Semau-Maumu


Kita tengah memasuki apa yang dinamakan screen culture. Budaya dimana layar sentuh memalingkan segalanya. Sepetak kecil layar yang membuat berita tidak lagi berjalan satu arah. Sepetak kecil layar yang potensinya mengalahkan mahalnya properti tepi jalan raya. Sepetak kecil layar yang membuka kesempatan bagi banyak orang untuk lebih bisa sama-rata.
Touchscreen dengan segala cache-nya menjadi saksi dari mana diantara kita yang benar-benar sibuk dan mana yang diam-diam masih selow. Sibuk memproduksi konten, atau selow menebar komentar. Sibuk menyerap realitas, atau selow sehingga terbius arus.
Masing-masing menentukan alat analisanya sendiri-sendiri. Apakah kita bagian dari generasi yang adaptif menghadapi cepatnya transformasi teknologi informasi, atau kita adalah bagian dari the nervous generation yang gagap dan gugup digulung kebaruan-kebaruan yang datang dengan begitu cepat.
Mereka membuat hoax dengan semau-mau, dengan berasumsi semua penyimaknya akan termakan terpedaya. Sementara kita memilih menyimak sekadarnya saja sembari terus menerus melatih geraham dan taring berfikir kita, untuk semakin peka mengamati pola-pola manipulasi yang hari ini terjadi. Sebab kita sadar bahwa hoax barulah bentuk manipulasi yang paling kasat mata. Sadar bahwa, yang sedang membombardir kita hari ini dengan begitu halus adalah narasi-narasi yang dibuat dengan semau-mau.
Kita berada di medan ‘Perang Narasi’. Data digunakan untuk melawan data. Fakta digunakan untuk menelan fakta. Data dan fakta dipaksakan untuk membuat sebuah cerita, dipakai untuk membuat argumentasi, yang semuanya dibuat dengan semau-mau. Kabur kebenarannya, digiring kaca mata kudanya sedemikian rupa, disediakan ranjau-ranjau hasutan tak kasat mata. Pikiran-pikiran yang tidak diasah bersiap-siap disihir oleh insepsi alur berfikir yang tidak nalar, yang dibuat dengan semau-mau, entah untuk kepentingan siapa. Sehingga merasa keadaan sedang baik-baik saja.