Neraca Zalzalah (Nunggang Jaran Larat)


Betapa sulitnya menjadi manusia. Sejak awal penciptaannya, kontroversi dan pandangan skeptis melekat di kediriannya. Rancang bangun anatomi dan fisiologisnya memang paling unggul dibanding ciptaan lain yang telah ada. Software yang ditanamkan pun one step ahead mendekati prima.
Di saat yang sama, sebagai satu niscaya, ia memiliki potensi untuk jatuh dalam kehinaan yang asfala safiliin. Kemungkinan ini disebabkan oleh kelengkapan yang melingkupinya. Impian, hasrat, dan ambisi yang dipunyai bertumbuh secara sejajar dengan kedamaian, wisdom, serta kebutuhan untuk senantiasa bersanding dengan penciptanya.
Salah satu tugas dan peran manusia menuntutnya untuk terus menemukan keseimbangan. Sebuah kondisi steady state di mana dunia wajib dikelola dan akhirat mesti dijaga format terbaiknya. Keadaan di mana tata hubungan horisontal dirajut sama indahnya dengan kepatuhan vertikal. Tatanan yang memperlihatkan adanya harmonisasi antara pemenuhan kebutuhan hidup privasi dan pernik primer hingga tersier keseharian komunal.
Berita tentang kondisi kritis kutub bumi, centang perenang tata kehidupan lokal hingga global dan kenyataan bahwa secara nyata ukuran otak manusia menunjukkan penyusutan mungkin bisa jadi merupakan penanda bahwa kita saat ini telah masuk ke dalam etape Kaliyuga. Satu atmosfir yang serba sulit, menyakitkan, dan bersifat kesejagatan.
Benar telah datangkah ia yang bernama Zalzalah? Kegoncangan semesta yang dampaknya akan menjadikan manusia layaknya beras den interi? Dan golongan baik akan terpisahkan secara nyata dengan mereka yang terserak dalam onggokan culas, tamak serba aluamah dan tak pernah kenal kenyang.
Seperti apakah Indonesia di kurun vivere peri coloso yang pekat dan bergetar pada puluhan skala richter itu? Tak perlu teramat dirisaukan. Karena dalam perjalanan usianya, goncangan, kemiringan, dan lonjakan-lonjakan tak berpola telah menjadi identitasnya. Indonesia tak ubahnya seekor kuda gila, jaran larat yang karena mekanisme tertentu di tubuhnya, lupa akan arah, hilang orientasi dan amnesia terkait tujuan.
Lantas apa yang bisa kita jadikan ancangan nyata laku dan tindakan? Satu hal, bersyukur bahwa kita yang sedikit ini berkesempatan menghirup aroma bersifat ancaman bagi eksistensi kemanusiaan. Berikutnya, akan lebih baik bila diskursus kengerian ini kita jadikan sajian utama di 5 Februari. Urutan nomer sekian dari media pembelajaran bernama BangbangWetan.