Arek-Arek Malang Asrikaton Sinau Bareng
Tidak berhenti di situ, pada tahap berikutnya jamaah diajak menyusun syahadat yang sama namun dengan menempatkan sifat-sifat Allah dalam Asmaul Husna yang maknanya masuk dalam kategori robba/pengayoman, malika/kekuasaan, dan ilah/kedahsyatan Allah. Di sini, Mbah Nun menegaskan bahwa semua ini agar supaya kita berkembang kesadarannya. Jika mengingat Allah tidak hanya ingat kata ‘Allah’ tapi ingat sifat-sifat yang lain dari Allah. Syahadat yang resmi dan baku adalah Asyahadu alla ilaha illallah wa asyhadu anna Muhammadar rasulullah.
Namun dengan mengembangkan kalimat seperti di atas, kesadaran kepada Allah menjadi lebih kuat dan mendalam. Peran-peran Allah dalam kehidupan manusia menjadi lebih diingat. Bahkan pada wa asyahadu anna Muhammadar rasulullah bisa dikembangkan, misalnya, menjadi wa asyhadu anna muhammadan habibullah.
Demikianlah elaoborasi tauhid dilakukan Mbah Nun dan menariknya itu dilakukan kepada anak-anak muda yang warna-warni penampilan dan latar belakangnya. Sebagian besar barangkali tampak jauh dari citra penampilan/simbol santri. Banyak yang hanya berkaos oblong, bahkan ada yang maju dan rambutnya bersemir warna merah njambul keluar dikit dari peci yang dikenakannya. Para generasi baru masa kini dilecut dan ditumbuhkan tauhidnya oleh Mbah Nun. Suatu pendidikan yang unik, dan dalam cara yang unik pula. Mungkin malahan tidak dirasa bahwa ini adalah pengolahan tauhid karena cara yang dipakai Mbah Nun sangat halus tapi kreatif.
***
Itulah salah satu muatan ilmu dalam Sinau Bareng tadi malam di lapangan Asrikaton. Banyak harapan Mbah Nun kepada anak-cucunya ini. Mbah Nun berharap agar mereka tidak kesasar-sasar dalam hidup ini, maka di awal mereka diajak melantunkan Duh Gusti. Mbah Nun berharap pulang dari Sinau Bareng, Allah menambahi rizki mereka, tambah kuat dan sehat, pikiran mereka jadi cerah, dan jiwa mereka ombo. Mbah Nun ingin mereka mengerti aji dan martabat, maka mereka diajak bersama-sama Mbak Nia melantunkan nomor Ajining Urip. Mbah Nun ingin mereka melihat bahwa keluarga adalah sesuatu yang sakral dan suci, maka Mbah Nun ajak mereka belajar idek (dekat), akrab, dan gembira. Itu semua bisa menjadi bekal dalam berkeluarga.
Masih banyak muatan yang muncul dalam Sinau Bareng tadi malam. Workshop banyak dihadirkan diantaranya Jamuran, juga pertanyaan untuk tiga kelompok mengenai perumusan diri dalama kaitannya dengan penggunaan peranti digital (internet, medsos) dalam sehari-hari kehidupan modern saat ini. Kegembiraan juga datang sejumlah nomot KiaiKanjeng, termasuk saat Pak Lurah ikut menyumbangkan lagu Gelandangan.
Dalam salah satu bagian Mbah Nun mengingatkan elaborasi dan pengembangan ingatan akan Allah berikut nama sifat-sifat-Nya itulah yang disebut dzikir. Dari elaborasi itu Mbah Nun mengajak anak-anak cucu untuk terpikat kepada kasih sayang Allah, “Keprincuto kepada kasih sayang Allah….”
Waktu sudah menunjuk pukul 01.00, Mbah Nun segera memuncaki acara. Para anak-cucu dan jamaah semuanya diajak berdoa membaca ayat afahasibtum dan shalawat shalatun minallah wa alfa salam. Selain telah menggali bersama ilmu, membangun kegembiraan, memperat hati satu sama lain, para anak cucu mengingat bahwa apa yang dilakukan Mbah Nun adalah memperbanyak jumlah orang yang dekat dengan Allah. “Saya hanyalah orang yang jika bertemu Anda, Anda terdorong dekat kepada Allah dan Kanjeng Nabi, supaya Anda mendapatkan pertolongan dan Syafaat Kanjeng Nabi.”