Tak Berani Menjabat
Pernah ketika makan bersama dengan teman-teman serombongan teater, tiba-tiba saya tersedak sehingga seluruh makanan di mulut saya nyemprot menimpa wajah teman yang duduk tepat di depan saya.
Kotoran saya menimpa wajahnya, harga diri pribadinya, martabat kemanusiaannya.
Dengan frustrasi saya minta maaf berulang-ulang. Sambil langsung saya loncat dari kursi, berlari melingkar, nyabet saputangan dari saku, saya usap wajahnya. Kemudian saya cium pipinya kiri kanan dan saya peluk badannya.
Syukur teman itu sangat arif, lapang dada dan berjiwa besar untuk memaafkan saya. Tetapi saya tidak pernah merasa cukup untuk minta maaf. Dalam sehari itu saya minta maaf lebih 10 kali. Pada waktu-waktu berikutnya permintaan maaf terus saya ulang-ulang. Eksistensi saya sebagai manusia sudah cacat, saya tak akan berani menjabat jadi apapun di kalangan manusia.
Rasa-dosa saya abadi: tak kan pernah terbayar meskipun sampai Akherat.
(Mbah Nun bersama Masyarakat Maiyah)