CakNun.com

Menghimpun Apa yang ‘Tidak’

Rizky D. Rahmawan
Waktu baca ± 3 menit

Zoon politicon. Aristoteles menggunakan istilah itu untuk menyebut manusia sebagai makhluk sosial. Makna harfiahnya yaitu hewan bermasyarakat. Karena pada dasarnya manusia adalah makhluk yang ingin selalu bergaul dengan berkumpul.

Perkumpulan manusia modern bisa bermacam-macam latar belakang, tujuan, dan bentuknya. Organisasi adalah salah satu bentuk yang kita kenal. Dan mungkin kebanyakan kita terlibat.

Kita bangsa Indonesia, sejak 1945 tergabung dalam perkumpulan besar dalam bentuk NKRI. Perkumpulan ini disokong dan diurus oleh perkumpulan lebih kecil. Yaitu bentuk organisasi politik.

Tahun demi tahun, windu demi windu, dan dasawarsa demi dasawarsa, rasanya perkumpulan besar NKRI mengalami masalah demi masalah yang terlalu ruwet diselesaikan. Dan waktu demi waktu, juga telah banyak kepedulian untuk menyelesaikan problematika itu. Ketidakpercayaan atas organisasi politik yang ada, dirasa perlu harus digantikan oleh organisasi baru yang merasa bisa dan lebih baik.

Namun rasanya situasi semakin runyam. Manusia dalam perkumpulannya malah saling tengkar. Dan manusia dalam dirinya menjadi tidak utuh kemanusiaannya. Lantas, apa iya generasi berikutnya harus tetap mengalami keadaan ruwet perkumpulan NKRI?

Generasi Maiyah mencoba untuk mencari jawabannya. Dengan cara sinau bareng. Kita pelajari sebab-akibatnya. Dicari akar masalah dan kemungkinan solusinya.

Terhadap dirinya sendiri, Maiyah berijtihad. Maiyah tidak melangkah dalam bentuk organisasi. Ijtihad Maiyah mencoba belajar kepada sunnatullah. Belajar ber-organisme. Dengan harapan barangkali ijtihad ini bisa menemukan solusi untuk negeri.

***

Kita ini dari Allah, kembalinya kepada Allah. Dalam bahasa proposal, maka latar belakang kita adalah Allah, tujuan kita adalah Allah. Di dalam kita ber-Maiyah, di dalam kita membentuk nukleus-nukleus berkumpul dalam rupa simpul, lingkar atau nama pengenalan forum berkumpul lainnya, satu-satunya pihak yang kepadanya kita sodorkan proposal adalah: Allah.

Karena itu, di dalam pergumulan organisme Maiyah, tidak akrab istilah sponsor, agenda-agenda titipan, apalagi aneka bentuk pencitraan. Sebab kita ber-Maiyah dengan nawaitu ‘Ilaihi rojiun bi la…..’ atau tanpa semua keperluan-keperluan jangka pendek itu.

Adalah hal yang sangat baik, apabila kita mau menghimpun apa-apa yang semestinya tidak perlu ada di dalam misi dan strategi di manapun Orang Maiyah berkumpul atau membuat forum. Nyicil-nyicil menghimpun hal-hal yang semestinya tidak perlu ada, sebagai berikut:

Metabolisme kita organisme, bukan organisasi

Sebab kata ‘isasi’ hanya diperlukan apabila kita memiliki tujuan-tujuan jangka pendek keduniawian. Apabila tujuan kita adalah Allah, yang mesti diupayakan adalah bagaimana agar kita selaras mungkin misi dan strateginya dengan metabolisme organisme. Tumbuhan dan hewan, metabolisme organisme mereka jelas untuk Allah. Tidak ada strategi politik dan kekuasaan di dalam misi dan strategi berkumpul mereka. Terhadap metabolisme organisme, tumbuhan dan hewan adalah narasumber kita.

Anatomi penggiat, bukan struktur organisasi simpul

Pembagian tugas antar penggiat di dalam berkumpul tidak melulu harus dalam bentuk bagan kepengurusan yang terstruktur. Melainkan, bagaimana agar satu sama lain saling melengkapi pos-pos di dalam kerja tim yang dilakukan yang belum terisi. Seperti anatomi tubuh, ada yang menjadi kulit, ada yang menjadi daging, ada yang menjadi tulang. Kalaupun dibentuk struktur organisasi, tidak kaku lantas enggan berrotasi ketika ada posisi-posisi kerja tim yang masih belum terisi. kita mesti membangun kepekaan untuk mengisi yang belum terisi.

Tidak ada penokohan

Setiap tugas-tugas di dalam kerja tim apabila dirasa dominan peranannya pada satu orang saja, maka satu sama lain saling memantik untuk segera mendistribusikan tugas-tugas supaya makin merata. Sebab peran yang berlebih pada satu orang di satu sisi akan menjadi keluhan beban yang tidak adil beratnya bagi dirinya, di sisi lain akan memicu potensi penokohan. Padahal kita berkumpul dan berforum tidak sedang membangun penokohan itu.

Saling mengenali kepakaran, bukan membangun pencitraan

Ketika berforum dan berkumpul, setiap orang berpotensi menjadi narasumber bagi yang lain. Kita tidak perlu memaksakan diri untuk menghadirkan tokoh tertentu. Lebih baik kita manfaatkan forum kita sendiri itu sebagai sarana untuk membangun citra satu sama lain diantara kita. Tentu saja citra di sini bukan dalam pengertian pencitraannya kaum mainstream, melainkan dalam pengertian yang positif yakni untuk lebih saling lebih mengenal-pahami kepakaran hidup satu sama lain di antara kita.

Biaya tidak diada-adakan

Tidak ada yang musti sengaja diada-adakan di dalam berkumpulnya orang Maiyah. Sebuah forum terselenggara sebab urun sengkuyung buah dari gotong royong semua yang terlibat di dalamnya. Karena itu tidak perlu menyodorkan proposal kepada siapapun untuk menghimpun biaya. Ini bagian dari cara kita mengkampanyekan nikmatnya kebersahajaan di dalam berforum.

Kalau kita berhasil menghimpun apa-apa yang tidak semestinya ada, maka kita akan semakin kuat menggenggam apa-apa yang semestinya iya. Sehingga kita bisa mengukur diri, apakah kita sudah cukup menjadi antitesa zaman ataukah belum. Sebab menjadi antitesa itu tidak sesederhana membuat sesuatu yang ‘asal beda’.

Lainnya