CakNun.com

Sang Purnama Sidhi, Keluwesan Memperluas dan Mempersempit Jarak Pandang

#65TahunCakNun
Yudi Rohmad
Waktu baca ± 10 menit

Malam ini tepat 67 tahun yang lalu, atau 23.743 hari yang lalu, Simbah kita Muhammad Ainun Nadjib terlahir. Dalam video “50 Tahun Perjalanan Emha”, Bunda Chalimah menuturkan bahwa Cak Nun lahir bakda tarawih, saat orang-orang sedang tadarrusan, pada saat padhang mbulan.

Setelah saya crosscheck dengan aplikasi kalender, malam ini bertepatan dengan malam Kemis Pahing Julungwangi, 27 Mei 1953 Masehi atau 14 Ramadhan 1372 Hijri atau 15 Pasa 1884 Jawa. Dengan demikian Cak Nun terlahir pada saat malam Purnama Sidhi menurut perhitungan astronomi. Yaitu 1 hari sebelum medan sinar rembulan mencapai 100% (full moon) yang terjadi pada tengah malam berikutnya, 29 Mei 1953 pukul 00:02:58 WIB.

Dalam Kalender Jawa, ada istilah “Purnama Sidhi” untuk malam tanggal 14 dan “Purnama” untuk malam tanggal 15. Menurut para leluhur pemerhati perhitungan waktu, Purnama Sidhi lebih utama dari Purnama, karena pada malam 14 ini rembulan sedang menuju puncak terangnya sampai malam 15. Sedangkan pada malam 15 tak lama kemudian rembulan mencapai puncak purnama (full moon), yaitu detik saat medan sinar 100 persen. Dan itulah saat pergantian Suklapaksa (paruh terang) ke Kresnapaksa (paruh gelap).

Karena pada bulan Mei 2018 ini medan sinar bulan mencapai 100 persen (full moon) pada 29 Mei 2018 pukul 21:19:39 Wib, maka yang disebut Purnama Sidhi adalah sejak tanggal 28 Mei 2018 pukul 21:19:39 WIB, bertepatan dengan puncak acara Padhangmbulan di Menturo, Sumobito, Jombang. Yang sekaligus memeringati kelahiran Mbah Nun. Bertepatan juga dengan saudara kita umat Budha yang merayakan “Purnama Sidhi Waisak”, yang dirayakan setiap purnama pertama di bulan Mei. Yang karenanya kita turut mendapat libur pada hari Selasa, 29 Mei 2018.

Menurut perhitungan Kalender Aritmatis (Jawa, Hijri, Masehi), sejak maghrib tanggal 29 Mei 2018, Simbah kita telah genap berusia 67 tahun 0 bulan 0 hari menurut Kalender Jawa. Atau 67 tahun 0 bulan 1 hari menurut Kalender Hijri. Atau 65 tahun 0 bulan 2 hari menurut Kalender Masehi. Pada ultah kalender lunar ke-34, 67, dan 101, siklus ulang tahun ketiga Kalender ini berdekatan. Dan tahun ini pas bertepatan dengan siklus tersebut.

Bagaimana usia menurut ketiga kalender ini bisa berbeda? Bukankah Kalender Hijri dan Kalender Jawa sama-sama berdasarkan peredaran rembulan? Bagaimana pula kita mengetahui kapan puncak purnama (full moon) itu?

Baiklah. Sekalian momentum ultah Simbah ini salah satunya kita jadikan sinau bareng terkait perhitungan waktu. Sebagaimana telah diseru secara halus dan khusus dalam Daur I nomor 97, 98, dan 99. Agar ada anak cucu Maiyah yang mempelajari Kalender Jawa. Sekaligus melalui bacaan ini saya berharap kepada sedulur-sedulur Maiyah yang terdorong mempelajari, atau punya bahan, atau memiliki sumber-sumber belajar terkait perkalenderan, agar bersedia sinau bareng. Saya siap belajar kepada siapa saja.

Perhitungan Kalender Masehi

Kalender Masehi disusun berdasarkan peredaran matahari (solar, syamsiyah). Disebut Kalender Masehi (masîhiyah, milâdiyah) karena dianggap tahun 1 Masehi adalah tahun kelahiran Al-Masih Isa Putra Maryam. Namun artikel ini tidak bertujuan untuk membahas kapan sebenarnya tahun kelahiran Sang Ruhullah ini.

Secara singkat saja, Kalender Masehi yang kita gunakan saat ini dalam 1 tahun ada 365,2425 hari. Sedangkan 1 tahun Kalender Hijri adalah 354,3667 hari. Dan 1 tahun Kalender Jawa adalah 354,3750 hari. Karena perbedaan panjang tahun inilah, maka setiap tahun Kalender Lunar (Hijri dan Jawa) akan maju 10 atau 11 hari dilihat pada Kalender Masehi. Dalam waktu 34 tahun, selisih 10-11 hari ini sudah melebihi jumlah hari dalam 1 tahun Masehi. Karena itulah ada perbedaan usia menurut Kalender Masehi dan Hijri/Jawa.

Selisih Masehi‒Jawa = 365,2425 ‒ 354,3750 = 10,8675 hari = 369,4950 hari/34 tahun

Selisih Masehi‒Hijri = 365,2425 ‒ 354,3667 = 10,8758 hari = 369,7772 hari/34 tahun

Ketika dalam literatur sejarah membahas tentang Nabi Muhammad Saw menikah di usia 25 tahun, menerima wahyu pertama kali di usia 40 tahun, atau wafat di usia 63 tahun, maka yang dimaksud tentu saja berdasarkan kalender rembulan (Hijri/Jawa), bukan kalender matahari (Masehi).

Kita ambil saja pendapat yang umum diyakini. Bahwa Nabi Muhammad Saw lahir pada hari Senin Legi, 8 Rabi'ul Awwal -52 H (20 April 571 M) dan wafat pada hari Senin Legi, 13 Rabi'ul Awwal 11 H (8 Juni 632 M). Dengan demikian, menurut kalender Masehi, beliau wafat di usia 61 tahun 1 bulan 19 hari, sedangkan menurut kalender Hijri beliau wafat di usia 63 tahun 0 bulan 5 hari.

Yudi Rohmad
Jamaah Maiyah asal Bojonegoro. Pegiat Maiyah Relegi Malang. Menekuni Kamus Al-Quran, Kalender Nusantara, Psikologi Pendidikan, dan Teknologi Pembelajaran. Menulis “Quranic Explorer (Kamus & Indeks Al-Quran)” 2000-2017 dalam asuhan Cak Fuad sejak tahun 2000.
Bagikan:

Lainnya

Kalender Jowo Digowo, Kalender Arab Digarap, Kalender Barat Diruwat

Kalender Jowo Digowo, Kalender Arab Digarap, Kalender Barat Diruwat

Ungkapan “Jowo digowo, Arab digarap, Barat diruwat” tidak hanya berlaku di bidang sosial budaya, tetapi juga di bidang eksakta, misalnya dalam hal perhitungan matematis kalender. Bukti dari unen-unen tersebut juga dapat kita lihat pada perhitungan matematis pada ketiga kalender yang telah kita kenal, yaitu kalender Jawa, kalender Hijri dari Arab, dan kalender Masehi dari Barat.

Yudi Rohmad
Yudi Rohmad