Emergence Semut-Semut Maiyah
Bahwa Allah memberi petunjuk tidak serta merta begitu saja. Ada hal-hal yang kalau kita gali, bisa menjadi strategi hidup menghadapi dunia atau berhadapan dengan diri sendiri. Bahkan bisa, Khulafaur Rasyidin sebagai pemetaan potensi psikologis, shalat sebagai ritme hidup (atau bisa juga tempo musik?) dan sebagainya.
Maka pikiran mesti terbuka, inklusif. Karena kadang kita ini punya potensi juga begitu dapat gambaran strategi jitu, dipakai untuk bersiasat menyingkir-nyingkirkan atau meniadakan pihak yang tidak kita senangi atau tidak kita sepakati.
Kesadaran “inna lillahi wa inna ilaihi rojiun” bahwa segalanya akan berpulang ke Allah, kenapa khawatir? Bagaimana bisa resah? Ndak pusing, wani tandang di dunia. Pendekar eksperimen, petarung tajdid. Seperti simpul-simpul di Maiyah yang malam itu ber-lita’arofu.
Kebanyakan simpul mengalami pasang surut. Ada yang perlu menggelepung diri. Bikin lagi, bangun lagi. Melingkar, sedikit lelah, mengalami keterpisahan, sambung lagi. Toh adanya dinamika begini menunjukkan kita bukan kumpulan lingkar-lingkar yang mengada-adakan diri tanpa punya perhitungan urgensi keberadaannya itu untuk apa.
Maka bersikap inklusif, bukan eksklusif. Meluas agar bisa jangkep. Kita perlu muhasabah terus, karena ketika kita sedang bersikap eksklusif, hampir pasti kita tidak menyadarinya. Lita’arofu antar lingkar di MS malam ini adalah contoh, bahwa setiap lingkar punya pawon-nya, punya marwah sendiri-sendiri yang harus dijaga. Namun silaturrahim perlu terus dijaga.
Dialektika Tuhan dengan hambanya menurut Mbah Nun ada yang bersifat diperintah, diridloi, dibiarkan, dijluntrungin, atau dibombong dalam kesesatan.
Saatnya kita mulai berpikir dari skala paling privat hingga skala paling global. Sebab Mbah Nun berpesan memuncaki, “Maiyah ini adalah sumbangan besar bagi persoalan dunia, dengan rentang waktu yang masih sangat panjang”.
Apakah pembaca yang budiman juga menangkap gelombang itu? Bahwa ini adalah pesan dan amanah, agar kita berusaha meng-upgrade diri dan ketulusan batin kita. Kita mesti lebih besar dan lebih takabbur lagi di hadapan persoalan.