CakNun.com

Lebih Mudah Jelata Jadi Pejabat Daripada Pejabat Jadi Rakyat

Reportase Sinau Bareng di Desa Rendeng, Kudus, 5 Oktober 2018
Muhammad Zuriat Fadil
Waktu baca ± 9 menit

Gairah untuk saling belajar, sinau bebarengan, selalu menggelora manakala kita memandang setiap manusia punya interpretasi yang berbeda karena memang pengalaman hidup dan, custom, hingga default dalam dirinya juga beda-beda. Semangat nuturi muncul manakala kita memandang manusia lain adalah massa yang belum tercerahkan. Kita tidak punya itu dalam Sinau Bareng.

Lihat saja itu ketika main jamuran yang ikut terlibat dari sopir truk, profesi yang (apa ya namanya?) kerjaannya bikin kandang ayam sampai pelajar. Afala ta’qilun dalam Al-Qur`an mungkin bisa diinterpretasikan sebagai: masa tidak tertarik kita menggali dari beragamnya manusia yang diciptakan Allah ini?

Jauh hari dulu, lagu “Mirae” sempat populer dan belakangan dipopulerkan lagi dengan interpretasi nada koplo pesisiran menjadi lagu “Sayang”. Dua interpretasi itu, dibawakan dengan perjodohan yang sempurna juga malam itu. Bukankah ini adalah dimulakannya peradaban persaudaraan? Bukankah ini dulu yang dilakukan oleh Rasulullah Muhammad Saw ketika hijrah kemudian mempersaudarkan interpretasi Muhajirin dan interpretasi Anshor?

Tibalah masanya ketika kelompok-kelompok kecil mempresentsikan hasil diskusi dengan dimoderatori oleh Habib Anis.

Giliran pertama dari Banser dan Kokam. Nampak sedikit malu-malu dan gugup, mungkin kurang terbiasa bicara di deepan banyak orang. Mas yang nampaknya menjadi Banser itu kelihatan gugup, “Saya maunya Banser, kan… Kalau di media sosial suka dikenal suka membubarkan pengajian. Maunya…“ kemudian saya agak susah menyimak.

Mbah Nun memberi sedikit kemudahan “Jadilah dirimu sendiri apa adanya, bicara biasa saja seperti di warung-warung sehari-hari.”

“Lha tadi disuruh jadi Banser Cak.”

Hadirin tentu tertawa terhibur, pun begitu juga ketika Mas yang menjadi Kokam menyatakan dengan berapi-api bahwa siap menjaga NKRI dan harus mengenyahkan segala ideologi khilafah dan komunisme.

Hadirin juga boleh bertanya dalam sesi ini, seorang pemuda mengajukan “Saya bertanya Banser dan Kokam menjaga NKRI itu seperti apa?” Nampaknya baik Banser dan Kokam sepakat pada pertanyaan satu ini. Minimal mereka sepakat untuk tampak sedikit bingung dan kemudian menyatakan komitmen bersama menjaga Pancasila dan UUD 1945.

Mbah Nun memberi bahan untuk dipikirkan bahwa sekarang ini sudah tidak ada UUD 1945, yang ada adalah UUD 2002. Itu dengan tentu membesarkan hati mereka juga bahwa tidak apa-apa tidak benar-benar paham hal ini tapi teruslah belajar jangan berhenti sinau.

Ketika sesi suami dan istri, yang tampak adalah kemesraan. Pada bagian ini terjadi sedikit miss-komunikasi sehingga agak sulit saya tangkap adegan-adegannya. Pastinya cukup romantis. Sedang ketika Mas Turki dan Mas Indonesia yang terjadi adalah empati budaya.

“Kagum pada Indoensia, karena mudah berhaji.”

“Saya sebagai orang Indonesia toleransi adalah warisan. Tetap kaya walau segalanya mahal.”

Mas yang dari Turki kemudian menambahkan belakangan, “Bicara di depan orang sebanyak ini rupanya sulit ya, saya seorang guru yang mengajar sekitar 20an anak. Jadi saya bisa rasakan sulitnya menjadi Cak Nun yang tiap hari bicara di depan orang sebanyak ini dan membimbing orang agar lebih baik.”

Yang paling menjadi bintang malam itu mungkin adalah seorang Mas jelata yang wajib bertindak sebagai bupati dadakan. Sementara Pak Bupati yang aslinya mesti menjelata, justru sudah pulang. Jadilah Mas ini konser tunggal dan tiba-tiba mendapati dirinya mesti menangani secara real keluhan guru honorer, pendidikan etika di masyarakat Kudus, dan lain sebagainya.

Lainnya

KiaiKanjeng of the Unhidden Hand

KiaiKanjeng of the Unhidden Hand

Sejak jum’at siang (8/5) KiaiKanjeng sudah berada di Jakarta untuk malamnya menghadiri Kenduri Cinta, setelah menjalani rangkaian Maiyahan di Jawa Timur, mulai tanggal 4 Mei 2015 di Universitas Airlangga Surabaya, kemudian 5 Mei 2015 di Universitas PGRI Adibuana Surabaya, dilanjutkan tanggal 6 Mei-nya di Sidoarjo.

Kenduri Cinta
Kenduri Cinta