CakNun.com

Pada Mulanya adalah Amaliyah dan Akhlaqiyah

Catatan Sarasehan Nasional PP Muhammadiyah bidang Hukum dan HAM di UMM, 30 November 2018
Muhammad Zuriat Fadil
Waktu baca ± 6 menit

Kontras dengan NU yang berada pada wilayah-wilayah manca (sebutan untuk daerah yang tidak di bawah kraton) desa-desa tani yang juga menghadapi zaman baru. Kaum tua, ulama-ulama sesepuh yang dulu sangat dijadikan patron bagi kaum pribumi sedang gelisah karena peran mereka makin tersingkir. Itu ada hubungannya dengan perubahan hukum-hukum pidana di Hindia-Belanda yang terjadi berangsur-angsur.

Hindia-Belanda konsep awalnya bukan negara. Sampai pada menjelang akhir 1890, hukum yang dipakai adalah hukum plural dan menekankan pada komunalitas. Demikian itu maka setiap individu yang berpersoalan hukum, diperlakukan menurut hukum asal dan kepercayaannya (Pribumi dan Non Pribumi, Indo, Asia Jauh, Tiongkok, Islam dll). Setiap golongan ketika berhadapan dengan pengadilan akan ditemani dengan patronnya atau sesepuh yang mengerti hukum. Kecuali orang kulit putih beragama Kristen, dengan dasar pikir bahwa semua hakim dan jaksa kulit putih saat itu pasti beragama Kristen.

Pada era hukum tersebar inilah posisi ulama kaum tua–selain juga karena sumber ilmu di pondok-pondok pesantren menjadi sangat penting bagi kaum pribumi muslim. Maka ketika–karena berbagai faktor baik dari lokal sampai internasional–pola hukum tersebar lama-lama menjadi hukum berazas tunggal, patron agamawan makin tidak terasa urgen, para ulama kaum tua semakin merasa ditinggalkan oleh asuhan-asuhan mereka. Di situ NU mengambil peran, membangkitkan kembali kelas keulamaan.

Anak tidak boleh kacang lupa kulit, tradisi serta jasa para tokoh perlu dikenang dan diuri-uri, dan para kaum tua dibangkitkan, di-nahdlah-kan semangatnya. Sementara kata nahdlah sendiri kita tahu adalah wacana kaum muda yang akarnya dari Mesir. Untuk jelasnya perhatikan saja tahun berdiri masing-masing ormas ini.

Muhammadiyah berdiri pada 1912 yang secara ekonomi adalah puncak keberhasilan liberalisme ekonomi Hindia-Belanda, perapihan birokrasi. Sementara NU berdiri pada 1926 yakni, puncak reformasi di segala bidang baik hukum maupun politik Hindia-Belanda ketika hukum positifistik semakin padat dianut namun bayang-bayang krisis dunia sudah tampak. Tepat tahun 1930 kita masuk era krisis dunia yang salah satunya, karena jatuhnya harga tebu di pasar dunia. Pemilik-pemilik lahan produktif tebu ditinggal oleh para perusahaan penyewa tanah dan investor.

Agak panjang saya elaborasi bagian itu, sebab rasanya Mbah Nun dalam satu kalimat singkat tadi itu sudah merangkum berbagai macam bahasan sejarah, statistik, ekonomi hingga perkembangan mental-spiritual masyarakat Nusantara atau Jawa dua abad belakangan.

Kalau memang perlu kapan-kapan saja saya usahakan bikin tulisan sendiri mengenai hal ini. Tapi, yang ingin disampaikan oleh Mbah Nun adalah bahwa baik Muhammadiyah maupun NU pertama-tama berdiri bukan sebagai identitas, tapi adalah kerja sosial, nilai bukan simbol, benih bukan buah saja.

Dari situ Mbah Nun mengajak para hadirin, bahwa nanti LBH yang didirikan oleh PP Muhammadiyah, mesti sejati pada nilai, tidak bekerja atas dasar lomba-lomba identitas. Bukan karena sana punya lantas sini juga pingin, bukan itu. Tapi karena memang berniat shadaqah.

Lainnya

Hilwin Nisa
Hilwin Nisa

Tidak

Topik