Dialog Ini Namanya Sinau Bareng


Langsung kami laporkan, saat ini sedang berlangsung Sinau Bareng di Kampus UTY Yogyakarta. Saat ini pula, Mbah Nun sedang mengajak perwakilan mahasiswa UTY untuk ngobrol, dialog, tanya-jawab, dan dari situ Mbah Nun menuntun mereka masuk ke pemahaman-pemahaman baru.
UTY menggelar Sinau Bareng malam ini dalam rangka memeringati Israk dan Mikraj Nabi Muhammad Saw. Taktis dan thes-thes masuk ke tema ini, Mbah Nun minta beberapa mahasiswa buat membacakan ayat pertama Surat al-Isra. Boleh tartil, mujawwad (qiroah), maupun dengan kemungkinan lagu lain. Ndengerin lagu yang dibawakan, Mbah Nun langsung merespons dengan mengecek dan melengkapi pengetahuan mereka tentang lagu ditinjau dari ilmu musik, agar mereka tidak salah sangka pada anggapan-anggapan umum tentang lantunan dan lagu dalam membaca al-Quran.

Sesudah itu, para mahasiswa diselamkan lebih dalam ke kandungan ayat ini dengan membawa mereka bahwa ternyata dalam satu ayat, Allah bisa berposisi sebagai pihak pertama dan pihak ketiga. Ini agak jarang diperhatikan oleh kebanyakan. Diajak masuk mereka kepada struktur kalimat al-Quran berikut pintu-pintu maknanya. Mereka juga dipancing pengetahuannya mengenai peristiwa Israk Mikraj itu sendiri sejauh yang mereka ketahui sebagai mahasiswa yang mempelajari teknologi dan sains.
Sekali lagi obrolan-obrolan itu berlangsung taktis, singkat, dan efektif. Dialog khas Mbah Nun ini bernama Sinau Bareng.

Sinau Bareng Mbah Nun dan KiaiKanjeng ini berlangsung atas instruksi langsung dari Rektor kepada para staf-stafnya. Mereka diminta menghadirkan Mbah Nun dan KiaiKanjeng. Nawaitu-nya kiranya benar dan presisi yaitu agar dengan Sinau Bareng ini para mahasiswa, civitas akademika, dan sesiapa saja yang hadir bisa menjadi manusia yang “nggenah”. Hal yang ternyata tak ada fakultasnya menurut Mbah Nun, maka mereka memerlukan Sinau Bareng ini.
Dialog berdasarkan satu ayat pertama al-Isra tadi belumlah dialog atau tanya dengan jamaah pada umumnya sebagaimana biasanya. Ini baru satu segmen untuk memasuki tema Isra dan Mikraj Nabi Muhammad Saw. Dan nuansa yang langsung terasa adalah mendalamnya pendidikan, pengayoman, bimbingan, dan kasih sayang Mbah Nun kepada anak-anak muda yang pintar dan pandai-pandai ini.

Sejak sore kami merasakan nuansa yang enak dan khusus. Suasana kampus yang homy bagi para mahasiswa, kawasan yang bersih dan rapi, masjid yang indah, para karyawan dan mahasiswa yang bareng-bareng menyiapkan pelayanan yang sebaik-baiknya bagi para jamaah dan masyarakat yang hadir. Para mahasiswa itu sendiri sejak usai maghrib berbondong-bondang datang. Kemudian, di ruang transit, kami melihat jajaran rektorat dan yayasan sedemikian takdhim dan hormat menyambut kedatangan Mbah Nun dan Ibu Novia Kolopaking.
Sampai saat laporan singkat ini dibuat, suasana enak itu terus bergulir mengalir lewat pertanyaan-pertanyaan yang bagus yang datang dari jamaah. Mbah Nun memuji pertanyaan-pertanyaan mereka. “Allah mencintai anda dengan pertanyaan-pertanyaan yang bagus dan mendalam itu.” Inilah, sekali lagi, Sinau Bareng. (hm/z)