Medley Era di Era Medley


“Orang boleh stres dengan tekanan hidupnya. Belum lulus kuliah, belum punya pekerjaan, belum menikah, belum punya anak, banyak hutang, atau berbagai bentuk tekanan hidup lainnya. Tapi dalam Sinau Bareng bolehlah semua itu sedikit terobati oleh Pakde-Pakde KiaiKanjeng. Irama-irama yang disajikan biarkanlah memompa imun yang tertanam dalam diri setiap orang yang mendengarkannya. Menjalar, mengobati sistem syaraf yang sedikit berbelok menjadi normal kembali.”
Itu kalimat-kalimat rekan kita Hilmy Nugraha melaporkan pencerapannya tatkala mengikuti Sinau Bareng di GOR Satria Purwokerto Banyumas tadi malam. Jangan dibantah, simak dan ikuti terus saja dulu. Tapi memang sialnya, belum-belum dia sudah mendaftar masalah-masalah rutin kita: belum luluslah, banyak utanglah, dan lain-lain, kayak dia tak punya soal saja. Asem. Kita lanjut menikmati kenikmatannya dia.
“Dengan apik mereka menggarap lagu Medley Sepanjang Masa. Atau Medley Era, begitu KiaiKanjeng biasa menyebut. Tidak main-main. Dari tahun 1950 hingga 2010. Tentu bukan ribuan lagu.Tapi diambil yang hits saja. Pilihan-pilihan KiaiKanjeng amat jitu. Sangat tepat dengan selera kita.”
Kita? Ngajak-ngajak saya ya? Oh, tapi memang kalau enak-enak itu baiknya ajak-ajak kok ya. Jangan pas punya persoalan baru ngajak-ngajak. Kamu benar, Hilmy.
“Dihentak dengan irama semangat, lagu Maju Tak Gentar, tahun 50-an membawa semangat untuk selalu maju. Usai itu lagu Begadang Jangan Begadang–nya Rhoma Irama, mengingatkan kita pada raja dangdut. Lagu yang diciptakan tahun 70an ini masih relevan didengar hingga kini. Diganjar apik dengan nomor Kisah Kasih di Sekolah–nya Obi Mesakh, gaya 80an terasa kental. Terlihat ibu-ibu muda ikut menyanyikannya dengan penuh semangat.”

Wah ibu-ibu muda tak luput dari perhatian rekan kita ini. Tapi memang itu harus dilaporkan. Ibu-ibu dengan nyaman bisa mengekspresikan diri di forum semacam pengajian itu pastinya hanya bisa berlangsung jika sejumlah faktor pemahaman telah dimengerti bersama. Beragama tidak sama dengan tidak bisa happy. Asal semua paham maqam, ruang-waktu, dan kadar pasti baik dan ya masak Allah tidak turut senang melihat kegembiraan kecil yang dibangun dan dialami hamba-hamba-Nya. Lanjut.
“Yang mengagetkan ketika nomor Putri–nya Jamrud dimainkan oleh KiaiKanjeng. Seketika itu pemuda-pemuda tahun 90-an menyambut dengan sorak sorai penuh tenaga. Irama rock membuat mereka bersemangat. Nuansa pelan memasuki Ruang Rindu-nya Letto. Pelan dan dalam. Lagu Letto memang pas. Lagu tahun 2000-an ini hampir semua bisa menyanyikannya. Sebagai puncak, lagu dangdut Sayang-nya Via Vallen, dinyanyikan full song bersama, lengkap dengan ‘hak e hokya’-nya. Dan hampir semua hapal meski hanya reffrain-nya bahkan beberapa orang turut berjoget.”
Hilmy, kamu sendiri ikut joget apa tidak?
“Irama, suara, melodi, musik menjadi salah satu penyala kebaikan. Di beberapa tempat, mungkin musik diperdebatkan, atau malah sudah dijatuhi vonis haram. Tapi di forum sinau bareng, musik adalah media penyambung rasa antar jamaah. Sebuah metode menuju kebahagiaan bersama. Seperti kata Mbah Nun, Sinau dadi wong suwargo. Di mana-mana belajar mengambil kebahagiaan dalam kondisi apapun.”
Begitulah Hilmy punya penghayatan, dan sedikit penyimpulan tentang Medley Era. Saya sendiri jadi terlintas bahwa Medley Era ini jangan-jangan me-remind kita untuk sadar bahwa ini sudah Era Medley. Artinya ini zaman atau era butuh satu gerakan medley. Ialah gerak saling membangun ketersambungan-ketersambungan yang diharapkan akan menghasilkan satu keindahan kolektif (lanjutkan: kebangsaan, nusantara, global, dan bersama). Medley Era mengajarkan agar kita rajin menciptakan ketersambungkan, dan jangan rajin melakukan keterputusan, separasi, atau apapun yang tak menguntungkan bagi kehidupan bersama kita.
Terima kasih, Hilmy.
(Helmi Mustofa)