CakNun.com

Menyambung Informasi Sejarah dari Generasi Zaman Old ke Zaman Now

Reportase Majelis Maiyah Kenduri Cinta, 12 Januari 2018
Kenduri Cinta
Waktu baca ± 5 menit

Tidak ada kebahagiaan yang melebihi kebahagiaan pertemuan orang-orang yang saling merindukan satu sama lain. Kebahagiaan itulah yang terpancar dari wajah-wajah Jamaah Maiyah di Kenduri Cinta, Jakarta. Kerinduan mereka kepada KiaiKanjeng terobati di Kenduri Cinta edisi Januari 2018 semalam.

Tidak megherankan, sejak jam 7 malam bahkan pelataran Taman Ismail Marzuki, Cikini sudah dipadati oleh Jamaah Maiyah yang datang tidak hanya dari Jakarta dan sekitarnya saja. Ada banyak yang juga datang dari luar kota. Teman-teman dari Maiyah Ambengan, Lampung pun sudah datang di Jakarta sejak sore hari.

Kegembiraan hadirnya KiaiKanjeng sangat disyukuri oleh teman-teman Penggiat Kenduri Cinta. Mereka sejak pagi sudah stand by di Taman Ismail Marzuki. Menyambut dan melayani pakdhe-pakdhe KiaiKanjeng di penginapan transit, kemudian di siang harinya ikut membantu crew KiaiKanjeng menata alat-alat musiknya. Bahu-membahu memasang backdrop di panggung, menikmati tahapan demi tahapan persiapan Kenduri Cinta kali ini, karena Kenduri Cinta bagi mereka adalah “hajatan” satu bulan sekali yang rutin mereka kelola.

Selepas maghrib, seluruh karpet sudah tertata rapi, KiaiKanjeng pun melakukan soundcheck. Beberapa jamaah yang sudah sampai di Taman Ismail Marzuki pun turut menyaksikan. Kehadiran KiaiKanjeng di Jakarta dalam beberapa tahun terakhir memang bisa dikatakan sangat jarang, sehingga Jamaah Maiyah di Jakarta dan sekitarnya tentu tidak ingin melewatkan hadirnya KiaiKanjeng di Kenduri Cinta kali ini begitu saja. Bahkan banyak dari mereka  yang membawa serta keluarganya.

Selepas isya, Maiyahan di Kenduri Cinta dimulai dengan pembacaan Wirid Wabal beserta ru`us-nya. Jamaah yang sudah hadir memenuhi pelataran Taman Ismail Marzuki pun tampak khusyuk melantunkan ru`us demi ru`us Wirid Wabal tersebut. Yaa dzal wabal, Yaa dzal ‘adli, yaa dzal qisthi, syadiidal iqaab...

Setelah pembacaan wirid Wabal tersebut, Sigit bersama Donny memoderasi sesi Prolog. Sesi Prolog yang memang digunakan sebagai sesi pemantik diskusi sesuai dengan tema Kenduri Cinta, semalam digunakan juga untuk proses penjaringan usulan Piagam Maiyah. Seperti yang sudah kita ketahui bersama, bahwa selama bulan Januari 2018 ini, Maiyahan di berbagai Simpul Maiyah akan dilaksanakan proses penjaringan usulan Piagam Maiyah.

Penggiat Kenduri Cinta kemudian mengajak seluruh jamaah untuk membikin lingkaran-lingkaran kecil, yang terdiri dari 7-10 orang. Dari lingkaran-lingkaran tersebut, selama 45 menit mereka diberi kesempatan untuk berdiskusi mengusulkan poin-poin yang akan dimasukkan dalam Piagam Maiyah nantinya. Selama 45 menit itu, jamaah sangat kooperatif, diskusi di masing-masing lingkaran kecil itu sangat hidup. Beberapa perwakilan dari mereka bahkan diberi kesempatan untuk menyampaikan usulannya secara langsung. Penggiat Kenduri Cinta mengawal jalannya diskusi tentang penyusunan usulan Piagam Maiyah ini.

Setelah workshop Piagam Maiyah selesai dilaksanakan, kemudian jamaah pun kembali merapikan posisi duduknya agar semakin jenak, sementara pakdhe-pakdhe KiaiKanjeng sudah bersiap di belakang Panggung. Bersamaan dengan rawuhnya Cak Nun di Kenduri Cinta, personel KiaiKanjeng pun naik ke panggung dan langsung mempersembahkan sebuah Fragmen yang berjudul “Amenangi Zaman Now”.

Pak Nevi, Pak Joko Kamto dan Donny bergantian membacakan naskah  fragmen tersebut, tentu saja diiringi dengan aransemen musikal Gamelan KiaiKanjeng. Fragmen yang secara khusus naskahnya disusun oleh Cak Nun untuk dipentaskan di Kenduri Cinta kali ini. Ada banyak pesan moral, sindiran dan juga nasihat tentunya dalam fragmen tersebut. Sindiran terhadap situasi zaman now, juga menyambut tahun politik 2018 tidak lepas dari dialog-dialog yang dibacakan oleh Pak Nevi dan Pak Joko Kamto. Hentakan musik KiaiKanjeng kemudian berlanjut, sebuah nomor andalan, medley One More Night – Beban Kasih Asmara langsung dibawakan oleh KiaiKanjeng selepas fragmen tersebut.

Seperti biasanya, di tengah-tengah lagu One More Night, Mas Donny dan Mas Jijit mengajak jamaah untuk sinau tembang anak-anak “zaman old”, tentu saja bersama Pak Nevi Budianto. Bahkan, Mas Sarianto dan Mas Islamiyanto juga ikut menambah warna dalam lagu One More Night a la KiaKanjeng ini.

Pitutur-pitutur banyak disampaikan dalam dialog tersebut. Terkesan lucu tapi mengandung banyak makna tentang bagaimana kita seharusnya menanggapi zaman now. Tidak masalah kita mengikuti zaman now asal kita menggunakannya untuk kebaikan. Tapi juga seharusnya kita tidak melupakan budaya-budaya dan kearifan lokal-kearifan local zaman old. Karena di zaman old banyak pesan-pesan yang disampaikan melalui lagu, dolanan bocah, kiasan-kiasan yang baik, perlu kita jaga sampai sekarang. Untuk mengingatkan zaman old dinyanyikanlah sekilas lagu jamuran, dan praktik mainnya yang lucu.

Setelahnya, Cak Nun kemudian mbeber kloso untuk melandasi diskusi selanjutnya. “Apa sih yang mengikat kita sehingga kita betah Maiyahan hingga seperti ini?”, sebuah lontaran kunci disampaikan oleh Cak Nun kepada Jamaah Kenduri Cinta semalam. Selama ini, kita seringkali melihat bahwa adanya sebuah pertemuan, berkumpulnya orang-orang dalam jumlah yang banyak, lebih dikarenakan adanya transaksi keuntungan atau laba satu sama lain. Tetapi, hal ini yang sangat dihindari di Maiyah, sehingga dengan ketulusan hati setiap orang yang bersentuhan dengan Maiyah, maka semua yang hadir akan merasa aman, nyaman, duduk berjam-jam dalam durasi yang cukup lama, menyimak paparan-paparan ilmu dari para narasumber. Bahkan di Kenduri Cinta semalam, ada banyak sekali yang rela untuk berdiri dari awal acara hingga akhir acara karena memang lokasi Pelataran Taman Ismail Marzuki tidak mampu menampung seluruh orang yang hadir.

Lewat tengah malam, Cak Nun meminta Mas Helmi Mustofa dari Redaktur Maiyah dan Fahmi Agustian dari Kenduri Cinta untuk sedikit menggambarkan perjalanan KiaiKanjeng sejak awal mula lahirnya Gamelan KiaiKanjeng. Sejarah “Lautan Jilbab”, Teater Pak Kanjeng, lahirnya PadhangmBulan hingga proses pembuatan Album Kado Muhammad diceritakan sekilas oleh Mas Helmi.

Fahmi menambahkan, bahwa salah satu kreativitas KiaiKanjeng yang sangat revolusioner adalah lahirnya susunan tangga nada Gamelan yang bukan slendro dan bukan pelog. Solmisasi yang disebut sebagai Sense of Ngeng karya Pak Nevi Budiyanto adalah “pusaka” KiaiKanjeng yang pada proses perjalanannya mampu melahirkan banyak karya dan juga mampu mengakomodir semua aliran musik yang ada. Maka tidak mengherankan bagaimana lagu One More Night mampu diaransemen sedemikian rupa.

Cak Nun menyebut bahwa aliran musik KiaiKanjeng itu laa syarqiyah walaa ghorbiyah, tidak timur dan juga tidak barat, tetapi berada di tengah-tengah, sehingga KiaiKanjeng mampu mengelola dan mengaransemen semua aliran musik yang ada. Sebuah aransemen baru “Medley Dekade” semalam dibawakan di Kenduri Cinta. Aransmen yang mengapresiasi karya-karya musisi dalam negeri, mulai dari dangdut, pop, hingga rock progressif disatukan oleh KiaiKanjeng dalam sebuah aransemen yang sangat apik.

Hadir juga semalam Syeikh Nursamad Kamba dan Coach Indra Sjafri di Kenduri Cinta. Syeikh Nursamad Kamba menceritakan bagaimana dulu perjalanan KiaiKanjeng ke Mesir. Coach Indra Sjafri juga berbagi cerita bagaimana persambungannya dengan Maiyah memiliki pengaruh yang sangat besar dalam perjalanan karier kepelatihannya hingga hari ini.

Kenduri Cinta edisi Januari 2018 ini sangat semarak. Amenangi Zaman Now bukan hanya dimaksudkan untuk merespons situasi Zaman Now yang semakin tidak jelas arahnya. Memasuki tahun politik 2018, masyarakat akan kembali dibikin gaduh dengan adanya rangkaian Pilkada di berbagai daerah. Sementara Jamaah Maiyah Zaman Now tentunya jangan sampai terjebak dengan tipu daya-tipu daya yang ada di sekitarnya. Melalui perjalanan KiaiKanjeng dan Cak Nun tentunya, Jamaah Maiyah Zaman Now sudah sepantasnya memahami peta garis perjalanan sejarah yang sangat erat hubungannya dengan Maiyah itu sendiri.

Jamaah Maiyah Zaman Now tidak boleh putus informasi terhadap sejarah Zaman Old yang begitu banyak hikmah yang bisa diambil untuk dijadikan pelajaran. Semalam di Kenduri Cinta, Cak Nun juga menceritakan banyak hal pengalaman bersama KiaiKanjeng selama Orde Baru. Bagaimana sulitnya di era Zaman Old itu untuk mengekspresikan kebebasan berpendapat, dan hari ini di Zaman Now, kita merasakan betapa bebasnya kita berpendapat, namun ternyata itu tidak menjamin bahwa generasi Zaman Now ini adalah generasi yang lebih dewasa pemikirannya dari generasi Zaman Old.

Kegembiraan Kenduri Cinta kali ini dipuncaki dengan penampilan duet Beben Jazz bersama KiaiKanjeng. Syeikh Nursamad Kamba kemudian memungkasi Kenduri Cinta edisi Januari 2018 dinihari tadi dengan memimpin doa bersama. Kerinduan ini telah terobati. Terima kasih Cak Nun, terima kasih KiaiKanjeng. Sampai jumpa di Kenduri Cinta bulan depan. (Redaksi Kenduri Cinta)

Kenduri Cinta
Kenduri Cinta, majelis ilmu, sumur spiritual, laboratorium sosial, basis gerakan politik bahkan universitas jalanan yang tidak pernah habis pembahasan SKS nya, kurikulum dan mata kuliahnya selalu bertambah, dosennya adalah alam semesta.
Bagikan:

Lainnya

Sunda Mengasuh___

Sunda Mengasuh___

Sudah sejak pukul 18.00 penggiat Jamparing Asih berkumpul di gedung RRI.

Jamparing Asih
Jamparing Asih