Merawat yang Lama, Menyapa yang Baru
Mungkin kita perlu menelaah lebih banyak soal detail-detail dalam perundang-undangan Belanda dan Hindia-Belanda, serta perubahan-perubahan bentuknya pada tiap zaman, untuk perbandingan dengan zaman kita. Apa sebenarnya penjajahan? Jangan-jangan kita saja yang ge-er pernah dijajah, padahal yang kita katakan penjajah justru ada dalam diri kita sendiri, jangan-jangan. Apakah NKRI ini juga, bisa diklasifikasikan sebagai bentuk penjajahan? Ini perlu kita teliti-teliti kembali.
Hampir selalu terjadi pertikaian kaum tua dan kaum muda dan tampaknya secara bawah sadar kalangan muda kita tidak ingin mengulangi kesalahan dan kekurangjangkepan yang itu-itu lagi. Pilihan untuk mengadakan Sinau Bareng mungkin mereka rasa sebagai jalan tengah yang presisi, di mana tradisi lama tetap terpelihara, ilmu-ilmu tua dipersambungkan sementara inovasi dan ide-ide baru terus melaju di dalamnya.
Zaman pasti berganti, kita mesti menjadi yang bisa luas menampungnya. Membenturkan generasi dengan polah rebel asal berontak, asal bernyali, asal keren seperti Jim Morrisson rasanya sudah cukup kita saksikan sebagai kegagalan demi kegagalan.
Adalah wajar kaum tua cukup sentimentil dan romantis mengenang masa-masa jayanya, tapi itu tidak berarti segalanya bisa terulang. Adalah wajar kaum muda ingin menggebrak dan mendobrak, tapi itu tidak berarti dia harus menyakiti poro sepuh. Wacana untuk menjadi ruang yang menampung segala dimensi yang sering kita temukan di Maiyah memang bukan sekadar wacana yang diada-adakan, tapi sedang sangat dibutuhkan pada zaman ini. Dan itulah yang dibaca oleh kaum muda kita yang rindu akan Sinau Bareng di wilayahnya masing-masing.
Beberapa keamanan sipil berkeliling dengan siaga di sekitar lokasi, hansip. Peninggalan sistem polisi desa di masa kekuasaan terpencar (pluralisme kekuasaan) pada era transisi ke liberalisme Hindia-Belanda. Keberadaanya masih langgeng ketika reformasi keamanan pada 1890-an dan dekade awal 1900. Kemudian juga digunakan untuk menjaga ketertiban pada masa Nippon dan lama-lama dia mentradisi. Hebatnya manusia Nusantara adalah dalam mengolah hal-hal yang datang padanya seperti ini menjadi bagian dari dirinya.
Beberapa yang setara dengan hansip, seragam banser juga tampak di sekitar panggung. Semua ini adalah inisiatif kemanan dari warga sekitar, ini adalah cara mereka menghormati Mbah Nun dan KiaiKanjeng yang menabur-naburkan keindahan dan kebersenang-senangan yang disenangi oleh Allah pada malam hari ini.
Di Game of Thrones, dewa-dewa lama dan dewa-dewa baru akan terus saling berputar menggantikan. Pada dunia kita sekarang, era baru membutuhkan cara-cara baru yang lebih jangkep dan presisi karena itu kita sinau, karena itu kita bebarengan. Karena itu kita Sinau Bareng.