Reformasi NKRI, 20
Cak Nun: “Setelah batal mengikuti pertemuan yang dalam pandangan saya bermuatan ketidakmurnian dan kemunafikan itu, saya tidur sangat nyenyak. Karena merasa merdeka dari kewajiban mendukung Reformasi, yang ternyata memang tidak ada dan tidak pernah terjadi. Sebagai warga negara sudah lumayan saya sedekahkan diri selama hari-hari di sekitar lengsernya Suharto. Berada di kegaduhan Trisakti, chaos penjarahan-penjarahan, pelototan dan pertengkaran psiko-politis antara satuan-satuan Tentara dengan kelompok-kelompok mahasiswa, tahlilan 3 hari, 7 dan 40 hari korban penembakan Trisakti, pertemuan-pertemuan menyusun formula dan strategi beralihnya kekuasaan dari Suharto ke sesudahnya, lalulintas pengamanan di Pecinan Kelapa Gading, ulang-alik Istiqlal dengan Hankam, dan berbagai macam adegan lagi. Mestinya sudah sangat mencukupi sedekah nasional itu, kalau dilihat dari posisi saya yang hanya warga negara biasa, bukan tokoh nasional, bukan aktivis pergerakan, bukan pemimpin Agama atau pemuka masyarakat, bukan operator politik, bukan bagian dari National Guard atau apapun. Menurut saya pribadi sudah sangat lumayan, dan alhamdulillah Reformasi hanya palsu, sehingga saya tidur nyenyak…”