CakNun.com

Lebih Mudah Jelata Jadi Pejabat Daripada Pejabat Jadi Rakyat

Reportase Sinau Bareng di Desa Rendeng, Kudus, 5 Oktober 2018
Muhammad Zuriat Fadil
Waktu baca ± 9 menit

“Jangan suka marah, hidup ini baru babak penyisihan,” begitu pesan Mbah Nun di hadapan berbagai latar belakang masyarakat yang hadir nglumpuk bareng, Sinau Bareng di lapangan desa Rendeng, Kudus, Al-Quds malam itu. Kokam dan Banser juga ada di situ, semua bersama-sama. Di tataran yang murni, hampir tak ada persoalan untuk tertawa tanpa kepentingan. Semua baru terasa njelimet kalau sudah rebut-rebutan pengaruh rebutan tahta Dajjalkarta sana.

Mbah Nun kemudian menjadi ‘wali nikah’ bagi kalangan NU dan Muhammadiyah diwakili Kokam dan Banser, kemudian meminta seorang suami dan seorang istri yang bukan pasutri, dilanjutkan rakyat Kudus asli diperjodohkan dengan Pak Bupati, lantas seorang mewakili warga negara Indodajj… (maaf hampir salah ketik, warga negara Indonesia maksudnya) dengan seorang tamu dari Turki.

Ini adalah dimensi-dimensi yang memang jarang bertemu, jarang bermesraan tanpa formalitas kromo. Dalam Sinau Bareng mereka semua dipertemukan dan diminta bukan saja bertukar pikiran, tapi juga bertukar posisi untuk nanti mengemukakan pendapatnya mengenai apa yang diharapkan dari golongan sebelahnya.

“Sebenarnya banyak dimensi dan wilayah lain, seperti misal kiai dan santri kan kadang ada sedikit feodalnya juga. Itu juga bisa kita pertemukan tapi malam ini sebisa-bisanya dulu,” umar Mbah Nun.

KiaiKanjeng melantunkan layanan musikal, dangdut menghentak mengajak bergoyang. Sementara yang memang sedang berdiskusi mengambil tempat di sisi lain panggung. Kita bagi tugas.

“Semprat-semprit jamur opo,” duet Pak Jijit dan Mas Doni menemani kemudian para hadirin untuk bermain, mengajak pada keceriaan-keceriaan yang terlampau sering hilang ditelan spaneng-nya atmosfer kehidupan belakangan ini. Saya baru sadar juga bahwa permainan jamuran ini sebenarnya kan memang melatih kita lebih kaya akan sudut pandang, juga bisa menyaksikan seperti apa sudut pandang orang lain.

Kalau misal disebut “Jamuuurrrr kethek menek” maka tentu cara mempraktekkan kethek menek itu beda-beda. Bukankah itu juga adalah latihan interpetasi data? Kita peradaban yang punya permainan yang sangat canggih ini kok bisa bertengkar dalam kesempitan-kesempitan pilu-pili pemilu itu. Bagaimana ceritanya sebenarnya?

Kali ini seorang pemain sering kesulitan memaknai instruksi, dia cenderung punya pemaknaan sendiri yang sangat jauh dari konvensional. Mbah Nun lantas ikut di tengah permainan dan memberi poin sudut pandang sendiri. Bahwa Mas ini sebenarnya juga adalah tipe manusia sendiri yang unik cara berpikirnya.

Banyak hal yang bisa kita pelajari dari Mbah Nun dan buat saya satu ini yang selalu saya saksikan, yakni kelincahan Mbah Nun menemukan angle baru dalam melihat fenomena, dalam menyerap data kemudian menemukan korelasinya dengan Al-Qur`an semua dengan spontan. Ya Allah paringono angle, paringono kekayaan sudut pandang. Allahumma angle, Allahuma bariklana interpretasi data yang luas.

Mbah Nun menggambarkan bahwa dalam Al-Qur`an, kata mengajari itu selalu posisinya adalah Allah sendiri dan Rasul-Rasul. Manusia seperti kita, apalagi yang awam-awam ini, posisinya adalah belajar, “tholabul ‘ilmi”. Sayangnya memang belakangan ini nafsu nuturi sangat besar pada masing-masing kita dan itulah mungkin tantangan zaman ini. “Bukan berarti mengajar itu salah. Tapi kalau pun berposisi sebagai pengajar, maka urusan utamanya adalah tetap belajar juga.” Bolehkah saya berpendapat bahwa dialektika semacam itu hanya saya dapati di Sinau Bareng pada zaman ini? Ini interprerasi saya. Tentu saja.

Lainnya

KiaiKanjeng of the Unhidden Hand

KiaiKanjeng of the Unhidden Hand

Sejak jum’at siang (8/5) KiaiKanjeng sudah berada di Jakarta untuk malamnya menghadiri Kenduri Cinta, setelah menjalani rangkaian Maiyahan di Jawa Timur, mulai tanggal 4 Mei 2015 di Universitas Airlangga Surabaya, kemudian 5 Mei 2015 di Universitas PGRI Adibuana Surabaya, dilanjutkan tanggal 6 Mei-nya di Sidoarjo.

Kenduri Cinta
Kenduri Cinta