Bulungan Belajar Berkesanggupan Menahan Diri
“Jangan berdebat kalau tidak tahu benar persoalan dan ilmunya. Jangan nge-share kalau tidak tahu asal-usulnya. Jangan ngomong kalau bukan kebaikan dan kebijaksanaan hasilnya.”
Dalam Sinau Bareng di Lapangan Agatis Tanjung Selor Bulungan Kalimantan Utara yang benar-benar bersuasana belajar menata masyarakat, Mbah Nun mengajak seluruh jamaah dan masyarakat untuk benar-benar lebih banyak menahan diri. Ini disampaikan Mbah Nun mengingat betapa banyak kata-kata yang muncul saat ini dalam obrolan sehari-hari entah di medsos, di politik, atau di manapun yang ternyata menjadi lebih banyak menyulut pertengkaran. Kata menjadi pemicu konflik. Secara langsung Mbah Nun mensurvei dan meminta jamaah untuk menyebut contoh kata-kata apa saja dalam percakapan di Indonesia yang menjadi point of conflict. Tersebutlah misalnya kata PKI, Bid’ah, Kafir, Radikal, Teroris, Bendera Tauhid, Pancasila, dan lain-lain.
Itulah sebabnya, Mbah Nun berpesan di hadapan jamaah dan jajaran pemerintah Kabupaten Bulungan termasuk Wakapolda Kaltara Kombes Pol Drs. Zainal P. yang hadir tadi malam agar semuanya bisa menahan diri untuk tidak berdebat, ngomong, atau ngeshare sesuatu yang tidak dikuasai betul. Mbah Nun juga mengajak para hadirin untuk memastikan diri terlebih dahulu belajar memahami (suatu) kata, baru kemudian kata itu dalam kalimat, lalu kata dan kalimat itu dalam setiap konteks-konteksnya. Dengan cara itu, mereka dapat membenahi setiap kata yang dipakai tetapi telah bias dan keruh selama ini.
Pembelajaran yang asik, akrab, enak, tetapi juga memuat struktur ilmu dan metode semalam dapat disaksikan dan dirasakan bersama. Mbah Nun meminta dibentuk empat kelompok dari jamaah. Kepada mereka Mbah Nun mendistribusikan tugas yaitu merumuskan apa-apa yang harus dipertahankan dan apa-apa yang harus dihilangkan, masing-masing pada skala individu, kelompok, keluarga, dan negara. Kemudian, saat presentasi kelompok ini, Mbah Nun meminta Pak Kapolres Bulungan AKBP Andreas Nugroho Susanto SIK bertindak sebagai moderator. Lalu Pak Wakapolda, Sekda, dan stakeholder lain untuk merespons paparan dari masing-masing kelompok.
Terasa sekali bagaimana Mbah Nun membawa semua hadirin masuk ke dalam contoh sederhana,tapi barangkali jarang dilatihkan, tentang bagaimana peran dan fungsi yang selayaknya berjalan di dalam suatu masyarakat. Masing-masing saling tersambung dan berbagi. Bahkan jamaah pun juga merupakan contoh bagaimana masyarakat luas dapat menyimak dan merasakan dengan baik apa-apa yang berlangsung di antara para pemangku kepentingan. Panggung Sinau Bareng menjelma latihan nyata bagaimana membangun mekanisme pemrosesan suatu hal yang menjadi concern bersama.
Dari sinilah, Mbah Nun berpesan agar di Bulungan ini Sinau Bareng diteruskan dengan membuat forum melingkar rutin, dihadiri polres, pemerintah, dan Jamaah, untuk belajar sungguh-sungguh mengupas dan mencari solusi atas masalah yang dihadapi, misalnya, angka perceraian yang tinggi. Dalam forum itu bisa dikaji apa-apa yang salah dalam pengelolaan keluarga.
Demikianlah salah satu dimensi dalam Sinau Bareng tadi malam yang tak lain bisa dikatakan sebagai tandur biji yang dilakukan Mbah Nun kepada masyarakat Bulungan yang hadir. Baik Pak Wakapolda dan Kapolres serta jajaran lain dari pemkab Bulungan merasakan kesungguhan Sinau Bareng tetapi sekaligus juga menikmati kegembiraan yang terbangun. Bapak-bapak itu asik dalam setiap suasana yang tercipta dan terlihat termigrasikan performa formal mereka menuju suasana yang informal, rileks, santai, meski mereka mengenakan seragam polisi. Pak Kapolres dapat merasakan kedekatan dan kebersatuan secara langsung dengan masyarakat. Bahkan ikut bernyanyi, bergembira. Bahkan pula Pak Wakapolda setelah ikut bernyanyi di akhir acara, pada nomor lagu Kemesraan meminta main drum, dan menyebabkan mas Jijid harus sejenak rehat hehe…
Tentang situasi Sinau Bareng seperti ini, Mbah Nun sempat sampaikan seusai menyaksikan bagaimana keterlibatan-gembira jamaah saat KiaiKanjeng bawakan lagu Medlei Era yang di salah satu bagiannya terdapat lagu populer “Sayang”. Mbah Nun bilang, “Selama ini pengajian nggak ada lagu seperti ini. Kalau acara ndangdutan baru ada. Nah, ini cara berpikir sekuler modern. Pertanian ya pertanian, dan tak ada kaitan dengan yang lainnya. Kita harus kulliyah, harus punya komprehensi. Setiap departemen dalam pemerintahan harus saling terkait dan kerja sama.”
Begitulah, sama-sama kita saksikan dalam setiap Sinau Bareng bagaimana jamaah diajak memasuki kekayaan dan komprehensi: ada khusyuk, ada mikir, ada gembira, ada komunikasi, dan ada suasana-suasana lainnya secara proporsional dan tepat ruang-waktunya.
Acara Sinau Bareng bertajuk “Merawat Indonesia dari Ujung Borneo” ini dihadiri masyarakat Bulungan dan sekitarnya. Bahkan ada pula yang datang jauh-jauh dari Samarinda yang berarti menempuh perjalanan darat 16 jam lamanya. (Helmi Mustofa)