Nanti Ada Lapas di Surga
Setelah malamnya di Aloon-Aloon Ponorogo, Mbah Nun dan Kiai Kanjeng membersamai Sinau Bareng bersama warga juga BKKBN sebagai penyelenggara. Pagi dinihari dipungkasi dengan barisan bersalaman yang tak sudah-sudah menumpahkan rindu pada Mbah Nun. Ini kita bahas, untuk kita tahu bahwa dengan itu maka sudah sangat larut malam ketika semua agenda kemesraan terlaksana. Lelah? Rasanya kelelahan tidak tampak pada Mbah Nun. Mungkin cinta punya energi sendiri atau punya perhitungan fisika-kimia-biologi sendiri? Entah, cinta adalah logika tersendiri yang asing pada dunia belakangan ini.
Pagi hari ini, sekitar pukul 08.30 WIB Mbah Nun dan KiaiKanjeng sudah tiba di Lapas Kelas I Madiun. Kali ini, para penduduk lapas, yang merasa butuh ditemani dan dibersamai dengan cinta dan kemesraan-kemesraaan. Beberapa waktu lalu, sebanyak 76 warga Lapas menandatangani petisi bersama agar pihak pengelola lapas menggelar Sinau Bareng bersama Mbah Nun dan KiaiKanjeng dalam rangka peringatan maulid nabi Muhammad Saw. Pertama kali mendengar warga Lapas yang meminta, terbersit pertanyaan, dari mana asal muasalnya? Apa mereka selama ini menikmati lewat YouTube? Di Lapas? Atau mereka sering nobar Sinau Bareng? Tapi apapun itu, kerinduan itu terlaksana pagi hari yang cerah pada Kamis 29 November 2018 M ini.
Para petugas Lapas menyambut di gerbang, protokol keamanan seadanya tetap dilakukan tentu saja. Protokol secara bahasa artinya, cara yang disepakati. Walau secara hati sudah merasa saling aman, syariat tentu perlu tetap dilaksanakan. Sehingga kita semua merasa saling terjamin. Pantas Mbah Nun sempat berkata di hadapan warga lapas, “Di luar kan sedang tidak enak, saling tidak aman satu sama lain antara yang pemilih Jokowi sama pemilih Prabowo. Di sini kan ndak mungkin ribut, podo susahe kok ribut?” Sontak warga Lapas lepas tawanya, ceria dan lega.
Setelah protokol ringkas tanpa ribet di gerbang tadi itu, serombongan hadroh berbaris menyambut dan mengiringi Mbah Nun naik ke panggung.
Mbah Nun memulakan sajian kemesraan dengan uluk salam, menyebut para warga sebagai sahabat dan sedulur. Lantas melemparkan pertanyaan, “Kita negasno siji, tugase munkar-nakir niku nopo?” Dan para warga lapas mendapatkan bahasan mengenai kehidupan yang abadi. Bahwa hidup tidak sementara, mati hanyalah perpindahan fisik-kimiawi tapi urusan-urusan selanjutnya kita masih terus dengan protokol syariat-Nya.
Hidup tidak berakhir di sini, masih ada yang di sana yang sejati. Lebih nyata dan utama, lebih mesra. Setelah di sini, malah kita bisa kumpul-kumpul yang di sana dengan lebih murni, “Lha enak to? Jadi nanti ada Lapas di surga ya?”