CakNun.com

Saling Memberi Ruang Perjuangan Antar Generasi Desa

Reportase Sinau Bareng CNKK di Desa Tlogomulyo, Temanggung, 18 September 2018
Muhammad Zuriat Fadil
Waktu baca ± 10 menit

Mbah Nun sempat mengatakan, bahwa beliau tidak merasa melakukan apa-apa selain yang diperintah oleh Allah. Dari situ satu pintu bahasan membuka bahwa dalam hidup manusia kadang ada yang kita lakukan karena diperintah oleh Allah, ada yang karena dibiarkan, ada yang diizinkan, ada yang dilarang dan terlebih perlu waspada karena tak jarang juga ada yang Allah sedang mbombong. Maka taqwa, waspada perlu kita latih terus.

Pertanyaan lainnya, dari soal hubungan dengan orang tua, makna kemerdekaan dan kedaulatan, konflik Karang Taruna dengan Remaja Masjid, soal talbis money politic hingga cara memotivasi diri sendiri.

Mbah Nun memberi penjelasan dengan sabar satu per satu. Kalau semuanya dituliskan, bisa panjang sekali reportase ini. Beberapa saya singkat. Hubungan dengan keluarga oleh Mbah Nun dianggap sangat penting dengan mengambil hikmah dari kisah ummat-ummat terdahulu. Banyak ummat yang durhaka pada Allah tapi tidak selalu semua kena adzab. Ummat Nabi Ibrahim As tidak mendapat adzab, kan? Mbah Nun berkesimpulan sementara ini, bahwa Allah lebih marah ketika manusia tidak serius dalam berkeluarga dan sesrawungan.

Bahwa seorang pemuda sudah bertanya mengenai hubungannya dengan orang tuanya, berarti sudah ada niat untuk lebih baik. Kalaupun belum sekarang, ya kapan-kapan. Maka kalau dibalik, orang tua juga perlu menciptakan kondisi di mana dia memang layak untuk dihargai. Perintah pada anak untuk menghormati orang tua, juga adalah dengan sendirinya perintah bagi orang tua untuk layak dapat penghormatan. Saling muhasabah, sering silaturrohim memang selalu perlu. Sinau Bareng akan selalu urgent di setiap zaman.

Kita juga perlu mengerti aurat informasi. Mana yang harus kita ketahui, mana yang sebaiknya tidak usah tahu, dan mana yang tidak boleh kita tahu. Manusia pasca-modern, kehilangan kepekaan pada hal seperti ini sehingga semuanya ingin diketahuinya.

“Wong merdeka itu kalau sudah tidak punya masalah sama Allah. Berdaulat adalah orang paham porsi kerja samanya dengan Allah”. Dengan konsep kemerdekaan seperti ini, mungkin kita perlu hitung lagi. Apakah NKRI ini masih berpersoalan dengan hubungan dengan Allah? Karena, seperti dilanjutkan oleh Mbah Nun, “Hidup ini adalah perjalanan menuju menjadi Muhammad”

Taburan-taburan kegembiraan dan kemesraan malam itu banyak sekali. Kebahagiaan tak terukur, angin yang bertiup dingin itu dihalau dengan hangatnya silaturahmi. Manusia sekarang kangen bertemu, benar-benar dalam pertemuan yang sejati. Rasa syukur dan matur nuwun disampaikan oleh seorang sesepuh desa dengan melantunkan tembang kidung Rumekso ing Wengi yang saat di tengah tembang digubahnya menjadi “Ono kidung… Ono Cak Nun… Rumekso ing wengi…”

Generasi-generasi baru telah bangkit, zaman baru mengetuk-ngetuk langit. Doa-doa dipanjatkan. Rasa syukur pada Sang Maha Pemberi Nikmat Kebersamaan. Dari Sinau Bareng malam itu, para pemuda Desa Tlogomulyo berangkat menjemput kreativitas-kreativitas ijtihad dan para sesepuh akan lebih lapang memberi asuhan. Perjuangan dimulai.

Lainnya

KiaiKanjeng of the Unhidden Hand

KiaiKanjeng of the Unhidden Hand

Sejak jum’at siang (8/5) KiaiKanjeng sudah berada di Jakarta untuk malamnya menghadiri Kenduri Cinta, setelah menjalani rangkaian Maiyahan di Jawa Timur, mulai tanggal 4 Mei 2015 di Universitas Airlangga Surabaya, kemudian 5 Mei 2015 di Universitas PGRI Adibuana Surabaya, dilanjutkan tanggal 6 Mei-nya di Sidoarjo.

Kenduri Cinta
Kenduri Cinta