CakNun.com

Gamelannya Mudik ke Mana?

Didik W. Kurniawan
Waktu baca ± 3 menit

Samba Sunda (Bandung), Githunk Swara – Githunk Sugiyanto (Semarang), Djaduk Ferianto & Kuaetnika (Yogyakarta), Dapur Kreatif Planet Harmonik – AL Suwardi (Solo), Peni Candrarini (Solo), Gondrong Gunarto – Ghost Gamelan (Solo), Gamelan Salukat – Dewa Alit (Bali), Sanggar Seni Bentara Zaman (Flores), Ananda Sukarlan (Jakarta), Kanca Panglima Group – Lili Suparli (Bandung), Dedek Gamelan Orchestra (Solo), Bambang Sukmo Pribadi (Surabaya), Wahyu Thoyyib Pambayun (Solo), Lupi Andreani (Kalimantan Selatan), Sinjang Community – Mutiara Dewi (Solo), Talago Buni (Padangpanjang), Komunitas JeDe (Medan), Gema Swaratyagita dan Laring Project (Jakarta), Angklung Ragam Laras (Bandung), Hario Efenur (Padang), Malire – Dedy Satya Hadianda (Bandung), Wendo Setiyono (Purbalingga), Paguyuban Rasa Amor Sukoharjo (Sukoharjo), ISBI Bandung, ISI Surakarta, Dwi Priyo Sumarto (Solo), 7mm – Suwandi Widianto, Gamelan Unesa – Joko Porong Winarko (Surabaya), Blambangan Art School Rogojampi (Banyuwangi), Y Subowo (Yogyakarta), Dinamika Swara (Solo), Sunardi (Yogyakarta), Kraton Kasunanan Surakarta, Pura Mangkunegaran (Solo), Puri Paku Alam (Yogyakarta), Kasultanan Yogyakarta, Kasultanan Kanoman Cirebon, Puri Pliatan – Teges (Bali), Kasultanan Banjar Kalimantan Selatan, Lembaga Incling Krumpyung (Kulonprogo), Sanggar Seni Iromo Turonggo (Magelang), Sanggar Kesenian Tradisional Maraseneng (Kebumen), Sanggar Seni Jaranan Kudha Manggala (Tulungagung), Sanggar Seni Budaya Kikanan Rahman Art Production (Sampang).

Siswa Sukra (UK), Surya Kencana A (Hungary), Southbank Gamelan Players (UK), Wesleyan Gamelan Ensemble (USA), Sanggar Manik Galih Colorado (USA), Widosari (Holland), Ronald Kuivila (USA), Gamelan Sari Raras (USA), National Concert Hall Gamelan of Ireland (Ireland), Gamelan Group Lambangsari (Japan), Karawitan Prasanmitr – Srinakharinwirot University (Thailand), Gamelan Singamurti (Singapore), Faculty of Music Gamelan Club – Universiti Teknologi MARA (Malayasia), Sanggar Kirana (Malayasia), Mike Burn (Australia), Sean Hayward (USA), Irish Gamelan Orchestra (Ireland), Paula Matthusen (USA), Kanda Buwana (UK) feat Pangreksa Budi (Cirebon).

Tulisan di atas bukan daftar orang hilang. Melainkan nama-nama penampil yang ikut meramaikan gelaran International Gamelan Festival 2018 pada tanggal 9-16 Agustus 2018 di kota Solo. Dengan tagline “IGF Homecoming” festival ini berupaya menjelaskan bahwa memang sudah saatnya gamelan pulang ke kampung halamannya, Indonesia. Bahwa gamelan sudah ada sejak ribuan tahun yang lalu dengan salah satu bukti arkeologisnya ada di salah satu panel Candi Borobudur. Gamelan dengan berbagai macam corak dan nama bisa ditemukan dari Aceh hingga Flores.

Selanjutnya persebaran dengan skala internasional dimulai akhir abad ke-19 ketika dibawa ke Expo Paris. Dari sana muncul kelompok-kelompok gamelan dari berbagai benua. Gamelan telah menjadi diaspora sejak berabad lampau.

Kenapa Homecoming? Kenapa Mudik? Karena Indonesia adalah rumahnya gamelan, dan Solo-Jogja adalah rumah terbaiknya. Mudik untuk apa? Peristiwa mudik adalah peristiwa kultural untuk melakukan bersilaturahmi, berziarah, dan memikirkan masa depan bersama. Bersilaturahmi antar komunitas-komunitas gamelan, untuk menziarahi keindahan dan akar asal kultur gamelan dan memikirkan masa depan bersama yang bisa diberikan dan diwujudkan untuk dunia. Arena mudik komunitas gamelan pada IGF 2018 diharapkan akan menjadi arena untuk merayakan keindahan gamelan, keindahan berbangsa, dan keindahan dunia.

Rasanya tidak salah jika rasa gembira di dalam hati ini mencuat ketika mendapati kabar bahwa festival gamelan dengan skala global dengan mengusung visi misi yang lebih terarah akan segera dipertontonkan kepada khalayak banyak seperti yang tertulis dalam website resmi igfsolo.com. Dengan durasi waktu seminggu masyarakat Indonesia akan dibawa kembali kepada kebesaran sejarah musik dunia. Dengan sangat masif gamelan beserta semesta yang melingkupinya akan hadir lebih luas dan mendalam ke relung hasrat kebudayaan masyarakat Indonesia.

Salah satunya melalui beberapa konferensi yang menghadirkan para pakar gamelan dari dalam dan luar negeri. Antara lain, Rayahu Supanggah, Prof. Sumarsam, Lono Simatupang, Prof. Timbul, Sutanto Mendut, Alex Roth, Prof. Sardono W Kusuma, Hilmar Farid, Jennifer Lendsay, Heri Dono, Frans Sartono, Aris Setiawan, Budi Setiyono, Garin Nugroho, dan beberapa master lainnya. Konferensi yang akan membahas keadaan gamelan. Gamelan telah hidup melampaui dari keberadaan negerinya sendiri, dan kini telah menyebar menjadi bagian dari sistem musik dan kehidupan masyarakat dunia. Gamelan telah berinteraksi, mengalami penyesuaian, dan melahirkan variasi-variasi dari sisi bentuk, fungsi dan posisi dalam masyarakatnya.

Kalimat paling akhir dari paragraf di atas mengingatkan pada perjalanan yang ditempuh oleh Gamelan KiaiKanjeng. Bahwa inovasi yang dilakukan berpuluh tahun yang lalu baru sekarang disadari oleh ranah keilmuan. Inovasi yang awalnya dianggap aneh dan sangat menyiksa indra pendengaran kebudayaan Jawa karena menggunakan nada-nada yang tidak seharusnya ada. Tetapi pada akhirnya inovasi yang digawangi Pak Nevi Budianto itu dianggap sebagai bentuk kelahiran yang baru hasil dari perkawinan prinsip dasar gamelan dengan gerak zaman.

Dan bersama Cak Nun, KiaiKanjeng menjalankan fungsi yang sampai sekarang rasanya masih sulit ditemukan pada grup musik atau gamelan mana pun. Bergerak terus tiada henti senantiasa meramu formulasi inovasi lintas ekspresi seni, lintas negeri, bahkan religi. Ini bukan memuji. Hanya melihat fakta yang tersaji. Semoga bisa menambah referensi dalam hidup ini.

KiaiKanjeng tidak ikut mudik?

KiaiKanjeng menunggu di rumah. Menunggui saudara-saudara di rumah. Menemani saudara-saudara di rumah ‘Sinau Bareng’. Kalau pun pergi, dengan cepat akan pulang kembali. Kepada yang sejati.

Exit mobile version