Mau Senang? Tak Perlu Ngebon dari Luar
Memungkasi catatan Sinau Bareng bersama BNNP DIY ini, dua hal hendak saya sampaikan di sini sekalian saya maksudkan untuk mengatakan bahwa cukup banyak muatan dan perspektif dikemukakan Cak Nun dalam Sinau Bareng babun narkoba ini. Tentu saja banyak detail-detail lain yang belum terusung dalam catatan ini. Untuk ini teman-teman bisa membaca liputan yang ditulis oleh mas MZ Fadil, setelah catatan saya ini.
Saya mulai. Bagaimanapun, sebagai hamba dan makhluk Allah, manusia membutuhkan pertolongan-Nya. Manusia memerlukan uluran tangan-Nya dalam semua kebutuhan dalam hidupnya, termasuk dalam masalah sakit yang dideritanya. Sebagai langkah spiritual untuk membentengi anak-anak dan keluarga kita, juga buat menerapinya jika ada yang sakit termasuk terkena narkoba, hendaknya kita banyak-banyak meminta pertolongan dari Allah.
Cak Nun berpesan, “Setiap ngombe diayatkursikan. Di situ kita memohon perlindungan top-topan dari Allah. Hidup adalah bagian dari kursi Allah. Maka sering-seringlah membaca ayat Kursi-Nya dan pada wala yauduhu hifdhuhuma dibaca sembilan kali.” Sebelum tidur dibaca, begitu pun waktu bangun di pagi hari. Syukur bisa dibaca sembilan kali.
Tidak hanya melalui ayat Kursi, jalan dari Allah juga tersedia lewat ayat yang lain (Al-Hasyr ayat 21) yaitu Lau anzalna hadzal qur’ana ‘ala jabalin laroaitahu khosyi’an mutashoddi’an min khosyatillahi wa tilkal amtsalu nadhribuha linnasi la’allahum yatafakkarun. Coba Anda baca arti atau terjemahnya, nanti Anda tahu bahwa masak tidak mungkin al-Qur’an atau ayat-ayatnya mampu mengalahkan sakit atau penyakit yang kita alami, sedangkan gunung pun manakala ditimpakan kepadanya al-Qur’an akan lari tunggang langgang. Perbanyaklah membaca ayat ini untuk memancing perkenan kesembuhan dari Allah.
Satu lagi ayat yang dengat jelas mengatakan bahwa al-Qur’an itu obat dan rahmat bagi orang-orang mukmin. Wa nunazzilu minal qur’ani ma huwa syifa’un wa rohmatun lil mukminin wa la yaziidud dholimina illa khosaaro. Baca juga ayat ini saban hari. Itulah tiga ayat al-Qur’an yang Cak Nun sarankan agar banyak dibaca sebagai washilah untuk memohon perlindungan dan kesembuhan dari Allah.
Selanjutnya kita berhadapan dengan pertanyaan mengapa orang atau anak-anak kita sampai melakukan hal-hal yang buruk, bahkan sampai bersentuhan dengan narkoba dan kecanduan. Pertanyaan lebih lanjut Cak Nun kepada semua hadirin, apa to sebenarnya yang salah? Apa pendidikan kita selama ini tak pernah mendidik manusia, ataukah ada manajemen yang salah pada diri manusia?
Secara psikologis, Cak Nun memproposisikan bahwa yang terjadi adalah manusia atau anak-anak kita ingin mencapai sesuatu (misal kegembiraan, ketenangan, dll), tapi tidak tahu jalan atau caranya. Maka mereka mencari sesuatu dari luar dirinya. Cak Nun menyebut ini sebagai “ngebon dari luar”. Mendatangkan sesuatu dari luar dirinya. Untuk mencapai kesehatan, orang perlu suplemen. Untuk senang, mesti punya ini dan itu. Pada kutub yang ekstrem dan negatif, untuk enak dan senang, orang sampai perlu memakai narkoba, padahal ini mencelakakan dirinya.
Jelas kiranya dari sini, pendidikan selama ini tidak mengasah dan mengolah manusia supaya mandiri, berdaulat, dan kreatif. Dalam bahasa Cak Nun, gejala kecanduan narkoba itu pertanda mereka tidak kreatif, tidak punya inisiatif, tidak punya ngentho-ngentho. Sehingga mereka ambil sesuatu dari luar. Itu juga sekaligus kita tak pernah dilatih untuk rajin memaknai. “Kalau Anda biasa memaknai hidup, Anda tidak akan tergantung kepada sesuatu di luar diri Anda. Anda bisa bikin senang dari dalam diri Anda sendiri.”
Walhasil, saya, Bapak dan istrinya yang duduk di sebelah saya, dan para semua orangtua yang hadir malam itu diajak Cak Nun untuk terus-menerus menciptakan suasana tradisi kreatif bagi anak-anak kita untuk rajin bersyukur, tidak gampang ngebon dari luar, agar jiwa anak-anak kita tidak diselimuti kekosongan. Demikianlah pendidikan pun tetap tertantang untuk terus merangsang dilakukannya aktivitas-aktivitas kreatif bagi anak-anak didik.
Dalam Sinau Bareng malam ini, dalam konteks pendidikan, Cak Nun ajak kita semua menyadari dan menetapkan bahwa selama ini yang tidak digarap adalah manusianya, wonge.
Terakhir, Cak Nun memberikan satu prinsip lagi tentang hendaknya kita jangan ngebon dari luar, ialah bahwa penyembuhan pun bisa didapat dari dalam diri Anda sendiri? Mengapa? Karena diri Anda sendiri adalah bagian dari ayat Allah. Ingat firman Allah ada tiga: firman literer, firman kauniyah, dan firman berupa diri manusia.
Lewat pukul 24.00 sekitar menjelang pukul 00.30, Sinau Bareng segera diakhiri. Tiba pada penghujung ini, berbarengan dengan orang-orang mulai berdiri untuk berdoa bersama, saya teringat satu penjelasan Cak Nun di sesi awal tentang khataman (khatmil Qur’an). Bahwa tidak harus yang disebut khataman adalah rampung keseluruhan. Nyatanya, untuk wisuda tidak harus lulus sarajana kan! Anak TK, SD, SMP, SMA juga wisuda. Artinya, khataman sedikit (satu ayat) saja pun juga sebuah khataman. Khataman pun tak harus ayat literer, tapi juga satuan-satuan perilaku yang dikerjakan dengan sungguh-sungguh. Sinau Bareng malam itu, saya rasa telah membawa teman-teman khatam banyak item tema dan pembahasan. Alhamdulillah.