Banjir dan Ketangguhan Masyarakat
Hampir sepekan wilayah Jawa Timur digenangi banjir akibat curah hujan dengan intensitas tinggi, tidak terkecuali Kabupaten Madiun, Ngawi, Magetan dan Ponorogo juga terdampak banjir hingga ketinggian mencapai 2 meter. Beberapa waktu lalu rekan Fahmi Agustian melaporkan kondisi masing-masing daerah.
Sejak Rabu malam, 6 Maret 2019, rekan-rekan Maiyah Madiun turut serta membantu wilayah-wilayah yang terdampak banjir. Bersama pemerintah setempat saya dibuat haru oleh ketulusan dan perjuangan Rendra dkk. Saya menyaksikan sendiri bagaimana mereka yang tetap tertawa dan bergembira, berbasah-basahan nyemplung di genangan banjir guna mengavakuasi warga yang masih di dalam rumah, mengatur lalu lintas yang otomatis ruwet karena putusnya akses menuju kesuatu wilayah, menyiapkan tempat penampungan, sampai membuat rakit dari debog pisang untuk membagikan bantuan ke warga yang memilih bertahan dirumah masing-masing. Sama sekali tidak ada keluhan, wajah gembira dan riang layaknya anak kecil yang senang bermain di sungai. Saya ikut tertawa melihatnya.
Setelah dua malam berada di wilayah Balerejo, Kabupaten Madiun, debit air sudah mulai surut, aktivitas warga sudah kembali ke rumah masing-masing untuk bersih-bersih pasca banjir. Guna meringakankan warga setelah banjir, Pak Galuh selaku Kepala Sekolah SMK Nusantara mengerahkan siswa-siswinya untuk turut serta membersihkan fasilitas umum yang terkena banjir, seperti mushalla, kantor desa maupun sekolah-sekolah. Rekan-rekan Jamaah Maiyah Madiun bergeser ke Magetan, yang berdasarkan info masih tergenang air setinggi lutut orang dewasa. Kami memilih desa Ngelang, desa yang beberapa waktu lalu menjadi tempat Sinau Bareng Cak Nun dan KiaiKanjeng dengan kondisi hujan deras dan listrik mati hingga akhir acara.
Setiba di SDN 02 Ngelang, tempat pengungsian warga desa Ngelang, kami disambut Mas Rofiq, Panita Sinau Bareng waktu itu. Mas Rofiq didampingi Pak Lurah dan Mbah Yai Surat, sesepuh desa Ngelang. Wajah sumringah mereka sangat jelas tergambar saat kami bersalaman. Mereka masih ingat betul dengan kami. Suatu kebahagiaan tersendiri bagi kami. “Cak Nun pripun kabare Mbak?” Mbah Yai mencoba menyapa kami sambil ikut membantu menurunkan bantuan logistik. Beliau sangat terkesan dengan acara Sinau Bareng beberapa waktu lalu itu.
Desa Ngelang ini termasuk wilayah yang cukup parah menurut saya. Saat kami tiba ketinggian air di desa ini sudah menurun. Dua malam sebelumnya mencapai dada orang dewasa. “Sudah 3 Malam ini listrik padam, Mbak. Tiap malam ya gelap-gelapan begini,” cerita Pak Lurah sambil mengantar kami ke perbatasan tergenangnya air. Tempat pengungsian dihuni sekitar 100 orang, sebagian lainnya memilih bertahan di dalam rumah meski kondisi sangat minimalis. Untuk mencapai ke rumah-rumah guna menyalurkan bantuan, tim BPBD menggunakan speed boat karet.
Selain memberikan bantuan logistik dan kebutuhan warga yang mengungsi, kami juga melakukan pendampingan kepada warga yang terkena banjir. Kami mendatangi tempat pengungsian, sebagian besar adalah ibu-ibu, lansia dan anak-anak. Dan sekali lagi kami dibuat terenyuh karena mereka masih mengingat kami, padahal acara Sinau Bareng sudah berlangsung beberapa bulan silam. Mereka menceritakan kondisi desa Ngelang yang memang langganan banjir, tetapi tidak separah ini. Tiga malam berlalu tapi air belum juga surut. Kondisi ini memaksa mereka mengungsi karena gardu listrik mbledhos terkena banjir, sehingga rumah-rumah mereka gelap gulita ketika malam. Namun, tidak ada sedikit pun wajah sedih nampak tergurat, mereka tampak tabah dan tetap bahagia. Kami banyak belajar dari mereka. Semoga air segera surut dan mereka bisa kembali beraktivitas seperti biasanya.
Sebelum kami berpamitan, Mbah Yai menyampaikan keinginannya untuk bisa berbincang langsung dengan Mbah Nun, via telepon. Beliau ingin warga desa Ngelang mendapatkan suntikan semangat dari Mbah Nun, tetapi situasi belum memungkinkan karena Mbah Nun masih berkonsentrasi di pagelaran Sengkuni2019 di Surabaya.
Malam ini kami selesaikan perjalanan sinau kepada banjir, insyaAllah esok paginya akan kami lanjutkan menuju wilayah Ngawi yang kabarnya air malah baru saja tiba di beberapa desa. Sungguh benar yang dikatakan Mbah Nun, bahwa tidak ada masyarakat yang paling tabah dan tangguh selain orang Indonesia, mendapat cobaan berat mereka masih bisa tertawa bahagia bersama dengan cara mereka. MasyaAllah! (PR)