CakNun.com

Bertahalli dalam Mulat Saliro

Catatan Sewindu Maneges Qudroh, 5 Februari 2019
Maneges Qudroh
Waktu baca ± 13 menit

Tradisi Rasulullah yang Terabaikan

Kemudian Mulat Saliro tersebut mulai dijelaskan oleh Syaikh Nursamad yang memulai dengan menyuruh jamaah untuk sejenak merefleksikan diri sebagai ummat. Karena dalam keadaan sekarang, makna Islam seakan disalahartikan oleh beberapa golongan tertentu melalui tindakan-tindakan mereka. Banyak yang mengaku-ngaku sebagai ummatnya Rasulullah. Kita yakin, kita semua disini juga sangat berupaya keras menjadi pengikut setia Nabi Muhammad.

”Tapi mengapa belum ada tanda-tanda kita akan mencapai taraf yang akan dicapai pada masa Rasulullah di Madinah?” Syaikh Kamba mengajak para jamaah untuk aktif dalam alur pembelajaran ini. Tapi kenapa tidak menghasilkan sesuatu yang sama di saat transformasi budaya ‘hijrah’ pun sekarang sedang menjadi trend. Suatu keadaan yang didambakan masih sangat jauh dari realita, malah rasa-rasanya semakin menjauh walaupun dengan trend ‘hijrah’ tadi. “Apakah ada yang salah? Kenapa tidak menghasilkan sesuatu yang sama? Jangan-jangan ada ketidaksamaan perintah dengan apa yang ditawarkan oleh Rasulullah.” Kembali Syaikh Kamba mengajak jamaah untuk lebih mendalami keadaan yang terjadi.

Sebuah kabar sekaliber hadits pun bisa mengandung alternatif benar dan salah. Syaikh Kamba memberi contoh dengan sebuah hadits tentang poligami, yang memiliki makna istri 2 sampai 4 adalah sunnah. Tapi di sisi lain, Allah mengindikasikan kepada para hamba-hamba-Nya yang terkasih dan tersayang bahwa kalian tidak akan pernah bisa berbuat adil. Dan kita pun tidak akan pernah bisa adil dalam berinteraksi dengan kaum perempuan walaupun kita sudah berusaha. Jadi jangan terjerumus ke dalam frase benar dan salah. Apalagi dengan gagah berani membenarkan sesuatu yang selama itu masih di sisi kita atau dalam pemikiran kita. Kebenaran tersebut hanyalah bersifat relatif. Karena kebenaran yang sejati hanya milik Allah.

Selanjutnya kita diarahkan untuk lebih mencermati Piagam Madinah. Dari 42 pasal yang tertera, di situ sama sekali tidak dicantumkan istilah rakyat. Yang ada hanyalah ummat. Kenapa? Menurut penjelasan Syaikh Kamba, beliau menyatakan bahwa Rasulullah pada waktu itu sangat percaya kepada kemerdekaan dan independensi seseorang. Ummat lah yang sejatinya memiliki dirinya sendiri, sedangkan Nabi hanya memberikan penjelasan secara persuasif dan keteladanan sikap. Tidak ada lembaga hukum, sehingga keadaan mengharuskan kita untuk ber-Mulat Saliro dengan berinisiatif untuk lebih sadar diri. Karena kesadaran diri akan lebih mengaktifkan atau membangkitkan hati nurani seseorang.

Piagam Madinah sendiri merupakan suatu bentuk persaudaraan. Di mana kalau hal tersebut kita kembali refleksikan lagi pada zaman sekarang yang banyak mengaku sebagai pengikut Nabi. Kita melihat ada sesuatu yang tidak sesuai dalam tradisi Rasul yang diabaikan dalam membangun sebuah peradaban. Tradisi paling utama adalah kemandirian atau independensi seorang hamba. Tapi, faktanya banyak yang masih gusar oleh literasi-literasi yang berbeda tafsiran dengan sumber yang didapatnya. Hingga menimbulkan kecemasan jika ada yang berbeda pandangan darinya, yang memicu konflik-konflik agama yang tidak semestinya. Bukankah Allah adalah sumber dari segala ilmu?

Yang kedua adalah pembebasan diri dari segala ego-ego pribadi. Dalam buku Syaikh Kamba yang berjudul “Kids Zaman Now” hal ini disebut dengan tazkiyatunnafs. Disini kita bisa belajar pada peristiwa bedah dada Nabi Muhammad oleh Malaikat yang merupakan esensi dari pembersihan diri. Seakan menjadi peristiwa yang menjadi awal untuk dapat lebih mengenal hakikat diri. Segala sifat hasad, iri, maupun dengki dikeluarkan dari darah Rasulullah. Hingga sifat kelemah-lembutan, kesabaran dan sikap lebih menghormati orang lain yang tertanam. Atau dalam dunia tassawuf sering disebut dengan tahalli.

Lalu tradisi ketiga adalah menerapkan kebijaksanaan. Kebijaksanaan ini juga tidak mudah untuk dilakukan. Bahkan, seorang Nabi sendiri sering ber-khalwat (menyendiri/menjauh dari keramaian) untuk dapat melihat seperti apa kebijaksanaan itu. Pada zaman era digital seperti sekarang sudah menjadi hal yang wajar jika kebijaksanaan mulai terkikis dari budaya. Segala perbedaan kurang disikapi dengan ketenangan yang akhirnya hanya menghasilkan kotak-kotak pemikiran tertentu yang saling merasa paling benar.

Semakin ke bawah ternyata tradisi Nabi semakin hilang. Di nomor keempat adalah kejujuran. Korupsi dan hoaks merupakan sedikit perwujudan dari hilangnya sikap jujur pada bangsa ini. Jangankan kepada bangsa, kepada diri sendiri saja kejujuran sering terabaikan. Dengan banyaknya konflik merupakan suatu indikasi hilangnya poin terakhir, yaitu cinta dan kasih sayang. Mbah Nun sendiri sering mengatakan jika segala sumber permasalahan yang ada di dunia ini hanya masalah cinta atau tidak cinta.

Kelima tradisi Rasulullah ini perlu kita aktualisasikan, setidaknya diawali dari diri sendiri terlebih dahulu. Kita melatih Mulat Saliro terlebih dahulu, sebelum nanti mengaktualisasikan keluar dari diri kita. Tidak boleh ada yang dijamin surga, tapi kenapa keadaan sekarang banyak yang menjual surga? “Kalau memang seorang hamba, cukup pasrah secara total kepada Tuhan dan tidak berharap apa-apa,” ungkap Syaikh Kamba. “Seseorang belum bisa mengklaim sebagai seorang pengikut nabi, harus berdaulat dengan diri sendiri, menghilangkan ego-ego, menerapkan kebijaksanaan, dan menumbuhkan cinta kasih. Baru setelah itu baru bisa mengikuti Rasulullah, syahadat bukan hanya sebatas sertifikat,” wejangan Syaikh Kamba dalam mengakhiri sesi ini.

Pembelajaran dari Syaikh Kamba berlangsung cukup lama. Hingga Syaikh berulang kali menanyakan kepada moderator, “Apakah masih bisa diteruskan?” Para jamaah terlihat serius mengikuti dengan raut wajah tegangnya. Untung Sang Moderator perhatian dengan keadaan tersebut hingga sebelum dibikin tegang lagi oleh Mas Sabrang, moderator meminta Mas Sabrang untuk bersedia memamerkan suaranya dalam irama terlebih dahulu. Guna mengendorkan ketegangan para jamaah sedari tadi. Nomer lagu ‘Ruang Rindu’ dirasa menjadi pilihan yang pas di waktu yang telah melebihi batas tengah malam saat itu.

Lainnya

Rembug Langkah Maiyah Organisme

Rembug Langkah Maiyah Organisme

Orang berilmu belum tentu faham tentang ilmunya. Orang faham belum tentu Arif dengan pemahamannya. Orang Arif belum tentu berjiwa Mengasuh. Mengasuh belum tentu santun.

Majelis Gugur Gunung
Gugur Gunung