72
Tuhanku
tak kuingat lagi berapa lama aku mencari-Mu, dan
kini sudah terlalu tua untuk makin tak ketemu
kabarnya Kau berbisik di telinga Adam, dan Ibrahim
menyaksikan langit terbelah oleh tangan-Mu
kini kutatap di depan mataku tinggal warisan kata-
katanya, tertulis di lontar-lontar mati,
tercurah dari bau busuk mulutku
sendiri.
aku masuk hutan, di mana bayang-bayang-Mu yang
berlari tiba-tiba hilang sehingga aku ingin kembali
ke hari silam
kususuri setiap jejak-Mu, membercak di pasir, di
pohon dan rumah-rumah, menggores di kening
istriku, di beranda masjid dan remang-remang lampu
kota saat istirahat di larut hari-hari
tiba-tiba lenyap di pantai, tempat musang dan anjing
berkelahi, lalu masing-masing tinggal sendiri,
suara-Mu tertimbun busa laut, bercampur
dengan ludah kata-kata dan jejakku sendiri
Tuhanku
kuketuk pintu-Mu dengan gemetar, dan tatkala
senyum-Mu membukakannya, tersiraplah darahku,
darahku, Kau tegukkan di kering mulutku setetes air
dingin, Kau raba pundakku, kulahap seluruh
keramahan-Mu, tetapi sungguh menyesal aku sesudah
kenyang dan segar kembali, sebab lantas kutahu ini
bukanlah Kau!
dengan sedih kembali aku, ke lapar dan hausku, dan
pamit, pamit
setibanya di luar rumah, kupandang langit, tetap saja
biru, dan seperti sejak pertama kali Kau
ciptakan, jika malam, tetap saja
ia kelabu
bisu.