CakNun.com

Menemu Efek Samping Musik dalam Sinau Bareng

Didik W. Kurniawan
Waktu baca ± 4 menit

Kepopuleran efek Mozart memancing penelitian demi penelitian tentang manfaat musik bagi kemaslahatan manusia. Efek Mozart sempat diyakini salah satunya mampu membantu meningkatkan kecerdasan bayi jika semasa di alam janin diperdengarkan lagu karya Wolfgang Amadeus Mozart. Dan melalui buku The Mozart Effect: Tapping the Power of Music to Heal the Body, Strengthen the Mind, and Unlock the Creative Spirit yang ditulis Don Campbell (1997), seorang musisi, bukan peneliti musik Mozart, provokasi dan promosi tentang efek Mozart semakin menjadi.

Musik Mozart dianggap memiliki keampuhan demi keampuhan yang berguna bagi makhluk hidup. Beberapa orang tua di negara bernama Indonesia juga sepakat bahwa musik klasik, tidak hanya Mozart bisa memberikan efek samping yang baik bagi anak-anak mereka. Berkat buku itu pula, efek Mozart bisa diterima tidak hanya kalangan manusia. Tumbuhan dan sapi pun dianggap bisa dirasuki oleh bebunyian karya Mozart ini.

Djohan Salim, penulis buku Psikologi Musik mencoba memberi asumsi tandingan terkait temuan itu melalui buku Matinya Efek Mozart (2007). Ia tidak membantah bahwa musik Mozart bermanfaat. Tetapi ada faktor penting selain efek yang berasal dari luar tubuh atau diri yaitu internalisasi yang ada di dalam diri. Seriang apapun musik yang diperdengarkan jika kondisi diri ini sedang mengalami disorientasi yang dipenuhi dengan kesedihan, belum tentu saat itu juga si pendengar langsung berubah perilakunya menjadi riang. Setidaknya begitu pandangan yang ditawarkan Djohan Salim.

Terlepas dari perdebatan mengenai efek yang dihasilkan dari karya-karya Mozart yang sering disebut dalam ranah musik klasik ini, setidaknya pemahaman bisa dihentikan pada konklusi sementara bahwa musik memang berguna bagi kehidupan makhluk-makhluk di Bumi. Olahan dan racikan bunyi hasil temuan manusia memiliki imbas dan memberikan pengaruh yang cukup besar dalam sejarah peradaban makhluk di planet Bumi.

Tidak hanya musik klasik, sebuah laporan dari BBC News membeberkan fakta tentang penggunaan musik gamelan di 33 Lembaga Pemasyarakatan (Penjara) di Inggris sebagai salah satu metode untuk membentuk kepribadian para tahanannya. Pengendalian diri, pengelolaan emosi, semangat berbagi dan saling menghargai adalah beberapa manfaat yang dihasilkan setelah para napi bermain gamelan. Mereka melihat bermain gamelan tidak bisa dilakukan secara indivualistik. Semua perangkat musik (rincikan) gamelan harus saling mengisi peran masing-masing. Tidak boleh menonjol antara satu dengan yang lain. Gong tidak akan pernah dipukul di tengah gendhing secara tiba-tiba. Atau ketika nada nem ma ma ro ma (6 5525) dari Bonang sudah dipukul, artinya seluruh pemain (niyaga) harus dalam kondisi anteng mantheng konsentrasi penuh siap siaga memainkan gendhing.

Bermain gamelan berarti bermain dengan menggunakan rasa. Penuh dengan kelembutan. Tidak perlu ngoyo ketika memukulnya. Karena gamelan memiliki organologi yang memungkinkan memunculkan suara dengan desible cukup kuat meski dipukul dengan pelan. Khususnya untuk perangkat yang berbahan logam. Justru karena bahannya keras, perlakuan lembutlah yang dibutuhkan. Telinga disiapkan untuk mendengarkan secara utuh gendhing yang dimainkan. Bermain sekaligus mendengarkan orang lain. Bukan dirinya sendiri.

Tata permainan gamelan dari penataan komposisi gendhing hingga tata kelola perilaku itulah yang kemudian dikemas dan berusaha dikembangkan secara klinis, dicari manfaatnya untuk memperbaiki kualitas diri para tahanan. Karena kepribadian para narapidana juga harus dijaga apalagi setelah mereka keluar dari lembaga pemasyarakatan dan berbaur dengan masyarakat. Tidak rendah diri, tidak rentan naik pitam, dan yang paling penting tidak kambuh lagi untuk melanggar hukum dan melakukan segala bentuk perbuatan yang merugikan orang lain.

Pun begitu dengan musik metal yang dianggap bising dan memiliki potensi merusak atau melukai. Menurut buku Heavy Metal Parents karya Yuka Dian Narendra Mangoenkoesoemo dan Gita Widya Laksmini Soerjoatmodjo (2018) tidak selalu seperti itu. Dalam buku tersebut dilakukan studi terhadap generasi penikmat musik metal tahun 1980-an yang tentu saja mereka sudah tidak muda lagi di era milenial ini. Apakah pemaknaan mereka terhadap konsumsi musik heavy metal mengalami perubahan dengan bertambahnya usia. Bagaimana pola pengasuhan anak yang dikembangan oleh “orang tua metal”.

Jawaban dari pertanyaan tersebut menghasilkan dinamika pemikiran yang beragam dan menuntun pada pandangan bahwa musik heavy metal sebagai subkultur musik populer yang ada di Bumi ini tidak selalu membawa dampak buruk. Salah satu temuannya bahwa musik musik rock atawa heavy metal membuat hidup ini lebih bergairah untuk melakukan hal-hal yang positif. Belajar dan bekerja menjadi lebih giat tanpa tekanan apapun. Kalau hasilnya tetap negatif itu memang sudah dari dalam pertu takdirnya bodoh dan malas.

Musik klasik memiliki karakter kuat dan manfaat yang cukup besar. Pun begitu dengan gamelan. Yang oleh beberapa orang dianggap sebagai musik misitis karena memiliki frekuensi yang mampu memancing birahi yang berlebihan untuk melakukan perbuatan yang disukai oleh setan atau dengan kata lain bebunyian yang dihasilkan gamelan membuat kesetanan. Padahal gamelan tak seseram itu. Gamelan nyatanya memiliki peran di dunia kesehatan di benua Eropa. Juga dengan musik cadas yang disinyalir memiliki manfaat menuntun manusia untuk memiliki semangat bertindak kritis, sehat jiwa dan raganya.

Kalau begitu, bagaimana jika dalam sebuah acara ada kelompok musik yang menghadirkan setidaknya tiga jenis musik tersebut di atas panggung? Bebunyian gamelan ditambah sentuhan musik klasik memainkan musik rock? Tidak hanya sebatas rock. Bisa jazz, blues, dangdut, campursari, koplo, electronic dance music , atau musik apa saja yang sedang populer dan digemari manusia di Bumi ini. Bukankah ada akumulasi manfaat di sana? Manfaat yang berasal dari gamelan, musik klasik, dan musik populer kekinian. Minimal cerdas, segar, halus, bergembira, tapi tetap kritis eling lan waspada .

Penelitian demi penelitian terus diupayakan oleh manusia. Sudah sewajarnya seperti itu. Terus mencari kebenaran, kebaikan, dan keindahan dari hal yang dianggap buruk sekalipun. Musik tidak hanya sebagai hiburan yang membuka dan menutup acara Sinau Bareng. Yang mengundang massa dan pengantar kepulangan para hadirin. Musik disuguhkan di awal sebagai jamuan dan landasan tentang segala bentuk hasil kreativitas manusia yang berasal dari cipratan Maha Indah-Nya. Musik dimainkan di akhir acara untuk membantu mengembalikan kesegaran jiwa dan raga setelah berjam-jam duduk tanpa beranjak.

Tentu saja dengan dibarengi kesiapan untuk menerima manfaat-manfaat yang ada. Meluaskan hati dan menajamkan pikiran. Membawa benih-benih cinta dalam rangkaian nada. Dengan tetap menyadari bahwa manusia hanya hamba.

Semoga sedikit yang tetuang di atas mampu menjawab rasa penasaran “Kenapa ada musik dalam proses Sinau Bareng? Seberapa perlu musik hadir di dalam proses Sinau Bareng?”. Sedikit karena masih banyak kemungkinan yang bisa digali. Dengan kadar pengujian yang lebih mumpuni. Tidak hanya berhenti sekedar prasangka dan asumsi. Demi kemaslahatan seluruh penghuni Bumi.

Lainnya

Topik