CakNun.com
Maiyahan Cak Nun dan KiaiKanjeng ke-4138

Desa Condongcatur Peringati Hari Jadi Ke-73 Dengan Sinau Bareng

Sinau Bareng Mbah Nun dan KiaiKanjeng dalam rangka hari jadi ke-73 Desa Condongcatur Depok Sleman Yogyakarta, Jum'at, 20 Desember 2019
Helmi Mustofa
Waktu baca ± 5 menit

Pelan tapi pasti, Mbah Nun mengolah Sinau Bareng bareng tadi malam benar-benar sebagai proses sinau sekurang-kurangnya pada dua hal: potret lebih detail mengenai Condongcatur dan nilai-nilai kepemimpinan yang berlangsung di dalamnya. Dalam hal kepemimpinan misalnya, masyarakat menjadi lebih dekat untuk mengenal sosok Pak Lurah yang ternyata lebih banyak mengedepankan prinsip pengayoman sebagaimana ilmu dasar kepemimpinan rububiyah-mulkiyah-uluhiyah yang disampaikan Mbah Nun dalam banyak Sinau Bareng.

Juru bicara kelompok Remaja Masjid menggambarkan bahwa Pak Lurah adalah pemimpin yang baik karena selalu dekat dengan kelompok-kelompok di dalam masyarakat, mudah dikontak, bahkan jika ada yang meninggal dunia misalnya Pak Lurah akan takziyah, begitu pula dengan undangan-undangan lainnya. Sementara dari kelompok Karangtaruna, bisa diperoleh gambaran bahwa dari Pak Lurah generasi muda mendapatkan kesempatan dan dukungan untuk berkiprah seluas-luasnya di desa Condongcatur ini.

Melalui presentasi tiga kelompok diskusi di mana setiap kelompok mewakili kategori sosial yang berbeda yang ada di Condongcatur — perangkat desa, karangtaruna, dan remaja masjid — Mbah Nun memandu seluruh hadirin belajar melihat dan menganalisis perkembangan suatu wilayah dalam hal ini desa Condongcatur.

Ketiga kelompok ini mendapatkan tiga pertanyaan penggalian dari Mbah Nun. Pertama, apa aset utama desa Condongcatur yang paling berharga. Ketiga, hari jadi ke-73 desa Condongcatur ini mengambil tagline “Condongcatur Untuk Semua”. Apa saja kira-kira yang akan di-semua-kan di situ? Ketiga, apa gunanya (manfaat, makna, inspirasi, pengaruh, dll) agama Islam di desa Condongcatur?

Kepemimpinan desa yang baik, sumber daya manusia yang unggul dan berlimpah, kepastian hukum yang berkenaan dengan status wilayah, dan wilayah yang strategis adalah beberapa jawaban atas pertanyaan yang pertama. Bagi Mbah Nun, disebutkannya SDM atau manusianya perlu diacungi jempol, di mana pembangunan tidak boleh melupakan “manusia”, bahkan seharusnya titik tekan dan orientasi pembangunan ada pada “manusianya”, bukan pada gedung-gedung atau sarana kasat mata lainnya.

Adapun untuk pertanyaan kedua, masyarakat dan jamaah mendengarkan jawaban seperti hak dan kewajiban yang setara, perencanaan desa yang melibatkan warga, kesejahteraan dan peluang-peluang, kesempatan bagi kawula muda untuk memberi warna, kerukunan, dan kegotongroyongan.

Sedangkan pertanyaan yang ketiga memunculkan jawaban yang menunjukkan bahwa agama memberikan inspirasi dan tuntunan nilai yang perlu diterapkan di dalam masyarakat. Rahmatan lil ‘alamin, khoirun naas anfa ‘uhum lin naas, rahman dan rahim (kasih sayang), tepo seliro, saling mengingatkan, saling menghargai, saling menjaga tenggang rasa adalah deretan jawaban untuk pertanyaan mengenai fungsi agama di dalam masyarakat, dalam hal ini sebagaimana berlangsung di Condongcatur dan dirasakan para anggota kelompok diskusi tadi.

Kekurangan tentu saja masih ada, dan itu juga telah ditanyakan Mbah Nun kepada kelompok remaja Masjid yakni apa saja kekurangan yang masih ada di desa Condongcatur. Dengan metode kelompok diskusi dan tanya jawab dengan mereka, Mbah Nun telah membawa kita melihat Condongcatur dalam perspektif kompleksitas dalam arti setiap desa yang bergerak dalam laju pembangunan dan perkembangan akan menghadapi kompleksitasnya sendiri-sendiri.

Persis di titik itulah, Mbah Nun telah mengajak jamaah dan masyarakat melihat bagaimana Pak Lurah beserta perangkat desa dan warga masyarakat Condongcatur menjawab tantangan yang ada. Pada usianya ke-73, Condongcatur memang telah berkembang menjadi bagian dari wilayah urban Yogyakarta, namun nilai-nilai keguyuban dan kebersamaan tetap dijaga sebagai salah satu respons atas kompleksitas yang melekat di dalam perkembangan tersebut.

Sinau Bareng tadi malam memfasilitasi masyarakat mendengar secara langsung mengenai desa Condongcatur dari para stakeholder-nya sehingga tidak hanya mengenal secara sekilas melalui penglihatan mata atas wujud-wujud fisikal yang ada di Condongcatur. Mbah Nun telah membawa kita pada suatu rihlah sosiologis lewat Sinau Bareng dalam rangka hari jadi ke-73 desa Condongcatur tadi malam, dan rasanya apa yang talah diolahpikirkan oleh Mbah Nun itu merupakan suatu bentuk kualitatif dari selamat ulang tahun kepada desa Condongcatur.

Tentu saja lagu-lagu KiaiKanjeng juga hadir sebagai bagian penting dari perjalanan keindahan kebersamaan Sinau Bareng tadi malam. Untuk hari jadi Condongcatur tadi malam misalnya KiaiKanjeng mempersembahkan medley Yogyakarta. Pada bagian akhir, KiaiKanjeng menyuguhkan medley era yang menderet lagu-lagu dari berbagai era. Pada nomor ini, Pak Lurah ikut bernyanyi gembira. Jiwa mudanya pun tak bisa menghindar.

Spesial juga bahwa Duta dan Adam Sheila On 7 hadir. Duta adalah salah satu warga desa Condongcatur. Ia ucapkan selamat hari jadi ke-73 untuk desanya, disusul kemudian dua nomor lagu Ia tembangkan berkolaborasi dengan KiaiKanjeng.

Lainnya

KiaiKanjeng of the Unhidden Hand

KiaiKanjeng of the Unhidden Hand

Sejak jum’at siang (8/5) KiaiKanjeng sudah berada di Jakarta untuk malamnya menghadiri Kenduri Cinta, setelah menjalani rangkaian Maiyahan di Jawa Timur, mulai tanggal 4 Mei 2015 di Universitas Airlangga Surabaya, kemudian 5 Mei 2015 di Universitas PGRI Adibuana Surabaya, dilanjutkan tanggal 6 Mei-nya di Sidoarjo.

Kenduri Cinta
Kenduri Cinta
Hilwin Nisa
Hilwin Nisa

Tidak

Exit mobile version