CakNun.com

Mudik – Bandung Indonesia Pulang Pergi

Mukadimah Jamparing Asih Juni 2018
Jamparing Asih
Waktu baca ± 3 menit

Aku kembali ke bandung dan kepada cintaku yang sesungguhnya. –Bung Karno

Sengaja kami awali tulisan mukadimah diskusi ini dengan kata-kata dari anak cucu bangsa nusantara, yang di mana ia kemudian menjadi proklamator negara, yang hari ini kita dan dunia kenal dengan nama Indonesia.

Terlepas dari konteks sejarah dan maksud bagaimana bung besar mengucapkan kalimat tersebut, namun hal penting yang kami garis bawahi adalah bahwa ada perasaan begitu besar yang sulit untuk dijelaskan, terkubur dan tersimpan di Bandung.

Entah bagaimana sejatinya sejarah awal mula daerah itu dinamai Bandung. Jujur saja kami tidak memiliki pengetahuan yang mendalam tentang itu. Terlebih lagi banyak versi sejarah yang menceritakanya. Namun hal yang cukup menarik perhatian kami adalah bahwa keberadaan Bandung tidak bisa dilepaskan dari keberadaan sungai Cikapundung.

Kita bisa tengok sejarah peradaban dunia. Bahwa setiap lahirnya peradaban tidak bisa lepas dari keberadaan sungai di dalamnya. Tengoklah peradaban India, Mesir kuno, Mesopotamia, dan lain sebagainya. Beserta peradaban tersebut, pasti terdapat sungai yang menyertainya.

Banyak ahli kesundaan mengartikan bahwa kata “Cikapundung” adalah gabungan dari berbagai macam kata. “Tji”, berarti cahaya. “Ka” berarti kepada. “Pun” berarti kepemilikian. “Indung” berarti ibu. Sederhananya arti Cikapundung dalam bahasa Indonesia bisa diartikan “Cahaya menuju ibuku”.

Dalam beberapa khasanah kesundaan lain, ada pengertian bahwa “Bandung” adalah “Ngabandungan Banda Indung”. Ngabandungan artinya memperhatikan. Banda, artinya materi. Indung artinya ibu. Sederhananya Bandung bisa kita artikan “memperhatikan segala sesuatu yang lahir dari rahim ibu”.

Lantas pertanyaan kita adalah apa saja yang dilahirkan oleh ibu?

Kami pernah berbicara dengan penganut kepercayaan Sunda Wiwitan, bahwa yang dinamai ibu ada dua. Pertama adalah ibu lahir yang berarti ibu biologis yang melahirkan kita. Kemudian ibu batin yang berarti tanah kelahiran. Ibu yang di mana selama kita hidup selalu kita injak, kita serap, kita hisap, tanpa pernah kita ingat dan berterima kasih terhadapnya.

Dari pengertian itulah, bagi kami mudik menjadi begitu berharga bagi manusia Indonesa. Mudik adalah kerinduaan yang tak tertahan kepada segala sesuatu yang melahirkan dan tumbuh berkembang bersama menyertai manusia Indonesia.

Siapakah di dunia ini yang tidak rindu kembali ke ibu?

Mudik sudah menjadi kegiatan rutin yang dilakukan setiap tahun oleh manusia Indonesia. Sehabis melaksanakan ibadah puasa, ratusan ribu bahkan mungkin jutaan manusia Indonesia melakukan persiapan dengan berbagai macam perbekalan yang disiapkan untuk kembali ke kampung halaman. Kita rindu kembali ke tanah kelahiran kita. Tanah yang di mana dalam tanah itu menyimpan bagian dari tubuh kita saat kita dilahirkan ke dunia.

Oleh sebab itulah kenapa tradisi mudik sangat mendarah daging dan dijiwai bagi manusia Indonesia. Dengan mudik kita bisa berkumpul dengan keluarga, saudara, teman-teman, kita membasuh kerinduan akan masa lalu yang kering, setelah cukup lama kita tingalkan. Begitu sangat banyak orang dilibatkan dalam prosesi tahunan ini, bahkan dimensi spirtualitas sangat tercermin dalam tradisi mudik ini.

Di sepanjang perjalanan menuju kampung halaman, Kita bisa lihat dimana ratusan ribu orang bersamaan tumpah ruah berbondong-bondong pergi menuju kekampung halamanya masing-masing.

Setelah sampai kampung halaman dan selesai melaksanakan shalat ied, orang-orang ramai-ramai bersilaturahmi bersama sanak keluarga, rekan, sahabat dan bahkan kepada warga yang mereka sendiri saling tidak kenal sebelumya. Selain kepada orang yang masih hidup, mereka juga tidak lupa untuk mendatangi orang-orang yang sudah meninggal, untuk kemudian diingat-ingat jasa kebaikan mereka lalu kemudian didoakan. Juga tidak lupa sebagai pengingat bahwa suatu saat dirinyalah yang akan berada di dalam tanah itu. “Mengigat kematian!”.  Bukankah hal itu perenungan yang sangat dalam?

Kembali kepada Bandung. Bandung Indonesia pulang pergi?

Ya begitulah. Bagi kami Bandung adalah rahim negara Indonesia. Tempat di mana sejarah pergolakan pemikiran para pendiri bangsa bergejolak dan diasuh di sana oleh sang ‘ibu’.

Sejarah mencatat bahwa di Jalan Ciateul Nomor 8 RT 02 RW 07 Kelurahan Nyengseret, Kecamatan Astana Anyar, Kota Bandung, terdapat sebuah rumah tempat berkumpulnya para founding father Indonesia, yang melakukan pertemuan dan diskusi membahas masa depan bangsa Indonesia. Di rumah itulah sosok seperti KH Agoes Salim, Ki Hadjar Dewantoro, Hos Tjokroaminoto, H Sanusi, Moh Yamin, KH Mas Ali Mansur, MH Thamrin, Abdoel Muis, Sostro Kartono (kakak RA Kartini), Ali Sastro, Asmara Hadi, ibu Trimurti, Suyudi, Soetan Sjahrir, Mohamamad hatta, Soekarno, dlsb berkumpul. Mereka saling beradu intelektual untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan bagi negara Indonesia.

Sub judul diskusi Maiyah Jamparing Asih kali ini, sebenarnya terinspirasi dari judul buku Simbah Maulana Muhammad Ainun Nadjib. Yang berjudul Yogyakarta Indonesia Pulang Pergi. Jujur saja saya sebagi penulis Mukadimah untuk diskusi ini, belum pernah membaca buku tersebut. Namun kami berani menulis mukadimah ini dengan mengambil saduran dari buku simbah tersebut. Karena Bandung dan Yogyakarta memiliki hentakan ritmis yang sama dalam perkembangan dan perjuangan untuk kemerdekaan  Indonesia.

Yogyakarta pulang pergi? Bandung pulang pergi? Pulang dan pergi adalah siklus mudik. Dan mudik sejatinya adalah aturan kosmik, tentang pencarian akan kerinduan yang sejati.

Karena sebenarnya Bandung adalah tempat permulaan untuk kembali.

Untuk pembahasan lebih luasnya kami butuh pandangan dari teman-teman semua. Mari kita melingkar kita berdiskusi bersama-sama merenungkan dan mencari kesejatian apa sebenarnya mudik itu. Karena itu kami Masyarakat Maiyah Jamparing Asih mengundang teman-teman untuk berkumpul ngariung di tanggal 29 Juni 2018 pukul 20.00 WIB di Pondok Pesantren Anak Jalanan At-Tamur, Jalan Raya Cibiru Hilir No.4 RT 01/01 Cileunyi Bandung.

Kurang lebihnya mohon maaf. Terima kasih dan ditunggu kehadiranya.

Lainnya

Sunda Mengasuh___

Sudah sejak pukul 18.00 penggiat Jamparing Asih berkumpul di gedung RRI.

Jamparing Asih
Jamparing Asih
Tadarus Limolasan
Tadarus Limolasan

Paceklik

Paceklik
Exit mobile version