Sejarah Kebebasan dan Posisi Maiyah
Tidak saja karena kehadiran KiaiKanjeng kita sebagai jamaah Kenduri Cinta mesti meningkatkan kadar ‘memaknai’ kita, tetapi juga karena hadir di tengah-tengah kita Pak Ian L. Betts yang menyampaikan perspektif penting yang perlu kita catat dan kita maknai.
Sejak beberapa tahun terakhir bekerja di Thailand, membuat tak setiap saat Pak Ian bisa bersama kita di Kenduri Cinta seperti dahulu. Karenanya, mari kita simak poin-poin pandangan Pak Ian L. Betts ini.
Dimulai dengan melihat dari luar, dari perspektif komparatif internasional, Pak Ian mengatakan bahwa dengan menggunakan perspektif tersebut kita bisa mengetahui bahwa kebebasan berbicara, kebebasan pers, dan kekebasan media adalah hak yang sangat berharga dan penting. Di Indonesia sendiri, kita bisa berbicara dengan kebebasan yang lebih luas daripada di negara-negara lain.
Tetapi Pak Ian mengajak kita untuk harus mewaspadai apa yang disebut sebagai fake news. Fake news bukan hanya sesuatu yang berasal dari Donald Trump di Amerika Serikat. Kaum minoritas sudah mengalami dampak fake news selama bertahun-tahun, dan itu tetap berlanjut.
Di sini, Pak Ian mengingatkan kita untuk tidak menganggap enteng kebebasan. “Akuilah bahwa kita menikmati hak itu karena pada tahun 1998, Anda semua berjuang untuk mencapai kebebasan itu, dan Cak Nun adalah pejuang di barisan paling depan, tetapi terus disingkirkan dan dihinakan sejak waktu itu. Pantasan, dan pantas, kita di Maiyah menjadi sunyi,” tegas Pak Ian.
Sedemikian banyak kelompok bermunculan dalam dua puluh tahun terakhir ini, dan Pak Ian melihat mereka mengklaim bahwa itu mereka yang memenangkan kebebasan dan buah-buah politik Reformasi yang sebetulnya diperjuangkan oleh Cak Nun, tetapi hanya sedikit dari mereka yang mengakui perjuangan Cak Nun itu dan dengan begitu apalagi akan mengakui hutang yang mereka punya terhadap Cak Nun ini.
Pak Ian mengingatkan bahwa Kemerdekaan Indonesia harus dijaga dan dihargai dan dibela dari dalam dan luar. Pak Ian ingat beberapa hari yang lalu, Cak Nun menulis sebuah cerpen kecil tentang nilai demokrasi, dan Ia ingatkan pula bahwa menurut Perdana Menteri Winston Churchill di Inggris berapa puluh tahun yang lalu: “Demokrasi adalah bentuk permerintahan yang paling buruk, kecuali semua bentuk yang lain.” Jadi, dengan melihat semua pengalaman itu, Pak Ia ingin demokrasi di Indonesia betul-betul dijaga.
Pak Ian bercerita, beberapa minggu lalu, ada yang posting di Facebook video dari Kenduri Cinta pada bulan Juni 2004, di mana berberapa tokoh-tokoh rakyat, agama, dan spiritual bicara sampai pagi tentang Kenduri Cinta, Maiyah, dan Cak Nun. KiaiKanjeng juga hadir waktu itu dan itu adalah Kenduri Cinta yang pertama yang saya ikut. “Sejak itu saya bisa lihat bahwa nilai-nilai Maiyah tetap sama dan konsisten.”
Lalu Pak Ian mengatakan, “Dalam peran saya sebagai salah satu wakil Maiyah di luar negeri, saya diberi peluang untuk bicara tentang gerakan Maiyah di forum-forum dan konferensi internasional.”