Fenomenel
Masyarakat merupakan perwujudan kehidupan bersama manusia yang di dalamnya saling berelasi. Apalagi masyarakat pedesaan, masih memegang teguh budaya dan budi luhur kehidupan. Contohnya seorang manusia desa selalu mengambil keputusan dan memandang situasi berdasarkan sebuah metodologi pengetahuan, yakni titen (pengalaman). Tidak ujug-ujug, tanpa pertimbangan. Mereka mengetahui bahwa alam semesta itu disusun rapi, lembut, dan indah. Atas dasar itu, mereka tidak pernah mempercepat, memperlambat, memutar haluan alam semesta ini secara tanpa sadar, karena, semuanya harus harmonis pada patrap-nya.
Selain itu, karakter sikap hidup temenan, yakni berpegang teguh terhadap nilai luhur dan selalu tertib menjalankan aturan di dalam masyarakat, baik tertulis maupun tak tertulis. Di pedesaan, peng-kasta-an sosial relatif lebih longgar, sehingga pola dan perilaku sosial kemasyarakatan masih menjunjung tinggi toleransi dan guyub rukun. Tak akan pernah menimbulkan konflik yang begitu mendalam. Maka, hal seperti itulah yang harus dijaga dan dilestarikan keberlangsungannya di era digital seperti sekarang ini.
Kemajuan teknologi dalam ideologi modernisme memiliki dua sisi yang berlainan. Seperti mata uang, berdampak positif juga negatif. Berdampak positif jika tepat dalam patrapnya. Berdampak negatif jika kita tidak bisa mengontrol serta mempertanggungjawabkan penggunaannya. Dengan arus yang begitu pesat, seharusnya kita tetap bisa berdiri tegak menyambutnya tanpa harus mengorbankan nilai-nilai luhur kemanusiaan masyarakat desa, yakni adat dan tradisi yang sudah ada sejak jaman dahulu.
Namun sekarang banyak terjadi dan sudah menjadi sebuah fenomena, sebagian manusia dengan rakusnya mengeksploitasi kemajuan teknologi yang ada untuk kepentingan pribadi dan sesaat. Mereka tanpa sadar telah melampaui batas. Seperti berenang ke sebuah sungai, tanpa tahu kemana arus membawanya. Ke jurang, laut lepas, mesin pengolah uang, atau ke tempat pembuangan rongsokan. Inilah yang harus diwaspadai. Menungso kudu eling lan waspodo.
Degradasi sifat, tingkah dan pola perilaku sosial manusia dalam bermasyarakat merupakan dampak negatif yang paling kentara. Sebagian manusia di jaman milenial seperti sekarang ini menjadi lebih menel. Menjadikan media sosial sebagai ajang pengibaran bendera ‘diri’, menuhankan tampilan yang serba gemerlap. Akibatnya, mereka lupa akan siapa diri dan tugasnya di bumi. Penyakit hati ini apa yang disebut krisis eksistensi, kebutuhan akan pengakuan dari orang lain menjadi hal yang utama dan sejati.
Untuk itu, supaya tidak terbawa arus negatif yang merusak, ngeli ning ora keli, sangat diperlukan kesiapan mental yang kuat pada setiap individu guna memfilter derasnya arus kemajuan teknologi yang semakin masif. Banyak persoalan yang perlu dibabar dan dicarikan titik intinya. Menjaga dan melestarikan nilai luhur, adat istiadat dan kemuliaan seorang manusia. Mari melingkar Sinau dan Bergembira bersama Maiyah Dusun Ambengan, Sabtu, 13 Oktober 2018 Jam. 19.30 WIB di Rumah Hati Lampung, Margototo, Metro Kibang, Lampung Timur.