CakNun.com

57

99 Untuk Tuhanku, 1983
Emha Ainun Nadjib

Tuhanku
inilah nasib seorang hamba-Mu: seekor ulat yang lunak tubuhnya bergeletar-geletar di permukaan kulit
lengan kirinya menuku leher hingga seluruh bulu-
bulu tubuhnya berdiri karena putik kelembutannya
diraba-raba olehnya.
ia ambil potongan kayu kecil untuk menjentiknya
agar terlempat, tapi tak bisa, bahkan tiba-tiba seekor
ulat lain yang bentuknya lentik dan penuh rambut
harus menggeriap di permukaan kulit lengan
kanannya menuju leher.
ia tersentak dan bangkit!—tiba-tiba ia yakin bahwa
ia hanya terbangin dari sebuah mimpi—ia
bergembira setengah mati karena itu, tapi tak sedia
dalam ingatannya ulat itu masih menempel di
kulitnya dan ia tak mau ulat itu terseret mengusik-usik
dan menggores kenangannya.
ia ingin tidur lagi dan bermimpi menjentik ulat
itu agar terlempar dan gagal berjalan menuju tempat
persembunyiannya, tapi tak bisa, setiap kali jari
menjentiknya, ribuan kaki-kaki ulat itu yang berbaris
menempel erat-erat di kulitnya, menggeriap-geriap,
hingga terasa juga di rongga
dadanya.
maka terpaksa ia potong lengan kirinya dan lengan
kanannya, darah mengucur deras, mengucur terus
tidak kunjung tuntas, dan tiba-tiba dari arah dadanya
mendadak muncul seekor ulat yang warnanya
menggeriapkan sehingga kulit-kulitnya tak berani
bersentuhan dengan apapun, bahkan kedua telapak
kakinya ingin meloncat dan terbang saja agar tak
menyentuh tanah, tetapi tatkala dilakukan hal itu
ternyata tubuhnya toh menyentuj udara.
dan celaka! dari arah-arah ubun-ubunnya, keningnya,
pipinya, telinganya, hidung dan mulutnya, terasa
ulat-ulat berjalan mengoles-oleskan kelembutannya,
semua menuju leher!—tidak, ia tak mau—maka
ia iris pipinya, ia cungkul matanya, ia papras hidung
nya, ia gali ubun-ubunnya, ia tebas telinganya,
ia sayat-sayat dadanya, ia hancur leburkan seluruh
tubuhnya, ia tak mau ulat-ulat itu diam-diam
menuju lubang gelap persembunyian dan
mengancam jiwanya, tapi wahai! Tiba-tiba seluruh
tumpukan kepingan-kepingan tubuhnya itu kini
menjadi ulat-ulat-ulat nyawanya terkesiap
dan ia merasa dicelupkan ke dalam cairan
lendir-Mu—itu semua membuatnya takut
bergerak dan tak berani tak bergerak takut berdenyut
dan tak berani berdenyut.

Lainnya

55

55

Tuhanku
di dalam setiap sembahyangku
aku melihat
segala bangunan yang kami ciptakan dalam
kehidupan, ternyata hanyalah ulat-ulat,
busuk dan menjijikkan.

Emha Ainun Nadjib
Emha Ainun Nadjib
Emha Ainun Nadjib
Emha Ainun Nadjib

56

56
Emha Ainun Nadjib
Emha Ainun Nadjib

47

47
Emha Ainun Nadjib
Emha Ainun Nadjib

74

74
Emha Ainun Nadjib
Emha Ainun Nadjib

96

96
Emha Ainun Nadjib
Emha Ainun Nadjib

23

23
Exit mobile version