Maiyahan Puncak Penanggungan
Rasa pegal di kaki rasanya belum hilang saat reportase ini ditulis. Begitu juga dengan para peserta Sambang Penanggungan lainnya yang harus beraktivitas seperti biasa meski rasa lelah setelah mendaki belumlah hilang.
Ada yang harus pergi ke pasar dini hari untuk memenuhi kebutuhan warungnya, maupun yang bekerja sebagai karyawan perusahaan harus kembali berkonsentrasi pada tugasnya. Bahkan Cak Wirahadi peserta dari Kedawung Pasuruan yang berjarak 45 km dari Markas SP, harus turun lebih awal jam 10:00 WIB karena pukul empat sore harus menjalani rutinitas kerja di perusahaannya. Tak terbayangkan bagaimana lelahnya turun gunung dan langsung bekerja sampai malam hari.
Namun, semua konsekuensi itu pastinya telah disadari masing masing peserta. Sebab, seperti itulah realita kehidupan, di mana kita harus selalu berjuang dalam setiap keadaan, memanajemeni setiap tekanan, kebutuhan, keperluan, keputusan, dan kenyataan dengan terus menyandarkan diri kepada Yang Maha Baik.
Seperti perbuatan (amal) lainnya semacam bekerja, bepergian, berkumpul, semuanya dapat bernilai ibadah, yang mana pahalanya ditentukan oleh niat dan output kebaikan yang diperoleh dari kegiatan tersebut. Begitu juga kegiatan mendaki gunung pun dapat diharapkan menjadi sarana (wasilah) yang tujuan (ghoyah)-nya adalah lebih mendekatkan diri kepada Sang Pencipta Semesta.
Harus ada peningkatan kebaikan pasca pendakian, sebagaimana sholat yang output utamanya selalu berkomunikasi dengan Allah di setiap keadaan, hingga tercegah dari perbuatan keji dan munkar. Atau puasa yang target utamanya menjadikan kita mampu menahan diri dari segala yang menjauhkan dari Allah.
Jika boleh diibaratkan, mendaki gunung itu seperti ibadah haji yang membutuhkan kesiapan mental dan fisik, yang harus ditata sejak perencanaan, agar di waktu pelaksanaannya berjalan baik dan benar.
Dalam kurun waktu sebulan, para Pegiat Sulthon Penanggungan membuat perencanaan dan menyiapkan segala kebutuhan. Mengatur semua yang berkaitan dengan kegiatan Sambang Penanggungan, mulai dari pendataan peserta, perlengkapan, manajemen sampah dan sebagainya.
Sabtu, 28 Juli 2018. Pukul 14.15 para peserta berkumpul di Markas SP. Para Pegiat memeriksa kembali perlengkapan sambil menunggu semua peserta berkumpul untuk didata. Saat panggilan Ashar berkumandang, para peserta bergegas menuju Masjid At-Taufiq yang hanya berjarak 50 meter dari tempat berkumpul untuk sholat berjamaah.
Setelah selesai sholat ashar, para peserta didata dan dibagi menjadi tiga grup untuk memudahkan koordinasi. Dilanjutkan doa bersama, kemudian berangkat menuju Pos 1 di Tamiajeng sebagai start awal pendakian. Sampai di lokasi, setelah urusan administrasi selesai tim SAR telah siap untuk memberikan briefing tentang pendakian. Bakda sholat Maghrib, sekitar pukul 18:30 perjalanan mendaki dimulai, ditemani seorang personel tim SAR Penanggungan.
Dengan berbagai dinamikanya, rata-rata peserta tiba di Puncak Bayangan sekitar jam 21:30 setelah melewati Pos 2, 3, dan 4. Ini termasuk cepat untuk ukuran pemula. Bahkan terdapat peserta yang berusia kepala lima ikut finish terdepan karena di beberapa pos itu hanya berhenti sebentar untuk atur ritme nafas.