Sinau Bareng “Tercepat Sesudah Isra Mi’raj”


Kita ambil tiga terakhir dari rangkaian padat KiaiKanjeng di bulan April ini: SMKN 1 Ngasem Kediri, Dewan Kesenian Trenggalek, dan PT. Sun Paper Source Mojokerto. Dan, malam ini satu lagi: Sekolah Tinggi Teknologi Kedirgantaraan Yogyakarta (STTKD), menggelar Sinau Bareng Cak Nun dan KiaiKanjeng dalam rangka Dies Natalis-nya ke-23.
Datang ke lokasi acara di kampus STTKD ini segera terpampang satu ekspos mencolok dan lain dari biasanya yaitu panggung KiaiKanjeng yang kali ini tanpa backdrop karena hendak menjadikan eks pesawat Boeing 737-200 Merpati Airlines di belakangnya langsung sebagai backdrop-nya. Pesawat ini adalah medium pembelajaran para taruna dan taruni STTKD.

Para taruna taruni itu malam ini menyatu dengan jamaah dan masyarakat yang hadir. Benar-benar menyatu dalam arti duduk bersama dan di tengah-tengah jamaah. Mereka mengenakan uniform kepesawatterbangan dari teknisi ground handling, aeronautika, pramugari, hingga pilot. Sebagian yang tak duduk situ tampak sibuk sebagai panitia yang bertugas melayani tamu-tamu undangan, sebagian lagi ada yang tampil di atas panggung yaitu Rampak Kendang.
Apa yang terasa dari Sinau Bareng seperti malam ini? Salah satunya adalah ternyata pelaku dunia spesialisasi profesional tak bisa menghindarkan diri bahwa mereka butuh integritas bukan saja dalam konteks kompetensi skill, tapi juga integritas dalam konteks sebagai manusia, yaitu manusia yang lengkap dimensinya, manusia yang punya agama dan kesadaran ketuhanan.

Ekspresi itu tampak secara unik di antaranya melalui penampilan Rampak Kendang yang melantunkan beberapa shalawat dengan posisi mereka semua mengenakan seragam resmi kedirgantaraan. Muda-muda dan tegap, dengan kepala cepak rambut, dan yang taruni mengenakan jilbab. Mbah Nun menyaksikan penampilan mereka ketika baru saja tiba, dan ini menjadi perhatian tersendiri bagi beliau.
Dimensi keagamaan dalam diri insan dirgantara ini juga menjadikan mereka mampu mengaitkan apa-apa yang merupakan fokus studi mereka dengan khasanah agama. Coba kita dengar pernyataan Pak Wisnu Wakil Kepala STTKD ini yang dalam sambutannya di depan Mbah Nun semua hadirin bilang bahwa dalam soal perpindahan dari satu tempat ke tempat lain, yang tercepat kedua sesudah Isra Mi’raj Nabi Muhammad adalah pesawat terbang. Nggak kebayang kan ada panemu yang demikian!
Semua ekspresi dari taruna taruni STTKD itu bagi Mbah Nun adalah sebuah ujud bahwa ada perlawanan terhadap mainstream internasional, mainstream Renaissans. Bahwa tak sepenuhnya kita bisa dikendalikan atau dijajah oleh arus global yang sedang berlaku di dunia. Juga, semua ini adalah penyingkapan sedikit demi sedikit dari lahirnya generasi baru yang sudah membekali diri dengan sesuatu yang baru. Ada harapan pada diri mereka.

Di atas panggung Mbah Nun ditemani pengelola STTKD dan beberapa taruna taruni yang berprestasi pada disiplin masing-masing. Naik pula secara responsif para taruna lain yang di luar dugaan pandai-pandai bershalawat dan berbahasa Arab. Kombinasi yang unik.
Sinau Bareng malam ini melengkapi deretan untuk kesekian kalinya Maiyahan menjadi jalan pengungkapan karakter manusia Indonesia yang selama ini tak dipahami dan termunculkan , dan oleh Mbah Nun semua itu dibaca secara sangat jelas arti dan maknanya bagi pembangunan masa depan Indonesia. Saat laporan singkat ini ditulis, seorang taruna sedang melantunkan lagu Ngapote dari Madura. (hm)