Musik Pemuda dan Olahraga
Dua orang lelaki itu untuk kali pertama datang langsung di acara Sinau Bareng. Merasakan lebih dekat suasana Maiyahan yang selama ini hanya mereka saksikan melalui media dalam jaringan bernama YouTube. Rasa penasaran serta rindu mereka seakan terbayar, tandas, dan tuntas. Tetapi mungkin saja tunas-tunas rindu yang baru akan bermunculan setelahnya.
Malam itu, 14 Mei 2018 mereka berkesempatan duduk di atas panggung dan bertatap muka dengan jamaah. Sinau Bareng Cak Nun dan KiaiKanjeng di daerah Mancasan Lor, Condongcatur, Yogyakarta. Mereka juga menyedekahkan sedikit kreativitas yang dititipkan Tuhan, menyanyikan satu nomor lagu yang orang satu Indonesia insyaallah hapal di luar kepala.
Iya, lagu Anugerah Terindah Yang Pernah Kumiliki mengalir lembut penuh kedalaman makna menyapa jamaah. Dua punggawa band Sheila on 7, yaitu Eros Candra dan Akhiyat Duta Modjo melingkar bersama ribuan pasang mata. Ini bukan pergelaran festival musik. Anggap saja ini adalah acara berkumpulnya manusia yang masih memiliki hasrat untuk belajar dan terus belajar. Acara yang tidak begitu penting menurut Indonesia.
Tapi biarlah. Yang jelas sejak peristiwa malam itu, saya semakin yakin, bahwa energi yang disalurkan dari proses Sinau Bareng ini telah merasuk ke relung anak-anak muda. Wabil khusus anak band. Saya dapati diri ini sedikit merinding membaca reportase acara malam itu. Mungkin karena mereka Sheila on 7? Bisa jadi. Mungkin karena saya cukup menggemari karya mereka? Bisa juga. Tapi mari kita sedikit pergi ke masa lalu. Masa-masa di mana formasi Sheila on 7 masih berlima di bawah naungan Sony Music Indonesia.
Perjalanan mereka moncer di saat kondisi Indonesia amburadul. Bahkan Sultan Yogya turut bangga karena karier bermusik mereka berhasil membuat nama Yogya semakin harum. Konon setelah Sheila on 7 digaet Sony Music Indonesia, banyak label-label musik nasional yang mencari band-band dari Jogja. Jikustik, The Rain, Seventeen, Endang Soekamti, sampai Letto.
Yang menjadi perhatian tidak hanya karya mereka. Ada salah satu peristiwa di mana Sakti, salah satu gitaris mereka memutuskan untuk kelar dari formasi setelah Anton, drumer mereka. Sakti ingin mendalami pemahaman agama Islam. Mungkin bahasa canggihnya sekarang, Hijrah. Sakti mendahului untuk mengurangi diri dari pergaulan bermusik. Kemudian beliau berganti nama menjadi Salman Al-Jogjawy (maaf jika ada kesalahan dalam penulisan nama dan gelar). Ketika itu kabar berhembus bahwa usia Sheila on 7 tak akan lama. Tetapi kabar itu tidak terbukti sampai sekarang dengan formasi barunya.
Semangat Hijrah mulai membara di dada anak band. Banyak dari mereka yang meninggalkan aktivas bermusiknya untuk kemudian belajar secara kolektif dengan ustadz-ustadz yang menurut mereka lebih paham daripada diri mereka sendiri. Salah satu tanda hijrahnya mereka adalah secara lahir cara berpakaian berubah. Memakai gamis, peci, dan sedikit bulu di janggut jika mereka laki-laki. Yang melihat mesti pangling. Ora taune nganggo pakaian ngono kuwi. Tentu, ini bisa dipahami sebagai proses pencarian akan sesuatu yang lebih besar dan lebih benar.
Beberapa musisi mungkin masih banyak yang menuai kebingungan atas hukum musik menurut Islam. Gamang tentu saja. Apalagi mereka sedang berada di puncak karier. Antara masih terus melanjutkan atau berhenti saja dan putar haluan. Daripada nanti kena apa-apa di hadapan Tuhan. Iya, kalau mencari referensi pendapat ulama masih ada dua wilayah. Wilayah fiqih boleh dan tidaknya bermusik. Dua wilayah pendapat itu tidak dapat dibenturkan. Karena sama-sama memiliki dasar yang kuat. Adanya dua wilayah tersebut menunjukkan bahwa manusia diberi kesempatan untuk mengkaji dan memilih dengan tetap menanggung resiko dari pilihannya itu.
Satu contoh misalnya. Salah satu gitaris band metal Indonesia yang berskala internasional Burgerkill mengunggah foto dalam akun instagram-nya tertanggal 17 Juni 2018. Tahu foto apa itu? Bukan foto gambar setan, ular, iblis, atau simbol kegelapan lainnya. Unggahan itu adalah foto dari buku dengan judul Fiqih Musik dan Lagu Perspektif Al-Quran dan As-Sunnah, Syeikh Yusuf Al Qardlowy penerbit Mujahid. Dengan caption rasa syukur karena seperti menemukan oase di tengah kebingungannya. Syeikh Yusuf Al Qardlowy adalah salah satu ulama yang membolehkam musik beserta ruang lingkupnya. Dan bukunya menjadi rujukan bagi anak-anak band yang ingin tahu soal seluk beluk musik dari perspektif ulama.
Contoh lainnya, Tantri vokalis band Kotak memutuskan untuk menutup auratnya lebih lengkap. Hal ini menjadi indikator bahwa mereka tidak pernah berhenti untuk terus mencari dan mencari. Belajar dan terus belajar. Mencoba menemukan jawaban atas dialetika di dalam diri mereka sendiri soal musik yang sudah mereka anggap sebagai panggilan jiwa mereka. Kenapa saya mengambil contoh mbak Tantri? Karena beliau juga mengomentari postingan dari mas Agung HellFrog, gitaris Burgerkill tersebut.
Mungkin mas Sakti eks Sheila on 7 alias Salman Al Jogjawy sekarang sudah sering berdakwah dan memberi ceramah di acara pengajian-pengajian. Menebarkan rahmat Islam sesuai dengan metode yang diyakininya. Saya tidak bisa membayangkan jika yang mengambil start ketika itu Eros atau Duta. Bisa jadi Sheila on 7 akan benar-benar bubar. Karena karakter mereka berdua cukup melekat pada tubuh Sheila on 7. Begitu mas Duta bersuara, oh ini Sheila on 7. Begitu mas Eros memetik gitar, oh ini Sheila on 7. Tentu setelah diperkuat mas Adam pada Bass dan mas Brian pada Drum. Eh ada mas Tomo Widayat dan mas Ferry juga sekarang sebagai tambahan.
Mungkin mas Eros dan mas Duta bisa menambah refensi dan memperbanyak buku bacaan tentang fatwa-fatwa seputar musik. Tetapi itu bukan suatu keharusan. Saya kira mereka sudah cukup memberikan dan membuktikan pilihan mereka dengan terus berkarya bersama Sheila on 7 meski sudah tidak lagi berada di bawah label perusahaan musik besar. Menemani para pemudi dan pemuda di manapun berada supaya sehat terus hati dan pikirannya sehingga mudah Berlapang Dada.
Nanti kalau masih bingung soal musik bisa ketemu saya.
Saya beri kabar gembira bagi pemudi dan pemuda yang gemar berolahraga atau siapa saja yang masih bimbang dan gamang tentang musik. Kabar singkat nan penuh makna.
Buat apa di Surga kalau nggak ada musik? Masak nggak ada musik? Nggak ada gitar? Nggak ada gamelan? Nggak ada ura-ura? Mosok cuma di surga makan saja?”
Suwun Cak.