CakNun.com
Daur 2311

Nabi Ahmad di Bakkah

Emha Ainun Nadjib
Waktu baca ± 2 menit

Seolah-olah lingkaran makhluk itu adalah anggota Klub Thariqat. Satu yang berkeliling-keliling itu mungkin semacam Mursyid mereka. Semua bersama-sama membaca firman Allah dalam bahasa aslinya.

Dan ingatlah ketika Isa ibnu Maryam berkata: “Sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan Kitab sebelumku, yaitu Taurat, dan memberi kabar gembira dengan datangnya seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad[1] (Ash-Shaff: 6). Kemudian: “Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk tempat beribadat manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia[2] (Ali ‘Imron: 96).

Sang Mursyid berteriak: “Shollu ‘ala Ahmad bi-Bakkata”. Semua yang melingkar merespons: “Allahumma sholli wa sallim ‘alaih”.

As-sholatu was-salamu ‘alaika ya Ahmad. Assalamu ‘alaika ya Shohiba Baiti Baitillah. Assalamu ‘alaika ya Aba Bakkata hudan lil’ alamin...”. Kemudian bersama mereka melantunkan: “Thala’al Badru ‘alaina, min tsaniyyatil wada’, wajabasy-syukru ‘alaina, ma da’a lillahi Da’. Ayyuhal Mab’utsu fina, ji`ta bil amril mutho’...”

Kemudian semua yang duduk bersila melingkar, serentak berdiri. Bersambungan satu sama lain. Membikin gerakan-gerakan berjamaah sambil serempak melantunkan shalawat-shalawat. Gerakan-gerakan kolektif mereka sangat unik, indah dan tidak mungkin dilakukan oleh fisik dan tata ruang manusia. Suatu karya koreografi yang sangat boleh dipertandingkan di Festival Gerak Antar Makhluk. Kebudayaan manusia tak mungkin menandingi mereka. Kalau para koreografer terbaik se-bumi dari manusia dikumpulkan untuk berkarya, paling jauh mereka akan mencapai Juara Harapan III.

Jamaah Shalawat di tepian telaga kaca itu kemudian malah menghambur ke dalam lingkaran telaga. Mereka merangkai bentuk-bentuk dan gerak-gerak sedemikian rupa sehingga pada suatu momentum tercipta susunan huruf “Allah”, pada momentum lain tersusun huruf “Muhammad”. Betapa indahnya.

Pasti yang demikian ini bukan seluruh masyarakat Jin yang ada. Mungkin hanya sebagian. Malah mungkin hanya minoritas dari seluruh Jin. Banyak golongan, suku, marga, segmen atau apapun yang berbeda-beda di antara Kaum Jin. Termasuk berbeda atau bertentangan kepercayaan dan sikapnya kepada Tuhan. Mungkin yang banyak berseliweran ke dunia manusia adalah milisi-milisi Jin yang disoriented, kehilangan pegangan hidup, atau terkena narkoba. Layak kalau para Kiai dan Ustadz bersikap radikalis kepada golongan Jin yang semacam ini.

Para Pakde dan empat pemuda itu juga merasakan semacam kepolosan pada makhluk-makhluk di telaga kaca itu. Mereka lugu. Tidak menyebut Muhammad, melainkan Ahmad, sebagaimana informasi di firman. Mereka sangat tekstual. Kata atau nama Muhammad dalam Al-Qur`an dituturkan di terjemahannya, sesudah melalui elaborasi Asbabun-Nuzul dan penafsiran kaum Ulama. Sedangkan sebutan harfiahnya adalah Ahmad. Demikian juga Bakkah. Muhammad dan Mekah atau Makkah dituliskan di antara kurung buka dan kurung tutup.

Rasanya berbeda dibanding manusia. Kaum Jin, minimal yang di telaga kaca itu, tidak suka berhias-hias secara budaya. Tidak meruwet-ruwetkan ilmu pengetahuan. Tidak mencanggih-canggihkan kehidupan. Tidak menseram-seramkan laku peribadatan kepada Tuhan. Masyaallah. “Shollu ‘ala Ahmad bi-Bakkata”.

Jakarta, 23 Februari 2018

Lainnya

Exit mobile version