CakNun.com

Mengaktifkan Teknologi Eling Bèn Waspodo

Reportase Majelis Masyarakat Maiyah Mocopat Syafaat, 17 Oktober 2018
Muhammad Zuriat Fadil
Waktu baca ± 10 menit

Game of Thrones, Hubungan Manusia Dengan Alam

Dari catatan Mas Adi Kuncung saya jadi tahu bahwa bahasan mengenai ketatanegaraan mendasar juga dibabarkan malam ini, bahwa kita sudah terlanjur hidup di sistem di mana kita membayar orang untuk mengurusi negara. Di dalamnya ada trias politika yakni eksekutif, legislatif, dan yudikatif dan kita termasuk di dalamnya.

“Dulu manusia dibikin untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup da menjaga perdamaian antar manusia. Kalau urusannya sama Tuhan itu soal cinta. Itu pasal utama mengapa manusia hidup,” ujar Mbah Nun, tampaknya terjadi dialog antara Mbah Nun dan Mas Bred.

Sepertinya ini juga berkenaan dengan pola hubungan manusia dengan alam sekitarnya. Sayangnya kita tidak begitu punya orang yang cukup lihai membaca persoalan sekarang ini, dan mereka juga tidak begitu bisa disalahkan karena lahir dari atmosfir dunia yang secara umum pandangannya doyong. Pemerintahan NKRI–negeri seberang yang dekat secara fisik tapi jauh kesadarannya itu–sedang berada pada titik puncak rezim yang bolehlah kita istilahkan “Rezim lampu sen ke kiri tapi beloknya ke IMF”.

Kita tidak bisa berharap lebih kalau di negeri seberang sana, seorang presiden hanya bisa mengutip Game of Thrones dari season awal padahal sekarang sudah menjelang season delapan, itu pun dengan analisis tingkat sedang-sedang saja. Padahal banyak bacaan dan analisis yang lebih mendalam dari sekadar “Winter is Coming” kalau memang mau mengutip Game of Thrones. Dan kalau sekadar peta perpolitikan antar houses dan suku-suku baik di dalam Westeros, The North atau yang berada di luar Narrow Sea, rasanya tidak perlu serorang presiden, penonton biasa saja juga tau.

Sebelum saya terdengar jadi seperti haters, sebenarnya ini hanya kegundahan seorang penonton Game of Thrones. Semoga kelak presiden negeri seberang sana bisa mengutip kalimat dari dialog Kal Dhrogo, pemimpin terbesar suku Dothraki yang nomaden itu. Saya harus menahan diri dari godaan menuliskan cerita soal Game of Thrones atau berharap presiden sana mengutip Cardcaptor Sakura? Atau Sailor Moon? Terserah.

Niat Baik Perlu Presisi, Eling lan Waspodo Terhadap Alam

Banyak individu yang berniat baik untuk melakukan pelestarian lingkungan hidup, tapi keberadaan individu-individu maupun kelompok seperti ini tidak bisa benar-benar subur pada atmosfer yang kurang jangkep. Tidak heran bila kemudian terlalu banyak langkah yang kurang presisi atau juga tentu jadi bahan masuknya wacana NGO-NGO internasional dengan narasi-narasi yang telah ada pemesannya. Ada langkah-lagkah yang baik dilaksanakan per individu, ada langkah-langkah yang perlu dilaksanakan dengan kelompok, dan ada langkah yang perlu diambil oleh pemangku kebijakan. Tapi hingga sekarang semua masih berjalan sendiri-sendiri dan tak jarang malah bertabrakan.

Kalau kita lihat pada era kolonial Hindia-Belanda, usaha kaum konservatif untuk melindungi lahan hutan lindung agar tidak menjadi lahan produktif sangat giat. Tapi membanjirnya saham dari luar yang ingin terus membuka lahan produktif terus mengalir dan sejak itu kita dikepung pertempuran dagang tanpa henti. Bisa dibilang, sebenarnya sejak era liberalisme ekonomi dibuka pada 1870, persoalan kita sebenarnya bukan menghadapi Belanda dan Hindia-Belanda. Tapi justru berhadapan dengan perusahaan multinasional. Namun karena proklamasi diadakan tergesa-gesa, tak ada waktu untuk mendaftar mana perusahaan yang perlu diprivatisasi, mana yang harus diusir dan mana yang bisa dijadikan rekan. Itu pun masih bercampur, perlu diidentifikasi mana perusahaan yang menyamar menjadi bentuk-bentuk lokal seperti desa baru, pondok pesantren atau yang berdiri di atas lahan berstatus perdikan.

Persoalan 1965 aslinya bukan soal ideologi belaka, tapi adalah hasil carut-marutnya urusan pertanahan yang belum selesai oleh land reform pasca proklamasi 1945. Karena NKRI tidak berupaya mengidentifikasi para penanam saham dan modal itu, maka semua hanya bergantung pada lobby-lobby internasional saja. Maka jangan heran kalau pembaca yang budiman bisa dapati perusahaan yang sejak akhir 1800 masih langgeng dan tetap lancar jaya menjalankan bisnisnya tanpa terganggu sedikit pun oleh peristiwa-peristiwa dalam negeri.

Lainnya

Exit mobile version