Lima Tahun Sudah Juguran Syafaat


Malam ini, malam minggu, 14 April 2018, serentak berlangsung rekan-rekan melingkar di majelis masing-masing di tujuh tempat. Ialah Juguran Syafaat di Purwokerto, Maiyah Ambengan di Metro, Lampung Timur, Maiyah Balitar di Blitar, Jembaring Manah di Jember, Paseban Majapahit di Mojokerto, Semak Tadabburan di Demak, dan Tadarus Limolasan di Batang.
Khususon Juguran Syafaat, malam ini mereka sedang memeringati ultahnya yang ke-5, berbarengan dengan memasuki edisi ke-61. Tentu saja menjadi renungan tersendiri terutama bagi para penggiat Juguran Syafaat. Untuk bercermin, mereka menyempatkan diri bertanya kepada beberapa jamaah.
Salah seorang jamaah yang berlatar belakang praktisi pendidikan alternatif mensyukuri keberadaan Juguran Syafaat. Baginya, forum ini mampu mengantar individu untuk peka membaca tanda-tanda unik pada wilayah perjumpaan antara spiritualitas dan ilmu pengetahuan.
Seorang partisipan lainnya mensyukuri bahwa di Purwokerto ada kebersamaan seperti Juguran Syafaat, sebuah kumpulan yang menurutnya kolaboratif nyaris sempurna antara seni, diskusi, pembelajaran, hiburan, dan lain-lainnya. Yang demikian ini bikin dia selalu ingin pulang ke Purwokerto, dari Jakarta tempat dia meng-urban-kan diri. Dia juga merasakan, sekalipun Mbah Nun jarang datang ke Juguran Syafaat dan hanya beberapa kali saja, tetapi ruh semangat Mbah Nun terlihat dari militansi penggiatnya.
Memang benar yang dikatakannya. Militansi, keistiqamahan, dan soliditas penggiat Juguran Syafaat sangat terasa. Tak hanya itu, mereka setia terhadap proses yang dijalaninya dengan rendah hati. Kita tahu, tak selalu mudah menghelat suatu acara secara rutin, dan sekarang sudah 5 tahun berjalan. Dibutuhkan sumbangsih pikiran, tenaga, hati, dan apa saja dari masing-masing penggiat.

Ruang sekretariat yang tampak dalam foto, di mana terlihat punggawa-punggawa JS sedang diskusi atau rapat adalah salah satu saksi dari kerja-kerja mereka mengawal Juguran Syafaat. Sejak 2015, di rumah salah satu dari mereka, di kawasan Purwokerto utara, ruang itu dijadikan semacam kantor JS. Mereka ngumpul di situ kalau mau bahas apa saja berkaitan dengan JS maupun relasinya dengan simpul-simpul JM lainnya, atau kegiatan Maiyah pada umumnya.
Dulunya di ruang itu, mereka lesehan saja kalau ngobrol, tapi kok dirasa kadang sering bablas nggelosor dan ketiduran, padahal pembahasan belum sampai pada titik yang dituju. Maka sejak saat itu, dilengkapilah ruang itu dengan meja dan kursi. Harapannya, diskusi bisa lebih terarah dan terasa seperti rapat-rapat pada umumnya…hehe. Betapa penting peranan meja dan kursi!
Selamat ultah ke-5, Juguran Syaafat. (hm/rd)