Edutopia
Mbah Nun mengatakan bahwa akan terjadi pergeseran peradaban, negara-negara super power akan bertumbangan dan digantikan oleh super power baru. Kawasan Asia Pasifik akan menjadi super power baru, termasuk Indonesia, sayangnya itu semua bukan milik Bangsa indonesia.
Apakah pernyataan Simbah tersebut adalah gagasan utopis? Tidak mungkinkah Bangsa Nusantara menjadi pemimpin dunia kembali?
Pada abad pertengahan ketika Eropa masih menjadi dunia ketiga, Amerika belum lahir dan peradaban Islam di Jazirah Arab, Cina, Andalusia dan Nusantara mendominasi subyek peradaban dunia, di saat itulah dunia dikhalifahi oleh orang-orang dengan kualitas terbaik, filosofi Negarakertagama (tempat tegaknya nilai-nilai agama) diterapkan.
Lahirnya manusia-manusia berkualitas itu tak lepas dari sistem pendidikan yang dianut. Filososfi, metode, sistem, indikator dan tujuan dari pendidikan manusia dipahami secara gamblang baik dalam ranah teori maupun aplikasi. Eropa mengalami masa pencerahan setelah bersentuhan dengan pendidikan Islam di berbagai bidang. Namun pasca lahirnya revolusi industri dengan materialismenya, nila-nilai pun mengalami pergeseran. Revolusi nilai pun terjadi, dan hingga saat ini kita menghadapi tantangan yang dibawa oleh kebutuhan dan tuntutan globalisme kontemporer di dunia modern. Parahnya bangsa Nusantara saat ini tak lagi menjadi subyek peradaban seperti yang telah dicapai sebelumnya, tapi menjadi obyek penderita.
Kegagalan mengatasi tantangan ini secara komprehensif menuntun orang-orang Nusantara terkait dengan keterbelakangan dan stagnasi.
Dunia pendidikan di Indonesia saat ini tidak bisa menghasilkan generasi yang mampu menghadapi tantangan masyarakat modern. Dunia pendidikan khususnya pendidikan Islam ‘kehilangan hati dan pikirannya’ dan dituduh sebagai penghasil militan dan terorisme terutama setelah 9/11. Dunia pendidikan di Indonesia tercerabut dari akarnya dan bertaqlid buta pada gaya pendidikan Barat.
Kita juga menghadapi menghadapi masalah sosial, penyakit yang terkait dengan modernisasi: hedonisme, kejahatan, kecanduan narkoba.
Komersialisasi dan industrialisasi pendidikan, kualitas pengajar, sistem pendidikan dan pendidikan yang tersistem tidak jelas, kurikulum yang selalu berubah ubah yang dibuat berdasarkan pengetahuan pemerintah tanpa memperhatikan kebutuhan masyarakat bawah menjadikan rakyat hanya menjadi obyek eksploitasi dunia pendidikan. Pendidikan hanya untuk kalangan orang kaya.
Ketidakadilan pemerataan pendidikan pun terjadi, pendidikan dipelosok desa yang semakin memprihatinkan keadannya dengan ketidak lengkapannya sumber daya yang digunakan untuk pelaksanaan pendidikan tersebut. Dunia pendidikan hanya menjadi “pesanan” untuk memenuhi kebutuhan industri dan keserakahan kapitalisme. Full day school yang merupakan metode padepokan dan pesantren zaman dulu pun telah ditiru, tapi apakah filosofinya masih sejalan dengan yang telah diterapkan di zaman dulu atau hanya menjadi komoditas komersil baru bagi pelaksana dunia pendidikan?
Belum lagi revolusi teknologi informasi dan komunikasi juga memberi dampak besar bagi perkembangan dunia pendidikan dan sumber daya manusia Indonesia saat ini. Nyatanya lebih banyak yang terhanyut terbawa arus zaman dan tanpa ada filter dan kritik terhadapnya, meskipun sebenarnya perkembangan teknologi ini pun bisa menjadi turning point terjadinya perubahan besar yang diharapkan.
Dunia pendidikan adalah kawah candradimuka pembentukan kualitas manusia, jika mesin penggilingnya tak mampu bekerja dengan baik maka output produknya pun tidak akan baik.
Melihat sejarah bahwa Bangsa ini pernah menjadi subyek utama peradaban dunia, dengan metode pendidikan yang filosofinya sangat khas untuk membentuk bangsa yang berkualitas, maka bukan sebuah hal yang mustahil jika bangsa ini mampu kembali bangkit dengan syarat mampu menemukan kembali mesin pengolah sumber daya manusianya.
Masa depan Nusantara berada pada keseriusan generasi milenial saat ini untuk terus mencari dan memformulasikan solusi terhadap tantangan zaman yang secara fundamental berada di ranah dunia pendidikan.
Seperti apakah filosofi pendidikan yang kompatibel dengan bangsa kita? Key performance indicator keberhasilannya bagaimana?
Apakah amanat konstitusi untuk mencerdaskan kehidupan bangsa adalah suatu hal yang utopis, sesuatu yang tidak mungkin bisa dicapai oleh dunia pendidikan saat ini?
Adakah terobosan baru untuk menjawab tantangan zaman di dalam dunia pendidikan saat ini ?