Sinau Bareng untuk Merencanakan Kelahiran Generasi Baru
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional kembali menggelat Sinau Bareng bersama Mbah Nun. Setelah sebelumnya di Aloon-aloon Ponorogo, sebelumnya lagi Grobogan, Sukoharjo, dan Sidoarjo, malam ini di penghujung November 2018, BKKBN meminta Mbah Nun untuk mengajak masyarakat Sinau Bareng bersama, belajar mempersiapkan kesejahteraan keluarga bangsa Indonesia. Kali ini acara diselenggarakan di Surabaya, tepatnya di Lapangan Makodam V/Brawijaya.
Bukan suatu hal yang mudah untuk menyukseskan niat mulia BKKBN. Mewujudkan penduduk tumbuh seimbang dan keluarga berkualitas. Dan ini menjadi bagian dari dasar baik buruknya bangsa Indonesia nantinya. Keluarga yang baik akan melahirkan generasi yang baik. Jika setiap keluarga di Indonesia ini sudah baik dan tuntas, bisa dibayangkan bagaimana baiknya bangsa Indonesia nantinya.
Butuh peran dari berbagai pihak dalam mengupayakan keluarga yang berkualitas. Pun butuh waktu yang tak bisa dibilang instan dalam mengupayakan keluarga berkualitas. Barangkali inilah yang menjadi bagian dari alasan BKKBN mengajak Sinau Bareng perihal perencanaan keluarga malam ini.
Tak hanya mereka yang sudah berkeluarga, yang masih dalam tahap bercita-cita berkeluarga pun juga sah-sah saja turut Sinau Bareng malam ini. Bahkan, tampaknya kubu yang sudah berkeluarga masih kalah dari segi kuantitas dibandingkan kubu satunya ini, di antara ribuan insan yang hadir di Lapangan Makodam V Brawijaya malam ini.
Bisa jadi, untuk yang masih mencanangkan ‘otewe’ halal, Sinau Bareng perihal perencanaan keluarga ini menjadi suatu yang sangat penting. Sebagai bekal agar tak sampai salah langkah. Agar semakin paham, apa dan bagaimana peran yang seharusnya dan sebaiknya dijalankan setelah status KTP-nya berubah menjadi menikah.
Meminjam bahasa Mbah Nun, berkeluarga adalah tentang belajar membangun kepribadian yang kompatibel dengan peran kita dalam membangun keluarga. Dalam hal ini, Mbah Nun menganalogikannya dengan rasa manis sebuah mangga. “Terletak di mana rasa manisnya? Di lidah, apa di mangga?” Dan kompak, jamaah menyambut pertanyaan Mbah Nun tersebut bak paduan suara, “Di lidaaah”. Karenanya, jika ingin melahirkan keluarga yang berkualitas, yang pertama dibenahi bukanlah yang berada di luar diri, melainkan kepribadian yang ada dalam diri itu sendiri.
Tidak mudah memang. Karenanya dibutuhkan kesungguhan niat untuk belajar terus-menerus. Belajar memperbaiki kualitas diri, agar siap dalam menjalankan setiap peran dalam berkeluarga. Kalau setiap peran sudah dijalankan dengan maksimal, setidaknya ini menjadi bagian dari cara merayu sistem yang terbangun untuk turut mengikuti. Hingga harapannya, generasi yang terlahir pun bukan sembarang generasi, melainkan generasi yang unggul dari berbagai sisi.
Sampai laporan singkat ini saya tulis, Mbah Nun tengah mengajak jamaah untuk saling berbagi apa makna pernikahan dan keluarga. Beberapa jamaah maju ke atas panggung dan menyampaikan pemikiran mereka mengenai pernikahan dan keluarga. Benar kiranya yang disampaikan Mas Sabrang, bahwa generasi milenial ini merupakan generasi yang beruntung.
Mbah Nun menyampaikan, bahwa menurut Mas Sabrang, generasi milenial ini adalah generasi yang paling beruntung. Karena, generasi milenial telah melihat berbagai macam kerusakan. Secara naluriah maupun secara alam bawah sadar, mereka pasti tidak ingin melakukan hal serupa. Karenanya, mereka akan berusaha untuk terus menjadi lebih baik dari generasi sebelumnya. Benar saja yang disampaikan Mbah Nun karena pemandangan yang tampak pada jamaah yang maju di atas panggung. Usia masih 17 tahun, akan tetapi pemikiran mereka tak kalah jauh dengan yang telah jauh lebih tua.
Begitu gayengnya suasana workshop pra nikah dan pasca nikah malam ini. Di tengah kesungguhan Sinau Bersama, gelak tawa bahagia juga tak kalah menghiasi.