Sinau Menjadi Khalifah Fil Ardl Bersama Nakula dan Sadewa
Setelah melantunkan Shohibu Baiti secara bersama-sama sebagai puncak formal forum sinau bareng telah usai. Sebagaian dari jamaah ada yang pulang untuk istirahat atau melanjutkan aktivitas selanjutya dan beberapa masih ada yang ngobrol-ngobrol di Tanjunganom. Sekitar 8 atau 10 orang yang masih bertahan untuk ngobrol-ngobrol. Di antaranya pasangan Nakula-Sadewa, Mas Didik dll. Dan malam itu menurut saya serasa spesial (ora gur malam kui ding, mben tiap forum sinau bareng Suluk Surakartan mesti nawarke suasana kesepesialan), tapi khusus pada malam itu, momen langka terjadi, dari hadirnya si kembar bersaudara dalam forum sinau bareng hingga Mas Didik yang menemani ngobrol kami sampai menjelang adzan subuh berkumandang. Padahal lho ya, pada forum sebelum-sebelumnya ia paling gasik colut alias menghilang di forum. Entah hidayah apa yang ia dapatkan bisa bertahan sampai pungkasan. Ini menurut saya momentum yang sungguh luar biasa.
Di forum itu merupakan pentas kelanjutan dari kemesraan adik dan kakak itu. Di sela-sela obrolan tentang seputar nasib masa depan negara ini, terdengar sebutan panggilan mas atau dik di antara keduanya. Jika Agusta junior menyanggah, mengkonfirmasi maupun menambahi pernyataan sang kakak, selama obrolan tersebut terjalin pasti si junior pasti memangil kata mas, begitu pula sebaliknya. Karena jarang sekali saya menemukan kata mas atau dik dalam komunikasi di antara saudara kembar seperti itu. Biasanya etika komunikasi dalam penyebutan kakak-adik dalam saudara kembar jarang sekali berlaku. Dan yang paling sering saya dengarkan komunikasi di antara saudara kembar seringnya langsung menyebut nama atau nama aranan di keluarga maupun desa, tapi malam itu berbeda. Selain etika komunikasi, keharmonisan kedua saudara kembar ini juga ditunjukkan oleh si junior. Dari cerita si junior yang menceritakan tentang kerelaan si senior, yang rela tidak menempuh kuliah demi sang adik. keharmonisannya menurut saya “co cweet banget lur…” . Walaupun tak kuliah, secara kapasitas keilmuan si Nakula ini sangat ekspert dalam wilayah keilmuan politik, hukum, ekonomi maupun perkembangan dunia iptek saat ini.
Walaupun di antara keduanya memiliki perbedaan pandangan, tapi etika komunikasi tersebut tetep dijaga, terutama dalam sekilas obrolan yang berlangsung paska sinau bareng tersebut. Ini merupakan sebuah contoh keharmonisan di antara saudara kembar atau adik kakak yang perlu dicontoh. Seperti halnya idiom jawa yang sering kita dengarkan dan kalau tidak salah, “bedo silit bedo watak”. Walaupun kembar, kedua kakak-adik ini memiliki sifat dan jalur hidup yang berbeda. Menurut penyimpulan saya, dari forum obrolan santai tapi serius tersebut, keduanya memiliki perbedaan fisik, pilihan hidup, maupun secara sifat. Misalnya saja dalam fokus pilihan hidup, Nakula lebih fokus pada keilmuan masa kini, baik itu seputar politik, hukum, ekonomi maupun perkembangan dunia iptek saat ini. Sedangkan si Sadewa lebih cenderung mendalami kebudayaan jawa secara akademis.
Singkat cerita akhirnya forum obrolan tersebut berakhir ketika adzan subuh berkumandang, dan kita kembali ke aktivitas masing-masing. Saya ucapakan selamat atas pencapaian yang sungguh luar biasa dari Kisanak Didik yang mampu bertahan sampai obrolan selesai (biasane jam 1 sudah KO) dan semoga saja pada forum-forum selanjutnya bisa begitu terus, hehe. (Wahyudi Sutrisno)