi-generasi manusia dengan egosentrisme, penuhanan nafsu, pengkerdilan ilmu, penyempitan pengetahuan, dan perendahan hakekat manusia dan kemanusiaan. Tetapi lebih dari dua dekade Allah menumpahkan qudrah mahabbahNya, melimpakan barakah keajaiban dan nikmah kekuasaanNya kepada semua masyarakat Maiyah.
Maka empat amniyat ini sangatlah “mudah bagi Allah swt”. “Wa kana dzalika ‘alallahi yasiraa”. Manusia tinggal bergembira dan menikmati. Tidak usah berobsesi menembus pengetahuan Allah, kemudian putus asa dan ditutupi dengan kesombongan sebagaimana etos intelektual tujuh abad mutakhir ini: yang menyimpulkan bahwa segala sesuatu yang tidak bisa dibuktikan secara ilmiah-akademis, dianggap tidak ada dan diakui bahwa ia tidak ada.
15 Agustus 2019
(Mbah Nun)