CakNun.com

Muslih Berorganisasi, Saleh Bernegara

Reportase Sinau Bareng CNKK di Glagah, Lamongan, 5 September 2018
Muhammad Zuriat Fadil
Waktu baca ± 7 menit

Dari berbagai elaborasi, dialog, terutama ketika akhirnya tiga kelompok yang tadi kembali bergabung dan membabarkan hasil temuannya masing-masing. Tampak memang beberapa cara kita berpikir organisasi masih sedikit timpang, tak seimbang, dan cenderung kurang lengkap perhitungan.

Pertanyaan mendasar soal beda pemerintah dan negara, masih seru dibahas dan perlu pembimbingan perlahan-lahan. Stamina kesabaran memang dibutuhkan. Mbah Nun punya stamina tersebut walau ketika kekaguman terbersit menyaksikan itu, malah Mbah Nun sempat mengujarkan agar jangan sampai ada Emha Mania, jangan sampai ada pengkultusan.

Pesan ini pun bisa kita waspadai betul karena kita itu sukanya jatuh pada titik ekstrem, antara mengultuskan terlalu atau juga merendahkan berlebihan. Cinta dan benci sering overdosis. Dan dua ini punya jebakannya masing-masing.

Tapi coba kita lihat bagaimana misalnya pesan indah para alim semacam “laa ya’rifu walii illa wali” justru membuat orang berhasrat nepotis sehingga orang berlomba-lomba mengakui sosok-sosok yang dikagumi pada mainstream lokal budaya tertentu sebagai waliyullah, mengumumkannya di depan khalayak, supaya apa? Supaya dianggap wali juga?

Posisi dikultuskan ini sering tanpa sadar dikejar oleh banyak orang, tak terkecuali kita. Kalau tidak, lantas kenapa media sosial begitu laris? Potensi senang dipuja berlebihan, senang punya banyak followers, itu ada pada kita semua dan di situ kita perlu waspada.

Pengkultusan ini berbahaya dan sudah entah berapa kali kita elaborasi bersama. Bahaya bagi diri kita maupun sosok-sosok yang kita kultuskan karena terlampau cinta. Mbah Nun dengan tegas menyatakan bahwa modal setiap manusia adalah akal pikirannya sendiri dan Al-Qur`an. Selainnya hanyalah penambah variabel data perhitungan, bukan untuk dianut apalagi diamini tanpa tedeng aling-aling. “Manut sama Gusti Allah, jangan manut aku”, begitulah kira-kira pesan Mbah Nun.

Bahwa antara diri kita dan Allah Swt tidak boleh ada jarak. Kalau ada manusia hanya Rasulullah Saw yang boleh ada di situ. Karena hanya beliaulah Sang Manusia Kinasih yang diberi hak syafaat oleh Allah. Selain beliau, ketika berada pada posisi kita dengan Allah, maka potensinya akan jadi berhala yang menghalangi.

Rupanya, proyek penghancuran berhala yang telah dimulakan oleh Ibrahim As hingga Muhammad Saw belum tuntas betul hingga saat ini. Kita perlu melanjutkan pembersihan berhala dari baitullah hati kita masing-masing.

Tiada NU, Muhammadiyah, HTI, LDII bahkan Maiyah jangan sampai ada pada posisi pembatuan berhala tersebut. Tentu harta dan jabatan juga berpotensi sangat besar, tapi kan kita ndak punya-punya amat juga. Gimana mau diberhalakan? Duh.

Lainnya

Exit mobile version