Mandiri Memaknai Islam, Tidak Kecanduan Makna-Makna
“Kita tidak hanya tidak bicara narkoba dalam arti eksklusif Narkotika dan obat-obatan berbahaya. Narkoba dalam urusan BNN adalah barang-barang yang membuat orang tidak sehat. Jangan lupa yang membuat orang tidak sehat tidak cuma benda-benda materi. Pilpres bisa marakke loro, demokrasi, mazhab, aktivisme, progresivisme,” ungkap Mbah Nun.
Banyak hal saling berkelindan dalam persoalan manusia modern. Hampir tidak mungkin mengurusi satu hal tanpa melibatkan hal lainnya. “Maka malam ini kita coba cari ilmu selengkap-lengkapnya.”
Malam ini tanggal 21 September 2018 M di lapangan Trirenggo, Bantul. BNN DIY membutuhkan metode Sinau Bareng untuk mengurai persoalan-persoalan yang berkaitan dengan wilayah tugas mereka.
Di sekeliling lapangan ini penjual-penjual jajanan, angkringan, mainan bocah, odong-odong hingga jualan-jualan aksesoris khas pengajian. Kalau diperhatikan, belakangan ini barang dagangan khas pengajian dan majelis sholawatan mulai diseimbangi dengan aksesoris-aksesoris yang beberapa tahun belakangan akan dianggap sebagai penanda agama tafsir garis keras.
Perdagangan punya caranya sendiri dalam mentransmisi budaya. Dua hal yang paling efektif menjembatani persebaran budaya yakni perang dan perdagangan. Perkembangan kelas menengah yang haus bergaya “Islami” belakangan tampak berpengaruh pada barang-barang dagangan. Supply and demand, bermain di situ.
Tapi kapan kita meminta Islam pada maha supplier-nya? Kapan kita memohon agar Islam benar-benar turun dan menjelang pada kita sebagai cara hidup dalam mengatasi persoalan-persoalan? Bukan sebagai wacana baku dalam kitab-kitab pendapat para agamawan saja. Tapi benar-benar Islam itu sendiri sebagai tongkat penyembuh, juga kacamata pandang dan semangat hidup, sebagai tauhid penghidupan dan cara-cara cerdik menyelesaikan masalah keseharian? Sinau Bareng ini, mungkin adalah cara BNN mencari Islam sebagai langkah preventif dalam menanggulangi permasalahan Narkoba.
Mbah Nun menyampaikan bahwa Sinau Bareng ini tidak berposisi sebagai nyeramahi, ngandan-ngandani, nuturi atau apapun yang sejenis itu. “Karena yang seperti itu terbukti tidak efektif.”
Dalam Sinau Bareng, kita aktif memaknai, bukan menunggu definisi dan makna. Bukan jadi konsumerisme pemaknaan-pemaknaan dari agamawan maupun kitab-kitab yang ditulis pada era entah kapan. Kita sendiri yang aktif mencari Islam dalam Sinau Bareng. Dengan begitu Islam terus aktual dan efektif hadir dalam keseharian kita.
“Khotmil Qur`an” khas melantun dari komposisi KiaiKanjeng. Kitab suci dalam Islam hanya dan hanya Al-Qur`an. Bulan hampir penuh bersinar di atas, diselimuti awan tipis-tipis. Islam harusnya bisa hadir dalam persoalan-persoalan, mengurusi kartel narkoba hingga penanganan korban konsumen narkoba dan konsumerisme pitutur yang telah akut berabad-abad di negeri ini.
Tiga kelompok dibentuk dari berbagai latar belakang. Mereka diajak aktif memberi makna, mengurai persoalan dan bukan jadi orang yang mabuk tercandu-candu pemaknaan dari tren agamawan pra-Islam di mana satu sosok menuturi pemaknaannya pada yang lain. Kita memfilter candu dalam agama semacam itu, agar tidak kecanduan pada hal-hal lain yang materiil.