CakNun.com

Bersyukur Telah Terlahir dari Rahimmu

Hilwin Nisa
Waktu baca ± 2 menit

Berbicara masalah kelahiran, selalu ada peran besar sosok ibu di dalamnya. Melahirkan. Mengeluarkan darah daging dari dalam rahimnya, tentu bukanlah perkara yang mudah. Diperlukan jiwa raga yang kuat, untuk berani bertaruh nyawa melahirkan sosok-sosok baru ke dunia. Tidak berhenti di situ, setelah kelahiran, masih diperlukan kesabaran dan ketelatenan sang ibu untuk membesarkan dan merawat buah hatinya.

Kalau ditarik lagi ke belakang, bahkan jauh sebelum kelahiran pun sudah ada proses panjang yang diperjuangkan ibu. Ibaratnya, seperti mempersiapkan wadah untuk ‘menggodhog’ calon jabang bayi agar kelak siap dan layak dilahirkan ke dunia. Wadah dipersiapkan, hingga kemudian calon jabang bayi dihadirkan ke wadah untuk memulai proses ‘penggodhogan’ sebelum memasuki prosesi kelahiran.

Dalam proses ‘penggodhogan’ ini pun, ibu sudah harus berpuasa menahan lelah yang berlipat-lipat. Karena lelah yang dirasakan, bukan hanya lelahnya semata. Lelah sang calon jabang bayi, ditanggungnya sementara, karena calon jabang bayi belum cukup kuat merasakan segala beban dan ancaman dari luar sana.

Belum lagi, ibu masih harus benar-benar menjaga apapun yang masuk dan keluar dari dirinya. Makanan, minuman, pikiran, tutur kata, tindakan, semua ibu jaga. Karena bagaimanapun, jabang bayi berasal dari tubuh yang sama dengan sang ibu. Kode-kode DNA dalam diri ibu, sedikit banyak akan terwariskan untuk buah hatinya. Lantas, apa hubungannya penjagaan ibu dengan DNA?

Sederhananya, dalam setiap diri kita tersimpan kode-kode informasi yang terhimpun di dalam untaian-untaian DNA. Histon, protein yang menggulung untaian DNA ini ternyata dapat dimodifikasi membentuk protein lain yang dapat menentukan kode-kode DNA mana yang diaktifkan dan mana yang tidak. Proses modifikasi histon ini sendiri dipengaruhi oleh banyak hal. Mulai dari lingkungan di mana kita berada, makanan minuman yang kita konsumsi, aktivitas kita, pola pikir, semua bisa mempengaruhi modifikasi histon yang nantinya akan menentukan kode-kode DNA mana yang diaktifkan dan tidak diaktifkan.

Tiba-tiba, bayangan saya jatuh pada tugas diciptakannya kita sebagai manusia untuk menjadi khalifah fil ‘ardl. Wakil Tuhan di muka bumi. Rupanya, sebelum me-manage hal-hal yang berada di luar diri, sudah banyak hal dalam diri kita yang menanti untuk kita jamah dan kita tata. Bisa saja kita dilahirkan dengan pemberian gen pemarah dalam tubuh kita. Tapi ternyata, itu juga bisa kita non-aktifkan dengan terus belajar di sepanjang usia kita.

Kembali ke perihal ibu dan DNA, kira-kira, kurang lebih seperti itulah hubungan antara ibu dan DNA. Tentang perjuangan ibu yang mengaktifkan kode-kode DNA ‘yang baik’, agar yang terwariskan ke keturunannya nanti adalah juga gen-gen yang baik.

Dua puluh enam tahun yang lalu, ibu yang bernama Padhangmbulan dilahirkan untuk kita. Dan jauh sebelum itu, tentu ada peran ‘rahim-rahim’ yang luhur, yang telah memperjuangkan kelahiran ibu Padhangmbulan untuk kita semua. Entah sudah seberapa besar dan panjang puasa yang dilakukan oleh ‘rahim-rahim’ itu, hingga mampu mengundang kepercayaan Tuhan untuk menitipkan ibu Padhangmbulan, yang kini juga sudah melahirkan banyak ‘anak-cucu’ baru di kehidupan kita.

Puluhan simpul Maiyah telah terlahir dari rahim ibu Padhangmbulan. Banyak nilai-nilai luhur yang diwariskan. Ajaran-ajaran cinta dan keindahan tak kurang-kurang diteladankan.

Sangat bersyukur karena telah menjadi bagian yang ‘terlahir’ dari Padhangmbulan. Ibu yang tetap bersuara di balik kesunyiannya. Sunyi yang sangat bersuara, mengetuk hati dan pikiran banyak manusia. Untuk kemudian ‘bertapa’ dalam sunyi kebersamaan, belajar menata hati dan menjernihkan pikiran dalam jalinan persaudaraan yang penuh cinta dan kasih sayang.

Pada akhirnya, selamat ulang tahun, Ibu Padhangmbulan. Sugeng tanggap warsa. Di balik nikmat syukur, tersimpan tanggung jawab moral untuk kami para anak cucu yang ‘terlahir’ dari ‘rahim-mu’. Semoga, kami diizinkan belajar banyak dari laku puasamu. Agar dimampukan kami menyalurkan estafet nilai-nilai luhur perjuanganmu. Barangkali, suatu saat, kami juga dipercayakan untuk menjadi ‘ibu’ dari kelahiran cucu-cicitmu yang baru.

Merjosari, 13 Oktober 2019

Lainnya

Exit mobile version