CakNun.com

Sinau Lelaku Urip Gun Jack

Reportase Sinau Urip Alm Gun Jack Bareng Cak Nun, 23 September 2018
Muhammad Zuriat Fadil
Waktu baca ± 15 menit

Manusia Istimewa Karena Kelakarnya

Jamaah yang hadir di kampung Badran ini juga, campuran mix and match antara ibu-ibu pengajian, remaja karang taruna kampung Badran dan mungkin juga beberapa komunitas pemuda yang biasanya beratribut serban hijau, juga komunitas-komunitas lain. Rupa-rupa mereka beragam. Penanda aksesorisnya lain di sini lain yang sana. Sekarang ini trend hijab lebar di kalangan ibu-ibu kelas menengah, itu lumrah.

Seorang bapak di sana, berdiri dekat pagar. Hampir tidak pernah duduk sepanjang berjalannya acara, bergamis tanggung, sarungan dan berserban. Kadang anaknya dinaikkan duduk di pagar agar dapat melihat berlangsungnya acara. Pemuda-pemuda dengan kaos oblong, bercelana paling panjang hingga pendek semua ikut dalam kemesraan dan canda tawa.

Baru keesokan paginya saya tahu dari istri saya kalau seorang teman, Mas Aksa juga ikut menikmati sajian kemesraan pada malam itu. Istri saya cerita sorenya disupiri Mas Aksa pulang dari Gunung Kidul, dan Mas Aksa bilang ingin cepat-cepat sampai karena pengin ikut Sinau Bareng Cak Nun. Aslinya Mas Aksa juga adalah seorang gitaris band di tempat istri saya kerja, namanya Rannisakustik. Ini sekalian iklan ya, download saja lagu-lagunya yang berisi pesan-pesan tentang kesadaran gender.

Mas Aksa ini memang penduduk sekitar, jadi sambil menyusun reportase saya coba tanya-tanya via WA mengenai peresapannya atas Sinau Bareng, dan tentu juga soal sosok Gun Jack. Rupanya memang Gun Jack masih hidup pada kenangan warga sekitar. Itu yang saya tangkap dari obrolan via WA.

Menurut Mbah Nun, di antara semua makhluk Allah, manusia adalah makhluk yang paling disayang karena memiliki (diberi) kemampuan untuk berkelakar. Dari kelakar itu ada kemesraan, ada cinta, kewajaran dan kelumrahan. Sinau Bareng juga penuh kelakar, tapi bukan sekadar kelakar lawak-lawakan slapstik atau lelucon murahan. Ini obrolan di antara para awam jelata yang coba mengais-ngais pemaknaan, karena memang menolak untuk dicekoki makna dan juga emoh untuk bersikap “nafsu nuturi”. Kalimat nafsu nuturi ini, dilontarkan oleh Mbah Nun ketika mengelaborasi pertanyaaan-pertanyaan dan tanggapan hadirin.

Manusia Ruang yang Menampung, Doa dan Tawa

Dari enam hadirin yang menanggapi, tidak semua bertanya. Dua di antaranya memanfaatkan kesempatan untuk menyampaikan rasa terima kasih sedalam-dalamnya pada apa-apa yang dilakukan oleh Mbah Nun. Mbah Nun dianggap sebagai orang tua dan bagian dari warga kampung Badran.

Menurut pemuda ini, ada dua yang paling disayangi Mbah Nun di kampung Badran ini, yakni Gun Jack dan Slamet. Siapa Slamet? Ialah seorang yang dikenal agak “kurang genap” dalam istilah tertentu, tidak untuk merendahkan istilah ini. Sehari-hari, dulu dia sering menari-nari di dekat pos polisi di sekitar Pingit. Pemuda yang menanyakan ini, mengambil kesimpulan itu dari satu tulisan Mbah Nun.

Saya coba cari kembali tulisan yang dimaksud, mungkin adalah “Kekasihku Orang Gila” dalam buku Kiai Bejo Kiai Untung Kiai Hoki. Mungkin Mas ini adalah salah satu di antara beberapa orang yang berkumpul “di sebuah sanggar” dalam tulisan itu. Mbah Nun kembali mengisahkan cerita hari itu, dan rupanya “pemilik sanggar” yang dimaksud dalam tulisan itu memang Gun Jack sendiri, yang malam itu kita sinauni lelaku uripnya. Mas ini tidak bertanya apa-apa, dia minta izin untuk memanjatkan doa di hadapan Mbah Nun.

Mas ini berdoa agar Allah berkenan menjaga kesehatan Mbah Nun, koor “amiin” menggema. Saya sampai kaget. Kemudian dilanjutkan doanya, agar Allah berkenan memanjangkan usia Mbah Nun (“amiiiinnn” sekali lagi) agar kelak anak dan cucu-cucu bisa bertemu tatap muka dan “bergembira bersama Cak Nun”. Koor “amiiin” memenuhi, membahana, memantul-mantul menggema tak habis-habis. Ke langit.

Saya perhatikan seorang ibu di dekat saya sambil menjaga anaknya, lirih-lirih dia mengamini terus doa itu, seperti doa yang memang ingin dia ucapkan tapi bukan keluar dari mulutnya. Sepertinya, itu memang suara hati dari seluruh yang hadir pada malam itu dan dari kita. Tidak semua hal yang ada pada kita akan keluar dari mulut kita sendiri. Kadang Allah meminjamkan mulut sedulur kita, sahabat, tetangga dan siapapun yang Allah utus pada momen tertentu.

Lainnya

Duka Cinta Indonesia

Duka Cinta Indonesia

Sejak siang hujan cukup deras mengguyur kota Pati hingga dimulainya Maiyahan Suluk Maleman di Rumah Adab Indonesia Mulia.

Kenduri Cinta
Kenduri Cinta