Tepa Salira
Tepa, kurang lebih dapat kita pahami sebagai tindakan mengukur, merefleksi, ataupun merasakan. Adapun salira, berarti badan, raga, atau tubuh. Selain itu salira atau slira, sangat dekat dengan kata sira. Sira dipergunakan sebagai kata ganti orang kedua. Dalam Bahasa Indonesia tentu kata sira semakna dengan kata Anda, kau, kamu, yang lebih merupakan ungkapan untuk menyebut orang lain.
Maka makna yang sering ditanamkan berkenaan dengan kata tepa slira adalah kesediaan seseorang untuk mengukur, merefleksikan, ataupun merasakan apa yang dialami oleh orang lain sebagaimana kalau kita sendiri yang mengalami hal yang sama. Seandainya kita dicubit oleh orang lain dan merasakan sakitnya sebuah cubitan, maka sebaiknya kita jangan mencubit orang lain. Andai kata kita merasa tidak nyaman ketika dibohongi oleh orang lain, ya sebaiknya kita jangan pernah melalukan kebohongan. Kita harus jujur, terus terang, dan menjauhkan diri dari kebohongan.
Demikian hal yang sebaliknya. Apabila kita bersikap sopan kepada orang lain, orang lainpun cenderung akan bersikap sopan pula kepada kita. Jika kepada orang lain kita sering berderma, dalam kesempatan lain orang juga tidak akan pelit-pelit untuk berbagi sesuatu dengan kita. Tepa salira adalah sikap timbal-balik dalam hubungan pergaulan sosial kemasyarakatan yang mendasarkan pertimbangan sikap adil. Tepa salira senafas dengan ungkapan saling tenggang rasa, saling menghormati, saling mencintai, yang pada garis besar merupakan sikap ngewongke atau memanusiakan manusia itu sendiri.
Disisi lain, dalam khazanah kasundaan, ada kata yang sama penulisannya, namun beda pengucapan dan maknanya. Kata Tèpa yang berarti menular. Dua kata itu bisa jadi bahan perenungan timbal balik yang outputnya keseimbangan,ketepatan dan keadilan berpikir kita. Berangkat dari kata, kita melatih diri untuk jujur dan waspada. Selebihnya, mari kita tuangkan bersama!