CakNun.com

Reformasi dan “Mei-sasi” Bangsa Indonesia

Secuil Catatan Otoetnografi Pejalan Maiyah (5)
Ahmad Karim
Waktu baca ± 9 menit

Maka singkat cerita, disusunlah sebuah konspirasi besar agar si anak bandel ini nurut dan ibu pertiwi jatuh ke pelukan Paman Sam. Yaitu dengan cara Pakdhe-nya dilemahkan dan sahabat karibnya ditembak di negaranya sendiri. Bahkan, secara diam-diam, ibu pertiwi dibius, dihamili, lalu ditinggal pergi. Hingga lahirlah anak kedua yang diberi nama Orde Baru.

Melalui anak kedua ini, ibu pertiwi pun secara sistematis dikuasai Paman Sam, sehingga cara bernegaranya, sistem pendidikannya, pengaturan tata sosial-politik-budayanya, bahkan orientasi hidup, dan doktrin-doktrin pembangunannya selama lebih dari tiga dasawarsa mirip sekali dengan apa yang Paman Sam ajarkan dan jalani sehari-hari. Kaya agar berkuasa atau berkuasa biar kaya.

Gus Mus bahkan pernah menambah satu fitur khusus dari karakter anak ini yang dengan sempurna mengamalkan ajaran Kanjeng Nabi tentang pentingnya keteladanan untuk mengubah perilaku manusia (poin keteladanannnya). Meskipun sayangnya keteladanan dalam hal yang tidak dianjurkan beliau sama sekali. Bagaimana mungkin ratusan juta rakyatnya tidak ter-default otak dan hatinya bahwa tujuan hidup yang benar itu ya sejahtera, kaya “dadi wong”. Jika selama 32 tahun, imajinasi, idealisme hidup, ideologi politik, dan bahkan mainstream pendidikan dan dakwah adalah agar hidup lebih sejahtera. Bukan bahagia, mulia, apalagi adil sebagaimana cita-cita dari Pancasila yang menjadi sandhangan utama ibu pertiwi.

Cita-cita demokrasinya sangat sederhana. Pokonya adil atau tidak adil yang penting sejahtera. Sehingga siapapun baru bisa dihargai, dicalonkan, dipilih, disanjung, dinobatkan ini itu, di-honoriscausa-kan kalau dia sukses mengumpulkan rupiah sebanyak-banyaknya. Kemudian membangunkan fakultas-fakultas yang mendukung mesin ekonomi dan bisnisnya. Bahkan belakangan, ajaran ini juga diadopsi oleh partai di periode berikutnya yang awalnya sudah yakin dengan ideologi perjuangan tentang keadilan, masih tidak percaya diri untuk kemudian menambahkan imajinasi tentang kesejahteraan itu.

Dan di depan mata sang ibu pertiwi, si anak tengah ini tak segan-segan menghabisi siapa saja yang berani mengganggu hobinya bermain bedil-bedilan. Hingga tak seorangpun di antara saudara dan sanak familinya yang lain berani membantah atau sekadar menegurnya. Ibu pertiwi pun kembali dibuat menangis. Karena ulah si anak yang sangat ambisius ini benar-benar menciptakan jurang kesenjangan kehidupan yang sangat dalam. Di barat dan di timur, di atas dan di bawah, bahkan di dalam dan di luar istana kepresidenannya.

Hingga akhirnya, Tuhan pun ternyata tidak tega melihat Ibu pertiwi dipingit di rumah anaknya sendiri yang otoriter. Meskipun Tuhan juga tidak mau begitu saja memberikan pertolongan tanpa mengujinya sekali lagi. Maka sebagaimana mukjizat Siti Mariam yang melahirkan Nabi Isa tanpa seorang bapak, Tuhan mengijinkan sang ibu hamil kembali.

Anak kedua sebenarnya tidak mau memiliki adik lagi. Apalagi dia nanti akan menanggung malu memiliki adik tanpa ayah yang jelas. Meskipun dia sendiri adalah anak blasteran. Ini dibuktikan ketika sang ibu pertiwi sedang mengandung si anak bungsu tanpa bapak dan mengalami sakit keras, makanan yang seharusnya ia berikan untuk ibu agar lekas sembuh dan kehamilannya sehat, ia tega memakannya sendiri bersama teman-teman dekatnya.

Keadaan sangat genting saat itu. Ibu pertiwi sudah mengalami pendarahan dan harus segara dioperasi karena persalinan normal sudah tidak dimungkinkan lagi. Sementara si kakak yang dibantu Paman Sam sebenarnya memiliki segala macam cara dan kekuatannya untuk mencegah kelahiran adiknya yang tidak diinginkan itu. Karena kehamilan anak bungsu ini adalah atas perkenan Tuhan, maka Tuhan sendiri yang kemudian mengirimkan 9 orang yang terdiri dari ahli bedah, dukun bayi, juru doa, pawang hujan, dan beberapa perawat sekaligus untuk mempersiapkan proses persalinan.

Lainnya

Topik