CakNun.com
Daur 2309

Yang Maha Menciptakan Maiyah

Emha Ainun Nadjib
Waktu baca ± 2 menit

Meskipun melihat Telaga itu dari tempat agak jauh, Toling berpikir: apakah ini mimpi? Yang dimaksud adalah pemandangan Telaga ini. Tapi ia bantah sendiri: Ah, apakah mimpi bukan salah satu jenis realitas?

Terserahlah. Toling tidak tahu, tapi Allah Maha Tahu. “Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi? Bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab. Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah”. [1] (Al-Hajj: 70). Apa saja tidak mustahil. “Dan yang demikian itu adalah mudah bagi Allah”. [2] (An-Nisa: 169).

Toling, Seger dan semua tidak terlalu terikat pada benar atau salah pandangannya. Apapun yang mereka alami, harus membuat mereka lebih beriman kepada-Nya.

Mbah Markesot entah berapa ratus kali berpesan bahwa yang disebut kebenaran hanyalah yang berasal dari Allah. Dan manusia bisa menangkap kebenaran itu mungkin di bawah 1 persen. Ummat yang paling bodoh dalam peradaban sejarah adalah yang mempertengkarkan kebenaran. Menurut Mbah Sot, tidak mungkin manusia memproses perabaannya atas kebenaran sampai ke garis absolut. Maka hanya makhluk dungu yang mempertentangkan kebenaran, sampai bikin Perang Dunia yang bersimbah mayat.

Di lingkaran organisme kemanusiaan Maiyah yang dianjurkan oleh Markesot agar anak-anak bergabung itu, yang dilakukan adalah bersikap rendah hati terhadap relavititas jangkauan manusia terhadap kebenaran. Tujuan manusia bergaul dengan kebenaran bukanlah untuk memilikinya dan memfanatikkannya. Melainkan apakah ia menjadi manusia yang lebih baik atau tidak–meskipun yang dicapainya hanya separuh kebenaran atau apapun yang pada setiap manusia berposisi belum tentu benar.

Itu namanya prinsip Tadabbur. Kalau harus melakukan Tafsir, baik-baik saja, asalkan mengikatkan diri pada prinsip Tadabbur: yakni, sesudah menafsirkan, seseorang menjadi manusia yang lebih baik dan bermanfaat, seberapapun jangkauannya terhadap kebenaran.

Jangankan di Telaga yang bagaikan mimpi itu: di dalam pengalaman Maiyah di Bumi sendiri sangat banyak keanehan, keajaiban dan fenomena-fenomena yang belum pernah terjadi sebelumnya di zaman dan kurun sejarah apapun. Meskipun, mereka yang berada di dalamnya dan mengalami berbagai keajaiban itu belum tentu mampu merumuskannya.

Maiyah bukan bikinan Mbah Markesot. Bukan sesuatu yang dicita-citakan, dirancang, dikonsep atau diprogram oleh Markesot. Sebab mustahil Markesot punya kemampuan untuk “menciptakan” Maiyah. Mustahil manusia menghasilkan karya Maiyah.

Berbagai keanehan, kedahsyatan dan keajaiban peristiwa Maiyah itu bahkan juga mustahil dicatat oleh Seger. Bahan-bahannya saja hampir tidak mungkin dihimpun, jangankan lagi merumuskannya. Sebab lingkaran energi Maiyah hanya bisa dilihat sebagiannya belaka, hanya yang padatan, yang kasat mata, yang ukuran-ukuran materiilnya, metodologi ilmu dan pola pandang budayanya bisa dicari. Di luar itu tidak mungkin dicatat oleh ilmu, kata, metode, serta rumusan-rumusan dengan cara bagaimanapun–meskipun sebagai pengalaman sangat nyata, sangat menancap dan mengalir.

Pernah Seger memancing tiga Pakde untuk melengkapi catatannya: “Dengan banyak keanehan dan keajaiban itu, kira-kira apa yang akhirnya nanti dicapai oleh Maiyah? Apa yang akan terjadi bersama Maiyah di lingkungan masyarakat, ummat dan bangsanya?”

“Bertanyalah kepada Yang Maha Menciptakan Maiyah”, jawab Tarmihim, “Mbah Markesot bukan yang bikin, dan memang tak mungkin mampu bikin Maiyah”.

Yogya, 21 Februari 2018

Lainnya

Exit mobile version