CakNun.com

Yang Menghitung dengan Sebaik-baik Perhitungan

Hilwin Nisa
Waktu baca ± 3 menit

Seperti biasa, setiap selasa malam, sehabis shalat maghrib Cak Fuad mengisi pengajian rutin di masjid Muhajirin Kota Malang. Ini hanyalah salah satu dari jadwal tanduran Cak Fuad. Tidak sedikit majelis-majelis pengajian di Kota Malang yang mempercayakan Cak Fuad untuk membersamai mereka menemukan cahaya, yang sebenarnya cahaya itu memang sudah ada dan dihamparkan di semesta jagat raya.

Suatu ketika, setelah mengisi pengajian rutin di masjid Muhajirin, Cak Fuad masuk swalayan yang berada tepat di samping masjid tersebut. “Saya sudah parkir di sini. Jadi kan tidak enak kalau tidak belanja di sini.” Terang Cak Fuad kala itu. Hal sekecil itu pun ternyata juga diperhitungkan oleh Cak Fuad. Mobil Cak Fuad memang waktu itu diparkir di depan swalayan tadi. Sebagai ucapan terima kasih, Cak Fuad pun berbelanja di sana. Meskipun sebenarnya tidak ada sesuatu yang rencananya ingin Cak Fuad beli. Dan sebenarnya juga sah-sah saja kan, kalau Cak Fuad tidak mampir ke swalayan ini?

Tak heran jika banyak nyawa yang betah dan kerasan kalau berada di samping Cak Fuad. Tak heran kalau banyak orang yang mempercayai Cak Fuad. Bahkan sampai orang-orang yang berada di lintas negara pun sangat percaya dengan Cak Fuad. Ya, wajar, lhawong Cak Fuad ini sangat perhitungan, sangat hati-hati dalam mengambil tindakan. Jadi ya jangan heran kalau Cak Fuad mampu menjadi magnet yang menarik banyak manusia untuk menetap dan tinggal dalam ‘tampungannya’.

Berbicara tentang orang yang kerasan bersama Cak Fuad, saya pun jadi teringat Cak Dil. Pada kesempatan itu Cak Dil sempat menyinggung Mbah Nun, yang sama dengan Cak Fuad. Banyak orang juga yang sangat kerasan bila berada di sekitar Mbah Nun. Bawaannya adem kalau ada beliau. “Cak Nun kayak ngana kan ya trah tandurane wis akeh, Rek.” Mbah Nun seperti itu kan ya juga karena ‘tanduran’ yang Mbah Nun tanam. Mbah Nun telah banyak sekali menanam kebaikan-kebaikan yang menyejukkan siapapun yang berada di sekitarnya.

Berkaca pada apa yang telah Cak Dil, Cak Fuad, dan Mbah Nun lakukan, rasanya memperhitungkan itu juga diperlukan dalam melakukan kebaikan. Ibaratnya seperti menanam pohon tadi. Kita kan juga tidak bisa menanam pohon asal-asalan begitu saja. Kita perlu mengukur, kira-kira tumbuhan apa yang bisa hidup di daerah ini. Kita perlu menghitung jeda antara pohon yang ini dengan yang itu. Kita perlu menghitung pohon apa yang cocok di musim ini.

Juga seperti ruangan yang bisa menampung banyak orang. Kita perlu memperhitungkan seberapa luas ruangan yang ingin kita bangun. Seberapa banyak material yang kita butuhkan. Takarannya harus pas. Salah sedikit, alih-alih menjadi bangunan yang bisa memberikan rasa aman kepada yang lain, malah menjadi bangunan yang mengancam nyawa dan jiwa liyan.

Baik pohon maupun ruang, keduanya sama-sama membutuhkan akar yang kuat agar bisa berdiri tegak. Pohon tidak akan bisa berdiri kokoh kalau akarnya tidak kuat. Pohon tidak akan bisa berbuah lebat, kalau akarnya sendiri saja rapuh. Pun dengan ruangan yang tidak bisa berdiri tegak kalau pondasinya saja tak kuat.

Pada akhirnya, untuk bisa menjadi manusia ruang yang bisa menampung banyak nyawa, memberikan rasa aman dan nyaman untuk manusia sekitarnya, dibutuhkan sesuatu yang dipegang erat. Untuk menjadi pohon yang selalu memberikan keteduhan bagi sekitarnya, dibutuhkan suatu pondasi hidup yang dijaga dengan sangat. Selain juga diperlukan perhitungan yang presisi untuk menakar segala apanya.

Pegangan? Pegangan apa? Sementara, dugaan saya tertuju pada tujuan hidup. Kalau seseorang sudah mengetahui tujuan hidupnya, ia tahu akan ke mana dan untuk apa hidupnya di dunia, ia tidak akan mudah diombang-ambingkan bisikan-bisikan di luar dirinya. Ia akan tetap bisa tenang, sekuat apapun badai di luar sana mencoba menghantamnya.

Ketenangan inilah yang akan menjadi magnet dan menarik orang-orang di sekitarnya untuk menuju dan mempercayainya membantu menyelesaikan persoalan-persoalan yang tengah dihadapinya. Hingga tanpa ia sadari, perlahan ia sendiri telah menjadi ruang yang menampung banyak orang. Ia telah menjadi pohon yang senantiasa memberikan keteduhan.

Lainnya

Misteri Waktu

Misteri Waktu

Pengajian Padang Bulan dan Kesadaran Waktu

Duapuluh tahun lalu lebih ketika saya mendapat tugas atau dhawuh dari Cak Nun untuk ikut mengelola tabloid bulanan Padang Bulan bersama penyair Marthori Al Wustho dan teman-teman lainnya, mengharuskan tiap bulan saya datang ke Menturo Sumobitio Jombang.

Mustofa W. Hasyim
Mustofa W.H.